Steemit dan “Kebangkitan” Literasi di Era Blockchain
Oleh: Khairil Miswar
Bireuen, 11 Mei 2018
Zaman terus bergerak cepat. Perubahan-perubahan pun terus terjadi tiada henti. Penemuan-penemuan baru hampir setiap saat menghiasi pemberitaan media. Kebangkitan teknologi pun semakin melaju pesat. Kondisi ini semakin membenarkan pernyataan Tariq Ramdan bahwa dunia di abad modern sudah menjelma sebagai sebuah desa. Facebook misalnya, telah sukses menghubungkan manusia dari berbagai belahan dunia. Tidak ada lagi yang jauh, semuanya telah dekat dan merapat melalui inovasi teknologi informasi.
Dari beberapa catatan dapat diketahui bahwa internet sudah mulai masuk ke Indonesia pada era 1990an dengan penyedia layanan dan pengguna yang sangat terbatas. Dalam beberapa tahun berikutnya internet pun semakin berkembang dengan munculnya sejumlah warung internet (warnet) di beberapa daerah di Indonesia. Tidak berhenti di sini, gerak perkembangan internet terus mencapai puncaknya dalam beberapa tahun terakhir dengan ditemukannya smartphone pada era 2000-an.
Pada perkembangan selanjutnya, tahun 2009 lalu, Satoshi Nakamoto menemukan teknologi blockhchain yang tidak membutuhkan server pusat (sentralisasi) untuk menyimpan data, tapi semua informasi dan transaksi tersimpan menyebar dalam semua jaringan (desentralisasi).
Blockchain dimaksudkan untuk mengatasi segala kekurangan yang dimiliki oleh teknologi internet sebelumnya dengan menjalankan transaksi yang transparan, instan tanpa harus bergantung pada pihak ketiga. Pada awalnya, blockchain digunakan untuk menjalankan transaksi uang digital (cyrptocurrency) bitcoin. Namun dalam perkembangan selanjutnya, sistem blockchain juga digunakan dalam transaksi uang digital lainnya.
Ditemukannya teknologi blockchain telah membuka ruang bagi perkembangan internet yang semakin cerdas dan juga menguntungkan semua pihak. Pada 2016, media sosial baru bernama Steemit diperkenalkan oleh Ned Scot dan Dan Larimer. Steemit adalah platform media sosial berbasis blockchain yang menyediakan reward bagi para penggunanya.
Meskipun tidak memiliki data akurat, tapi setidaknya sampai tahun 2018 diperkirakan sudah ada dua ribuan pengguna Steemit di Indonesia. Dari angka tersebut, pengguna terbanyak berasal dari Aceh, diikuti oleh Bandung dan kemudian Jakarta. Memang sejauh ini, Steemit belum dikenal luas seperti media sosial lainnya, tapi bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan platform ini akan mengimbangi keberadaan facebook, twitter dan instagram.
Sekilas Steemit
Steemit adalah platform media sosial berbasis teknologi blockchain yang menyediakan reward bagi kreator konten melalui mekanisme upvote. Tombol upvote di platform Steemit memiliki kesamaan fungsi dengan tombol like di facebook. Perbedaannya terletak pada reward, di mana facebook sama sekali tidak menyediakan reward (penghargaan) kepada pemilik konten (postingan), sementara Steemit menyediakan reward (bayaran) dalam bentuk
(uang digital) kepada setiap konten yang mendapat upvote dari pengguna lain.
Uniknya lagi, tidak hanya pemilik konten (kreator konten), Steemit juga menyediakan reward kepada kurator yang melakukan kurasi (penilaian/ upvote) terhadap konten pengguna lain. Singkatnya kreator konten dan kurator konten sama-sama mendapatkan reward dalam bentuk cyrptocurrency (Steem dan Steem Blockchain Dollar). Reward adalah ciri khas Steemit yang tidak dimiliki oleh media sosial lainnya.
Mengutip Risman Rachman, seorang pengguna Steemit di Banda Aceh, facebook dan media sosial lainnya hanya memberikan reward ilusi dalam bentuk like dan love, sementara Steemit memberikan reward konkret yang dapat dicairkan.
Saya sendiri sudah bergabung dengan Steemit sejak empat bulan lalu dan sudah mendapatkan reward sekitar $70 Steem Blockchain Dollar dan 25 Steem yang jika dikonversikan ke rupiah (IDR) berkisar Rp. 4.750.000 untuk harga crypto per 9 Mei 2018. Keberadaan reward inilah yang telah mendorong beberapa penulis, termasuk saya, untuk bergabung dengan platform Steemit.
Kelebihan lainnya yang dimiliki Steemit adalah menutup ruang bagi konten (tulisan/foto) plagiat. Steemit menghendaki konten yang benar-benar orisinal dan terbebas dari pelanggaran hak cipta. Jika ada konten plagiat tanpa menyebutkan sumber, maka akan secara otomatis dideteksi oleh robot bernama Cheetah.
Demikian pula dengan ujaran kebencian dan hoax pun akan terseleksi dengan sendirinya melalui sistem kerja Steemit. Di Steemit disediakan tombol flag (bendera) yang berfungsi memberikan punishment kepada konten-konten hoax dan SARA. Konsekwensi mendapatkan flag ini, reputasi si pengguna akan secara otomatis down (turun peringkat).
Kebangkitan Literasi
Dari hasil riset kecil-kecilan yang saya lakukan dalam beberapa bulan terakhir, saya melihat bahwa kehadiran Steemit telah mampu membangkitkan semangat literasi, khususnya bagi pengguna Steemit itu sendiri. Dari beberapa pengguna yang sebelumnya tidak pernah, atau bahkan tidak mampu menulis, saat ini telah produktif menghasilkan konten setiap hari. Memang pada awalnya mereka hanya termotivasi dengan reward, tapi dalam perjalanannya, mereka sudah mulai belajar untuk memperbaiki kualitas tulisan.
Di Aceh sendiri, sudah ramai wartawan yang bergabung dalam Steemit, khususnya wartawan media online yang selama ini tidak memperoleh penghasilan yang memadai dari media tempat mereka bekerja. Beberapa penulis produktif di Aceh dan Jakarta pun sudah memilih Steemit sebagai media sosial alternatif di tengah melimpahnya penyebaran hoax melalui media sosial “konvensional.”
Saya melihat Steemit sebagai platform media sosial yang dapat membangkitkan semangat literasi di Indonesia. Steemit memberi peluang kepada seluruh masyarakat untuk menyebarkan informasi-informasi positif, bebas dari hoax dan tentunya terbuka peluang untuk mendapatkan reward dari karya-karyanya yang orisinal.
Kita berharap semoga kehadiran media sosial baru bernama steemit dapat semakin menumbuhkan semangat literasi di Indonesia sehingga sebaran hoax dan ujaran kebencian dapat diminimalisir.
Artikel ini sudah terbit di Harian Waspada Medan.
Foto: blockchainmedia.id |
Bireuen, 11 Mei 2018
Zaman terus bergerak cepat. Perubahan-perubahan pun terus terjadi tiada henti. Penemuan-penemuan baru hampir setiap saat menghiasi pemberitaan media. Kebangkitan teknologi pun semakin melaju pesat. Kondisi ini semakin membenarkan pernyataan Tariq Ramdan bahwa dunia di abad modern sudah menjelma sebagai sebuah desa. Facebook misalnya, telah sukses menghubungkan manusia dari berbagai belahan dunia. Tidak ada lagi yang jauh, semuanya telah dekat dan merapat melalui inovasi teknologi informasi.
Dari beberapa catatan dapat diketahui bahwa internet sudah mulai masuk ke Indonesia pada era 1990an dengan penyedia layanan dan pengguna yang sangat terbatas. Dalam beberapa tahun berikutnya internet pun semakin berkembang dengan munculnya sejumlah warung internet (warnet) di beberapa daerah di Indonesia. Tidak berhenti di sini, gerak perkembangan internet terus mencapai puncaknya dalam beberapa tahun terakhir dengan ditemukannya smartphone pada era 2000-an.
Pada perkembangan selanjutnya, tahun 2009 lalu, Satoshi Nakamoto menemukan teknologi blockhchain yang tidak membutuhkan server pusat (sentralisasi) untuk menyimpan data, tapi semua informasi dan transaksi tersimpan menyebar dalam semua jaringan (desentralisasi).
Blockchain dimaksudkan untuk mengatasi segala kekurangan yang dimiliki oleh teknologi internet sebelumnya dengan menjalankan transaksi yang transparan, instan tanpa harus bergantung pada pihak ketiga. Pada awalnya, blockchain digunakan untuk menjalankan transaksi uang digital (cyrptocurrency) bitcoin. Namun dalam perkembangan selanjutnya, sistem blockchain juga digunakan dalam transaksi uang digital lainnya.
Ditemukannya teknologi blockchain telah membuka ruang bagi perkembangan internet yang semakin cerdas dan juga menguntungkan semua pihak. Pada 2016, media sosial baru bernama Steemit diperkenalkan oleh Ned Scot dan Dan Larimer. Steemit adalah platform media sosial berbasis blockchain yang menyediakan reward bagi para penggunanya.
Meskipun tidak memiliki data akurat, tapi setidaknya sampai tahun 2018 diperkirakan sudah ada dua ribuan pengguna Steemit di Indonesia. Dari angka tersebut, pengguna terbanyak berasal dari Aceh, diikuti oleh Bandung dan kemudian Jakarta. Memang sejauh ini, Steemit belum dikenal luas seperti media sosial lainnya, tapi bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan platform ini akan mengimbangi keberadaan facebook, twitter dan instagram.
Sekilas Steemit
Steemit adalah platform media sosial berbasis teknologi blockchain yang menyediakan reward bagi kreator konten melalui mekanisme upvote. Tombol upvote di platform Steemit memiliki kesamaan fungsi dengan tombol like di facebook. Perbedaannya terletak pada reward, di mana facebook sama sekali tidak menyediakan reward (penghargaan) kepada pemilik konten (postingan), sementara Steemit menyediakan reward (bayaran) dalam bentuk
(uang digital) kepada setiap konten yang mendapat upvote dari pengguna lain.
Uniknya lagi, tidak hanya pemilik konten (kreator konten), Steemit juga menyediakan reward kepada kurator yang melakukan kurasi (penilaian/ upvote) terhadap konten pengguna lain. Singkatnya kreator konten dan kurator konten sama-sama mendapatkan reward dalam bentuk cyrptocurrency (Steem dan Steem Blockchain Dollar). Reward adalah ciri khas Steemit yang tidak dimiliki oleh media sosial lainnya.
Mengutip Risman Rachman, seorang pengguna Steemit di Banda Aceh, facebook dan media sosial lainnya hanya memberikan reward ilusi dalam bentuk like dan love, sementara Steemit memberikan reward konkret yang dapat dicairkan.
Saya sendiri sudah bergabung dengan Steemit sejak empat bulan lalu dan sudah mendapatkan reward sekitar $70 Steem Blockchain Dollar dan 25 Steem yang jika dikonversikan ke rupiah (IDR) berkisar Rp. 4.750.000 untuk harga crypto per 9 Mei 2018. Keberadaan reward inilah yang telah mendorong beberapa penulis, termasuk saya, untuk bergabung dengan platform Steemit.
Kelebihan lainnya yang dimiliki Steemit adalah menutup ruang bagi konten (tulisan/foto) plagiat. Steemit menghendaki konten yang benar-benar orisinal dan terbebas dari pelanggaran hak cipta. Jika ada konten plagiat tanpa menyebutkan sumber, maka akan secara otomatis dideteksi oleh robot bernama Cheetah.
Demikian pula dengan ujaran kebencian dan hoax pun akan terseleksi dengan sendirinya melalui sistem kerja Steemit. Di Steemit disediakan tombol flag (bendera) yang berfungsi memberikan punishment kepada konten-konten hoax dan SARA. Konsekwensi mendapatkan flag ini, reputasi si pengguna akan secara otomatis down (turun peringkat).
Kebangkitan Literasi
Dari hasil riset kecil-kecilan yang saya lakukan dalam beberapa bulan terakhir, saya melihat bahwa kehadiran Steemit telah mampu membangkitkan semangat literasi, khususnya bagi pengguna Steemit itu sendiri. Dari beberapa pengguna yang sebelumnya tidak pernah, atau bahkan tidak mampu menulis, saat ini telah produktif menghasilkan konten setiap hari. Memang pada awalnya mereka hanya termotivasi dengan reward, tapi dalam perjalanannya, mereka sudah mulai belajar untuk memperbaiki kualitas tulisan.
Di Aceh sendiri, sudah ramai wartawan yang bergabung dalam Steemit, khususnya wartawan media online yang selama ini tidak memperoleh penghasilan yang memadai dari media tempat mereka bekerja. Beberapa penulis produktif di Aceh dan Jakarta pun sudah memilih Steemit sebagai media sosial alternatif di tengah melimpahnya penyebaran hoax melalui media sosial “konvensional.”
Saya melihat Steemit sebagai platform media sosial yang dapat membangkitkan semangat literasi di Indonesia. Steemit memberi peluang kepada seluruh masyarakat untuk menyebarkan informasi-informasi positif, bebas dari hoax dan tentunya terbuka peluang untuk mendapatkan reward dari karya-karyanya yang orisinal.
Kita berharap semoga kehadiran media sosial baru bernama steemit dapat semakin menumbuhkan semangat literasi di Indonesia sehingga sebaran hoax dan ujaran kebencian dapat diminimalisir.
Artikel ini sudah terbit di Harian Waspada Medan.
loading...
Post a Comment