Kebebasan Anas dan Euforia HMI

Oleh: Khairil Miswar 

Bireuen, 15 April 2023

Foto: Times Malang

Kebebasan terpidana kasus korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum disambut dengan gegap gempita oleh pendukung-pendukungnya. Uniknya, kebebasan bekas ketua umum Partai Demokrat itu juga diramaikan dengan lantunan selawat Badar dan pekikan takbir. Pemandangan demikian seolah mengesankan bahwa kebebasan sosok tersebut tak ubahnya seperti kebebasan pemimpin yang dipenjara karena memperjuangkan bangsa dan agamanya, padahal semua orang tahu bahwa kasus yang menjerat Anas sama sekali tidak memiliki kaitan dengan bangsa dan agama sehingga lantunan selawat Badar saat kebebasan Anas membuat orang-orang waras bergidik.

Dalam pernyataannya yang dirilis tempo.co, Anas menyebut ada yang menyusun skenario besar untuk menjebloskannya ke dalam penjara demi menghancurkan karier politiknya. Namun, dia mengaku tidak berminat melakukan balas dendam kepada pihak-pihak yang memosisikan dirinya sebagai musuh politik. Dia juga menyebut penjara yang mengurungnya selama ini sama sekali tidak membuat ia patah semangat dalam merebut keadilan.

Pernyataan Anas yang terkesan memosisikan diri sebagai korban dari skenario besar tersebut mendapat sanggahan dari mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Dia menyebut narasi yang dibangun Anas hanyalah sebagai upaya membersihkan diri.” Bambang juga mengungkit janji Anas yang sebelumnya sempat berjanji akan loncat dari Monas apabila ia terbukti melakukan korupsi. Akibat pernyataannya tersebut, Anas juga mendapat peringatan dari Kemenkumham agar tidak mengeluarkan pernyataan yang berpotensi melahirkan kegaduhan. 

Pernyataan Aneh

Pernyataan Anas seusai keluar dari penjara terbilang aneh dan kontradiktif. Jika memang benar ada pihak yang menyusun skenario besar untuk membunuh karier politiknya, kenapa pula dia tidak berminat membongkarnya? Bukankah dengan membongkar skenario itu namanya akan bersih di muka hukum? Lalu apa pula maksudnya bahwa ia tidak patah semangat dalam merebut keadilan jika dalam waktu bersamaan ia mengaku tidak berniat membalas dendam kepada pihak yang mendhaliminya?

Secara psikologis, bisa saja pernyataan tersebut dimaksudkan untuk menanamkan kepercayaan publik kepada dirinya selepas ia mendapat hukuman dan hilang dalam perbincangan politik hampir satu dasawarsa. Bisa pula untuk meneguhkan loyalitas para pendukungnya sehingga mereka benar-benar percaya bahwa dia adalah korban” dari sebuah konspirasi.

Namun, apa pun itu, dalam memori publik yang masih waras, Anas tetaplah mantan terpidana korupsisampai kemudian ia bisa membuktikan sebaliknya. Ada pun kicauan-kicauannya selepas keluar dari penjara tak lebih dari sekadar hiburan untuk melepas kepenatan dan kegalauan hatinya selama ia dikurung di Sukamiskin.

Kegagapan Loyalis

Selain pernyataan yang kontradiktif, jika dicermati, sikap loyalis-loyalis Anas juga terbilang unik dan bahkan aneh, di mana seorang terpidana kasus korupsi disambut dengan begitu meriah layaknya pahlawan besar sambil melemparkan narasi-narasi bernuansa dukungan yang seolah ingin memberi kesan bahwa Anas adalah sosok yang sangat didambakan. Di media sosial, dukungan kepada Anas ini lumayan menyemak, di mana kebebasan Anas disebut-sebut sebagai penanda munculnya harapan baru. Seolah-olah masyarakat Indonesia begitu mendambakan kebebasan Anas.

Sikap PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang secara terang-terangan menyatakan akan menyambut kebebasan Anas dapat dipandang sebagai bentuk solidaritas yang sulit dimengerti, bahkan oleh mereka yang secara diam-diam mencintai korupsi, di mana sambutan yang demikian telah menyentakkan kesadaran kita semuabahwa kebencian sebagian kita kepada korupsi hanyalah isapan jempol belaka.

Kondisi ini setidaknya dapat dilihat dari munculnya pembelaan-pembelaan yang lumayan unik dari kader-kader HMI. Memang benar, Anas Urbaningrum tidak bisa begitu saja dilepaskan dari HMIsebab dari sanalah dia berangkat, namun hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil untuk kemudian melakukan pembelaan-pembelaan buta sembari menafikan kenyataan hukum, bahwa Anas telah terbukti melakukan tindakan korupsi.

HMI Cabang Blitar misalnya, menyebut kebebasan Anas sebagai harapan politik baru yang luhur. Kader HMI tersebut juga menegaskan bahwa Anas adalah korban dari buramnya praktik penegakan hukum di Indonesia yang menurut mereka dipengaruhi oleh politik kekuasaan. Bahkan kader HMI Blitar itu juga menyebut tindakan korupsi Hambalang bukanlah murni perbuatan Anas, tetapi sebuah upaya kriminalisasi.

Dalam konteks akal sehat, pernyataan pengurus HMI tersebut sama sekali sulit dimengerti. Bagaimana mungkin tindakan korupsi bisa menciptakan keluhuran? Jika benar korupsi mampu menciptakan politik yang luhur, maka pastinya kondisi Indonesia saat ini sudah sangat luhur, mengingat tindakan korupsi terus menyemak dari tahun ke tahun. Andai logika tersebut bisa dibenarkan, lantas untuk apa pula kita mengutuk tindakan korupsi jika di waktu yang sama kita membanggakan seorang koruptor?

Pernyataan HMI Blitar menjadi semakin konyol ketika menyebut Anas sebagai sosok pemimpin yang ideal dan patut diteladani. Apakah karena Anas pernah menjadi kader HMI lantas ia dengan otomatis menjadi teladan, bahkan ketika ia sudah terbukti melakukan tindakan korupsi? Seharusnya HMI Blitar memiliki argumentasi yang lebih masuk akal dan tidak terkesan membela koruptor dengan membabi-buta melalui logika-logika dangkal yang membuat publik tertawa, atau mungkin terpingkal. Memangnya apa yang bisa diteladani dari seorang koruptor?

Seharusnya HMI menjadi salah satu benteng dalam menjaga kewarasan bangsa, bukan justru menghabiskan energi membela terpidana korupsi dengan narasi-narasi spekulatif hanya untuk menunjukkan kemesraan sesama kader dalam hubungan kandadinda yang terkesan feodalistik” sembari menafikan semangat melawan koruptor yang telah merusak kehidupan bangsa. Hubungan emosional sesama kader dalam bentuk solidaritas tentu tidak terlarang selama dalam batas-batas yang dapat dimengertibukan justru menjadikannya sebagai alat untuk menutupi kejahatan yang sudah terbukti di muka hukum.

Kita berharap, kader-kader HMI tetap menjaga kewarasan dan tidak terjebak dalam kepentingan pihak lain yang dapat merusak citra HMI di mata publik.

Artikel ini sudah terbit di Harian Waspada

loading...

No comments