Islam, Antara Syari'at dan Tabi'at
Oleh: Khairil Miswar
Bireuen, 25 Februari 2012
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tabiat diterjemahkan sebagai; (1) perangai, (2) watak, (3) budi pekerti, (4) perbuatan yang selalu dilakukan, (5) kelakuan dan (6) tingkah laku (Kamus: 2003; 1116). Dalam Kamus Arab-Melayu kata “thabi’ah juga diartikan sebagai perangai atau tabi’at (Marbawi; 356)
Secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa tabiat adalah sebuah perilaku yang berlangsung dalam rentang waktu tertentu sehingga lambat-laun menjadi kebiasaan. Tabiat itu sendiri ada yang baik dan ada yang buruk. Dalam bahasa Aceh kata tabiat sudah menjadi bahasa sehari – hari yang sudah sering digunakan hampir dalam setiap percakapan.
Islam adalah Syari’at
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan oleh Allah Swt kepada hamba terpilih Muhammad Saw melalui wahyu yang dibawakan oleh Ruhul Amin Jibril ‘Alaihissalam. Pada masal awal Islam ayat – ayat Allah tersebut tersimpan dalam hati para shahabat yang mulia. Pada masa berikutnya ketika banyak shahabat yang syahid di medan jihad, Umar bin Khattab ra menyarankan kepada Abu Bakar As-Shiddiq ra untuk mengumpulkan seluruh ayat Al-Quran dalam satu Mushaf. Meskipun sempat terjadi perbedaan pandangan diantara mereka waktu itu, namun akhirnya Abu Bakar ra sepakat dengan saran Umar ra untuk membukukan Al-Quran.
Al-Quran adalah kitab suci yang merupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam. Disamping Al – Quran, Nabi Saw juga meninggalkan yang hampir serupa dengan Al-Quran yaitu Hadits atau Sunnah yang merupakan sumber hukum kedua yang harus dipegang oleh setiap muslim. Dalam sebuah hadits Rasul yang mulia Muhammad Saw juga menegaskan kepada umatnya bahwa beliau Saw meninggalkan dua perkara kepada umatnya yakni Al-Quran dan Sunnah. Beliau menjamin bahwa kita tidak akan tersesat apabila berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah.
Islam adalah sebuah syari’at yang berlandaskan kepada kedua sumber tersebut, tidak perlu menambah apalagi mengurangi syari’at yang sudah ada. Mengamalkan apa yang sudah dicontohkan oleh Rasul dan para shahabat adalah lebih baik dan lebih berguna. Setiap bentuk amalan sudah diatur secara mendetail dalam Al-Quran dan sunnah. Mengamalkan yang sudah ada saja terkadang kita masih belum mampu, lantas kenapa kita harus berkreasi menambah sesuatu yang tidak pernah ada padanya.
Islam adalah agama langit, bukan agama para petapa. Untuk memahami Islam secara komprehensif kita dituntut untuk belajar. Ajaran Islam tidak akan bisa kita dapatkan dari mimpi ataupun melalui proses semedi. Seorang shahabat Nabi Saw yang bernama Abdullah bin Abbas ra pernah didoakan oleh Nabi Saw agar Allah Swt memberikan ilmu kepadanya. Namun sejarah telah mencatat bahwa Ibnu Abbas ra tidak berpangku tangan ataupun duduk manis saja karena telah didoakan oleh Nabi Saw. Dengan semangatnya Ibnu Abbas terus mencari ilmu dengan cara menjumpai para shahabat senior dalam rangka belajar sehingga beliau menjadi ‘alim.
Antara Syari’at dan Tabi’at
Apabila dilihat sepintas kata syari’at dan tabi’at hampir sama dari segi ucapannya. Kedua kata tersebut diakhiri dengan ‘ain dan ta (dibaca ‘ah). Namun demikian kedua kata ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Seperti penulis sebutkan diawal tulisan ini bahwa tabi’at adalah sebuah perilaku atau perangai yang lahir dari sebuah kebiasaan. Pada kondisi tertentu tabi’at yang sudah berlangsung turun-temurun seolah menjadi sebuah kebenaran yang terus dipertahankan oleh sebagian orang. Jika tabi’at itu baik dan benar memang sudah sepantasnya dipertahankan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Namun jika tabi’at itu buruk dan bertentangan dengan aturan yang ada, menurut penulis sudah sepatutnya tabi’at itu dirubah dan ditinggalkan agar tidak diikuti oleh generasi setelah kita.
Sumber: sohoque.com |
Sebagai seorang muslim kita dituntut taat dan patuh kepada syari’at yang sudah dibawa oleh Rasul yang mulia Muhammad Saw. Kita tidak diberi hak untuk melakukan protes terhadap syari’at yang sudah jelas. Jangan sampai kita diperbudak oleh tabi’at yang terkadang bertentangan dengan syari’at. Salah satu tugas syari’at adalah memperbaiki tabi’at. Jangan sampai sebaliknya malah syari’at kita paksakan untuk mengikuti tabi’at yang notabene berasal dari hawa-nafsu. Wallahu Waliyut Taufiq.
loading...
Post a Comment