Konflik Islam dan Hindu di India

Oleh: Khairil Miswar

Bireuen, 17 Juni 2022

Foto: BBC
Nupur Sharma, seorang politisi India dan juga juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP) dikabarkan mengolok-olok al-Quran dan juga menghina Nabi Muhammad dalam sebuah video di saluran televisi. Namun belakangan video itu telah dihapus. Dia berdalih bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad ini dilatari oleh keinginannya untuk melawan aksi penghinaan terhadap Dewa Shiva yang dilakukan Muslim. Aksi penghinaan serupa juga dilakukan politisi Hindu lainnya, Naveen Jindal. Informasi terakhir menyebut bahwa Partai Bharatiya Janata telah menjatuhkan skorsing kepada Sharma dan juga mengeluarkan Jindal dari partai.

Pernyataan kontroversial yang diucapkan Sharma dan Jindal kemudian memicu kemarahan dunia Muslim dengan menyebut pernyataan itu sebagai manifestasi dari Islamofobia. Di India sendiri, penghinaan itu disikapi dengan aksi protes oleh komunitas Muslim negara itu yang berujung kerusuhan. Akibatnya 400 orang ditangkap dan dua orang tewas ditembak polisi karena tuduhan terlibat kerusuhan. Seperti dikabarkan sejumlah media, demonstrasi itu sendiri tersebar di Delhi, Uttar Pradesh, Jharkand, Karnataka, Benggala, Telangana, Gujarat, Bihar dan Hyderabad. Para demonstran melakukan aksi lempar batu dan juga membakar beberapa kendaraan. Sikap keras pihak kepolisian India juga terlihat dalam aksi mereka yang merobohkan beberapa rumah para aktivis yang dituduh terlibat kerusuhan.

Jauh sebelum kejadian itu berlangsung Human Right Watch dan Amesty Internasional telah mengeluarkan pernyataan bahwa Muslim India kerap menjadi sasaran diskriminasi di negara itu. Bahkan, kedua organisasi HAM tersebut menyebut Partai BJP yang dipimpin Perdana Menteri India, Narendra Modi, telah memberi peluang bagi terjadinya ujaran kebencian terhadap Muslim. Pernyataan dari dua organisasi ini juga dikuatkan oleh laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang menyebut adanya peningkatan pelanggaran HAM di India.

Laporan lainnya menyebut bahwa sentimen antiMuslim tampak meningkat di bawah pemerintahan Narendra Modi dan BJP. Seperti diketahui pada 2019, Parlemen India mengeluarkan UU Amandemen Kewarganegaraan yang diskriminatif terhadap Muslim di mana akan berdampak pada hilangnya kesempatan bagi Muslim untuk mendapatkan status kewarganegaraan karena amandemen tersebut telah menjadikan agama sebagai dasar kewarganegaraan.

Akar Konflik

Dalam situs study.com, disebutkan bahwa India dalam sejarahnya memiliki tradisi ketegangan agama yang cukup panjang di mana salah satunya adalah ketegangan antara Hindu dan Muslim yang sudah berlangsung selama berabad-abad. Konflik ini telah dimulai sejak Islam masuk dan berkembang di Semenanjung India pada awal tahun 700-an. Pada abad ke 20 konflik dua agama ini kian memuncak yang kemudian berdampak pada terpecahnya koloni Inggris menjadi dua negara: India dan Pakistan.

Beberapa akademisi seperti dikutip Pillamarri dalam The Diplomat menyebut bahwa identitas Muslim dan Hindu di India dibentuk oleh kolonial Inggris sehingga setiap konflik yang terjadi antara kedua entitas tersebut dianggap sebagai konsekuensi dari kebijakan devide et impera yang dibangun oleh Inggris di masa lalu. Menurutnya, kondisi demikian tidak terjadi sebelum abad 19, di mana saat itu semua komunitas agama di India hidup dengan harmoni tanpa ada konflik yang berarti.

Sementara itu, Muhammad Ali Jinnah memamaparkan pemandangan yang berbeda. Dia mengatakan bahwa Islam dan Hindu memiliki filosofi agama, kebiasaan sosial dan tradisi sastra yang berbeda. Kedua entitas ini tidak melakukan kawin campur dan tidak pula makan bersama sebagai konsekuensi dari perbedaan itu. Jinnah secara tegas menyatakan bahwa Hindu dan Muslim berangkat dari dua peradaban yang berbeda dan bahkan saling bertentangan sehingga membuka peluang bagi munculnya konflik.

Apa yang disampaikan Jinnah tersebut selaras dengan konteks historis, di mana ekspansi Muslim ke Semenanjung India di masa lalu telah dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi Hinduisme, meskipun secara faktual sejumlah umat Hindu India kemudian menganut Islam. Ketegangan Hindu-Muslim di antaranya dilatari oleh beberapa kebijakan kerajaan Muslim yang dikecam oleh penganut Hindu di India.

Ajay Verghese dalam artikelnya (scroll.in) menyebut kebijakan pajak kepada non Muslim di India yang dikeluarkan penguasa Mughal kala itu telah membuka ruang konflik dengan tokoh-tokoh Hindu. Dia juga mengkritisi teori devide et impera yang dikemukakan oleh beberapa sarjana yang menyebut konflik Hindu Muslim muncul selama era kolonial. Menurutnya, konflik kedua agama ini adalah fenomena pra kolonial dengan merujuk pada pertempuran abad ke 17 antara Kerajaan Mughal (Muslim) dan Maratha (Hindu). Artinya konflik kedua agama telah dimulai di fase ini. Namun di abad modern Islam dan Hindu mencoba hidup berdampingan, tapi sayangnya keberdampingan kedua agama ini berada dalam sistem yang rapuh sehingga ketegangan dan konflik tidak bisa dihindari. 

Dalam konteks kekinian, kemunculan BJP di India juga telah memberikan kontribusi tersendiri bagi lestarinya konflik di negara itu. Putri dalam artikelnya (Jurnal Khazanah, Vol 12 No. 1, 2022) menulis bahwa, meskipun India secara eksplisit menyatakan memisahkan antara urusan agama dan negara (sekular), namun sejak kemunculan BJP, militansi kaum Hindu di India semakin kuat. BJP dengan simbol bunga teratainya secara tegas dan terang-terangan mengeksploitasi primordialisme Hindu untuk meneguhkan dominasinya di India. Hal ini selaras dengan laporan Human Right Watch dalam situsnya hrw.org yang menginformasikan bahwa nasionalisme Hindu yang dibangun oleh BJP telah menyusup ke dalam lembaga-lembaga independen seperti polisi dan pengadilan sehingga peluang terjadinya diskriminasi terhadap Muslim kian besar. Tidak hanya itu, BJP juga memberdayakan beberapa kelompok nasionalis Hindu untuk mengancam dan menyerang minoritas agama di sana, khususnya Muslim. Bahkan, sejak BJP dan Narendra Modi berkuasa, ia telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang melegitimasi diskriminasi terhadap minoritas.

Di sini terlihat jelas bahwa konflik Hindu-Muslim yang telah berlangsung selama berabad-abad di India semakin menemukan momentumnya dalam pemerintahan Narendra Modi dengan BJPnya. Pernyataan Nupur Sharma dan Naveen Jindal hanyalah bagian kecil dari bentuk militanisme Hindu yang dibentuk oleh BJP yang berkuasa di India. Dengan kata lain, skorsing dan pemecatan politisi antiMuslim yang dilakukan oleh pemerintah India hanyalah sebuah upaya untuk menjaga stabilitas politik dan juga juga bentuk “cuci muka” di depan masyarakat internasional, bukan dilatari oleh niat baik untuk menghentikan diskriminasi dan Islamofobia.


Artikel ini sudah terbit Harian Waspada

loading...

No comments