Propaganda Ruwaibidhah
Oleh: Khairil Miswar
Bireuen, 11 April 2015
Ilustrasi Pendusta. Sumber: voa-islam.com |
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].
Al-Quran memerintahkan kita untuk kritis terhadap berbagai informasi, apalagi jika informasi tersebut disampaikan oleh orang asing yang tidak jelas asal-usulnya. Di sisi lain, Allah juga telah menganugerahkan akal kepada kita – sebagai pembeda antara kita dengan “saudara” semakhluk lainnya yang berstatus “hewan” dan “berkaki empat”. Jika potensi akal yang telah dianugerahkan oleh Allah tidak kita gunakan dengan baik, maka tidak ada bedanya kita dengan mereka (hewan) yang tak pernah mengenal peradaban.
Pendusta
Di antara ciri-ciri orang munafiq yang disebut oleh Nabi adalah berkata dusta. Berdusta adalah salah satu indikator yang bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai kemunafiqan seseorang. Orang munafiq lebih berbahaya dari orang kafir, karena orang kafir jelas kekafirannya, tetapi orang munafiq menyamarkan kekafirannya sehingga dengan mudah saja si munafiq mengelabui kaum muslimin. Tokoh munafiq paling populer sepanjang sejarah kaum muslimin adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Orang-orang munafiq akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya. Tidak ada pantangan dalam kehidupan orang munafiq, semuanya serba boleh. Jika yang ditemuinya adalah masyarakat awam, maka si munafiq akan memanfaatkan “kebodohan” si awam tersebut guna mencapai tujuannya. Begitu pula jika yang dijumpainya adalah orang ‘alim, si munafiq tidak akan kehilangan akal, dia justru mencari celah dengan memanfaatkan “kekeliruan” dan “kesilapan” orang alim tersebut untuk kemudian dilestarikan dan dijadikan sebagai senjata untuk membodohi umat.
Orang munafiq akan tetap dan terus ada dalam kehidupan kita sampai dunia ini “digulung” oleh Allah. Dia menebar kebohongan dari panggung ke panggung. Dia akan terus menusuk “punggung” kaum muslim, dengan perlahan.
Suka Aneh-Aneh
Diakui atau pun tidak, sebagian masyarakat kita di Aceh sangat doyan dengan hal-hal aneh. Semakin tinggi tingkat keanehan, maka semakin tinggi pula daya pengaruhnya. Semakin ditipu, maka semakin percaya. Semakin dibodohi, semakin tepuk tangan. Begitulah.
“Kecintaan” sebagian orang Aceh terhadap hal-hal aneh, bukanlah omong kosong, tapi ia terus berlangsung dari waktu ke waktu. Dulu, saat masih di bangku sekolah, sekira dua puluh tahun lalu, penulis teringat dengan “Ie Ubat Awe Geutah” yang pernah menghebohkan Aceh, khususnya di Bireuen. Waktu itu, Jeuregen menjadi barang langka dan laku keras di pasaran. Jeuregen tersebut dijadikan sebagai tempat untuk menampung air “mujarab” dari Awe Geutah yang katanya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Sejauh mana kebenaran bahwa air tersebut dapat menyembuhkan penyakit, wallahu a’lam. Yang jelas, desa Awe Geutah saat itu banjir pengunjung.
Demikian pula ketika tersiar kabar bahwa ada seorang tabib yang kononnya memiliki aliran listrik dalam tubuhnya dan dapat menyembuhkan penyakit dengan aliran listrik tersebut, maka rumah tabib itu pun penuh dengan pengunjung. Percaya ataupun tidak, demikianlah perilaku sebagian masyarakat kita. Hobi dengan hal-hal aneh.
Seandainya sekarang penulis menggali sumur di belakang rumah dan memodifikasi sumur tersebut sehingga mampu mengeluarkan asap, kemudian mengumumkan kepada masyarakat bahwa sumur tersebut keramat, maka penulis yakin, “ramai” masyakarat kita yang akan berbondong-bondong datang ke sumur tersebut. Han ek takhem.
Propaganda “Si Munafiq”
Kondisi sebagian masyarakat Aceh yang lagee boh trueng lam ji-e (mudah goyah) secara tidak langsung telah memberi peluang kepada “geng-geng munafiq” untuk melakukan propaganda murahan di Aceh. Semakin “aneh” isu yang dilemparkan oleh si munafik, maka penonton pun semakin ramai.
Beberapa waktu terakhir, Aceh sempat dibuat heboh dengan kemunculan seorang “Da’i Kondang” yang mengaku bernama I Gusti Ilham Ramadhani. Bagaikan artis yang lagi naik daun, Ilham Ramadhani yang mengaku sebagai mantan pendeta dan juga presiden misionaris Asia dengan lancarnya melanglang buana hampir ke seluruh Aceh. Oleh sebagian besar masyarakat, Ilham sudah dianggap sebagai “pahlawan besar” karena diyakini telah berhasil membongkar berbagai bentuk agenda misionaris di Aceh.
Dari “mulut” Ilham-lah muncul berbagai informasi unik yang berhasil “menggemparkan” sebagian daerah di Aceh. Tersebarnya sejumlah nama pendeta asal Aceh yang mayoritasnya berasal dari Pidie juga diduga berasal dari informasi Ilham. Demikian pula dengan “sibuknya” sebagian ibu-ibu untuk “memusnahkan” Tupperwere juga disebabkan oleh “fatwa konyol” dari Mas Gusti Ilham. Munculnya kecurigaan berlebihan terhadap berbagai LSM juga bersambung “sanadnya” kepada riwayat yang disampaikan oleh Ilham. Berbagai isu yang dihembuskan oleh Ilham “laku keras” di Aceh, tidak ada yang berani membantah, karena takut dituduh murtad. (Baca: Keledai dan Panik Sindrom).
Sosok Ilham tidak hanya mampu “mengelabui” masyarakat awam, tapi juga berhasil “menghipnotis” (untuk tidak menyebut menipu) sebagian kalangan intelektual di Aceh, kononnya Ilham pernah mengisi ceramah di Universitas Almuslim Bireuen. Luar biasa.
Bahkan, uniknya lagi, tersiar kabar Radio Meugigo, bahwa di sebuah desa di Aceh, Ilham diminta untuk merajah air yang kemudian diminum oleh beberapa warga. Apakah adegan ini sebuah bentuk tabarruk terhadap Ilham, wallahu a’lam, tapi begitulah yang terjadi.
Mewaspadai Ruwaibidhah
Baru-baru ini, media mengabarkan bahwa informasi yang disebarkan oleh Ilham ternyata palsu dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Selepas kabar ini tersiar, barulah muncul berbagai tanggapan dan kecaman dari berbagai pihak. Cacian dan kutukan kepada Ilham pun berhamburan, khususnya di media sosial (Facebook). Padahal, sebelumnya, Ilham disanjung hampir di seluruh Aceh, dianggap sebagai tokoh genius, hebat dan bahkan “keramat”.
Sebagai umat Islam, tentunya kita pernah mendengar nama Ruwaibidhah. Kita telah diingatkan bahwa akan datang suatu masa, di mana pembohong dibenarkan dan orang jujur dianggap pembohong. Pada saat itulah Ruwaibidhah akan bicara. Ruwaibidhah adalah orang bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak.
Jika kita tidak mau “berguru” kepada sejarah, maka selamanya kita akan mudah kena tipe (tipu). Kita lupa kepada falsafah cep-cep (mencicipi) yang diajarkan oleh orang tua kita. Kita cuma rajin cep-cep makanan, tapi kita tidak pernah mencep-cep informasi yang kita dapat. Wallahu A’lam.
loading...
Post a Comment