Bireuen dalam Revolusi Kemerdekaan RI (1945-1949)
Oleh:
Khairil Miswar
Menulis sejarah
bukanlah hal mudah, butuh ketelitian dan kejelian dalam menangkap makna
berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau. Berbeda halnya dengan menulis
novel yang hanya bergantung kepada imanjinasi dan daya khayal seorang penulis.
Dalam sebuah novel, seorang penulis memiliki “kekuasaan mutlak” sebagai dalang
yang akan menentukan arah cerita. Hal ini tentunya tidak berlaku dalam
penulisan sejarah, di mana data dan fakta menjadi “ratu” yang tidak bisa
diabaikan.
Para
penulis sejarah sering kali dihadapkan kepada “kebuntuan” ketika data yang
dibutuhkan tidak tersedia. Uniknya lagi, ketika data ditemukan, penulis sejarah
kembali dihadapkan kepada “kebingungan” dalam “menshahihkan” sumber-sumber
sejarah yang sebagiannya bersifat subjektif. Dalam kondisi ini, seorang penulis
sejarah dituntut untuk melakukan “ijtihad” secara adil dan objektif agar
konstruksi sejarah itu dapat disajikan secara utuh, tepat dan substantif.
Sepintas tentang Bireuen
Bireuen adalah sebuah
kota kecil yang secara geografis terletak pada 09˚20` - 97˚21 BT dan 4˚54` -
05˚18` LU. Kabupaten Bireuen terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun
1999 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten
Simeulue (Lembar Negara Tahun 2000 Nomor 75, Tambahan Lembar Negara Nomor
3963). Luas Kabupaten Bireuen adalah 194,864 km2. Dari data perkecamatan yang
terluas adalah Kecamatan Peudada yaitu 39,132 km2 dan kecamatan yang terkecil
luas wilayahnya adalah Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, yaitu 7.563 km.
Kabupaten Bireuen berbatasan dengan
selat Malaka di sebelah utara dan berbatasan dengan Bener Meriah di bagian
selatan. Adapun sebelah timur berbatasan dengan Aceh Utara dan sebelah barat
dengan Pidie Jaya (Acehpedia.com).
Selain dikenal sebagai
kota transit dan kota dagang, Bireuen juga disebut-sebut sebagai kota yang
banyak menyimpan kisah sejarah, khususnya dalam era revolusi kemerdekaan. Untuk
dapat menyajikan sejarah Bireuen secara utuh tentu sangat sulit, mengingat
minimnya literatur. Kondisi ini semakin diperparah dengan ketiadaan narasumber
yang dapat mengungkapkan sejarah Bireuen yang heroik secara detil dan rinci,
mengingat sebagian besar pelaku sejarah itu sendiri telah menghadap sang
Khaliq. Namun demikian, dalam artikel singkat ini, penulis akan berusaha
menggunakan segenap kemampuan untuk mengumpulkan potongan-potongan kisah yang
tersebar dalam berbagai literatur yang serba terbatas itu.
Perlu pula diketahui,
bahwa menyajikan sejarah Bireuen secara khusus adalah mustahil, mengingat
sejarah Bireuen dalam revolusi kemerdekaan tidak-lah berdiri sendiri dan tidak
terlepas dari sejarah Aceh pada umumnya. Demikian pula dengan sejarah Aceh juga
tidak terlepas dari rangkaian sejarah perjuangan rakyat Indonesia yang saling
berkait antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
Ada
banyak kisah dan peristiwa yang terjadi di Bireuen, baik sebelum, maupun pasca
revolusi kemerdekaan. Potongan-potongan kisah tersebut telah penulis rangkum
dan akan disajikan secara ringkas dalam artikel ini. Hal ini dimaksudkan untuk
melahirkan pemahaman yang komprehensif terkait kondisi Bireuen menjelang dan
pasca revolusi kemerdekaan serta menghilangkan segala “syubhat” disebabkan
informasi yang parsial.
Bireuen dan Perang Cumbok
Di awal-awal
kemerdekaan telah terjadi “fitnah besar” di Aceh, di mana ada sebagian pihak
yang dipelopori oleh Uleebalang Cumbok berniat ingin mengembalikan Belanda ke
Aceh. Telah terjadi pergesekan hebat antara pendukung Republik di bawah pimpinan
ulama PUSA dengan kubu Uleebalang di Lam Meulo Pidie. Titik klimaks dari
pergesekan tersebut adalah terjadinya pertempuran sesama anak bangsa di Lam
Meulo yang dimenangkan oleh kaum ulama.
M. Nur El Ibrahimy (1982), mengisahkan bahwa setelah berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke daerah Aceh, sebagaimana di daerah lainnya, di Bireuen juga didirikan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang kemudian berubah menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI). Di Bireuen juga timbul gerakan perjuangan lainnya yang terdiri dari kaum PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan Pemuda PUSA yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan Republik Indonesia. Selain PUSA dan PRI, di Bireuen juga dibentuk barisan-barisan bersenjata dengan tujuan yang sama. Di Juli, barisan bersenjata tersebut dipimpin oleh Ishak di bawah asuhan Keutjhik Beurahim dan di Kota Bireuen dipimpin oleh Raja Uma dari perkumpulan sopir Bireuen.
M. Nur El Ibrahimy (1982), mengisahkan bahwa setelah berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke daerah Aceh, sebagaimana di daerah lainnya, di Bireuen juga didirikan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang kemudian berubah menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI). Di Bireuen juga timbul gerakan perjuangan lainnya yang terdiri dari kaum PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan Pemuda PUSA yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan Republik Indonesia. Selain PUSA dan PRI, di Bireuen juga dibentuk barisan-barisan bersenjata dengan tujuan yang sama. Di Juli, barisan bersenjata tersebut dipimpin oleh Ishak di bawah asuhan Keutjhik Beurahim dan di Kota Bireuen dipimpin oleh Raja Uma dari perkumpulan sopir Bireuen.
Pada
saat itu, di Pidie telah terjadi pertentangan hebat antara kaum PUSA dan
Uleebalang. Namun demikian, ketika itu barisan-barisan bersenjata yang ada di
Bireuen sama sekali tidak berniat untuk menggempur Uleebalang. Hanya satu niat
yang ada dalam benak para pejuang Bireuen kala itu, yaitu mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Namun pada perkembangan selanjutnya, informasi dari
Pidie menyebutkan bahwa keadaan di sana semakin tegang disebabkan tindakan
Uleebalang Cumbok terhadap rakyat telah melampaui batas dan telah mengarah
kepada gerakan anti kemerdekaan Indonesia. Tgk. Muhammad Daud Beureue-eh selaku
pimpinan PUSA mengingatkan kepada barisan bersenjata di Bireuen untuk siap
sedia jika suatu saat datang instruksi untuk berangkat ke Lam Meulo.
Pada akhir bulan
Desember, Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh mengintruksikan kepada barisan
bersenjata di Bireuen untuk berangkat ke Pidie guna membantu barisan rakyat di
Garot yang sudah terdesak dengan serangan dari pasukan Cumbok. Saat itu juga
tersebar informasi bahwa tokoh-tokoh Cumbok telah melakukan berbagai usaha
untuk mengembalikan Belanda ke Aceh (Ibrahimy: 102).
Pada waktu tengah
berlangsungnya pertempuran hebat di wilayah Meureudu, di mana pasukan Cumbok
sedang mengamuk dengan bengisnya, tiba-tiba datanglah Tgk. Abdul Wahab
Seulimum ke Bireuen (Abdullah Arif, t.t). Setelah melaksanakan rapat di
Samalanga, akhirnya diputuskan bahwa seluruh barisan bersenjata di Bireuen akan
berangkat ke Pidie pada 6 Januari 1946 di bawah pimpinan Hasballah Haji. Adapun
barisan yang berangkat berasal dari Geurugok, Krueng Pandjoe, Djuli dan
Samalanga, sedangkan barisan rakyat dari Matangglumpangdua tidak ikut dalam
perjalanan tersebut. Menurut Ibrahimy, tidak berangkatnya rakyat di
Matangglumpangdua disebabkan adanya pengaruh dari T.T. Djohan Alamsyah yang
tidak ingin rakyatnya terlibat konflik (Ibrahimy: 102).
Tepatnya pada 12 Januari 1946, dilakukanlah serangan umum terhadap Kota Lam Meulo yang merupakan benteng terkuat pihak Cumbok. Keesokan harinya pada tanggal 13 Januari pasukan Barisan Rakyat berhasil memasuki Kota Lam Meulo.
Tepatnya pada 12 Januari 1946, dilakukanlah serangan umum terhadap Kota Lam Meulo yang merupakan benteng terkuat pihak Cumbok. Keesokan harinya pada tanggal 13 Januari pasukan Barisan Rakyat berhasil memasuki Kota Lam Meulo.
Kota Perdjoeangan
Menurut Husin Yusuf sebagaimana dicatat Alfian
(1982), berita tentang Proklamasi Kemerdekaan RI pertama sekali diketahui di
Bireuen pada 19 Agustus 1945, sedangkan di Kutaraja, berita kemerdekaan RI baru
diketahui pada 21 Agustus 1945. Pada akhir bulan Agustus 1945, sebagaimana
diungkapkan oleh Ramadhan dan Hamid Jabbar (1995), bahwa di Juli lahir satu
pasukan khusus yang berbentuk kavaleri. Pasukan tersebut dipimpin oleh Ishak
Ibrahim dan Teuku Mahmud dengan 500 pasukan. Pasukan yang diberi nama Barisan
Siap Sedia ini mempunyai persenjataan berupa 6 pucuk meriam besar dan kecil,
100 ekor kuda, senjata ringan dan 3 buah Bren Carrier. Dalam catatan Talsya
(1990b), disebutkan bahwa pembentukan pasukan tersebut berlangsung pada 31
Agustus 1945.Kolonel Husin Yusuf: Foto Buku Modal Revolusi |
Pada
12 Oktober 1945, di Kota Bireuen berlangsung rapat khusus dengan orang-orang
suku Ambon, Manado dan Jawa bekas interniran dengan tujuan memberikan
penjelasan tentang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 (A. Hasyimi, 1985). Sejak
tanggal 7 Januari 1947 di Bireuen berlangsung konferensi Pemimpin Divisi Gajah
I, Divisi Gajah II, Resimen Lasykar Rakyat Medan Area (RLRMA) dan
lasykar-lasykar rakyat Aceh lainnya. Dalam konferensi tersebut diputuskan untuk
membentuk Komando Medan Area (KMA) yang dipimpin oleh perwiran tentara RI. Kemudian
RLRMA dibubarkan dan menyerahkan pimpinan pertempuran Medan Area kepada KMA.
Selanjutnya KMA tersebut bertugas melaksanakan instruksi-instruksi dari
Komandemen Sumatera, yaitu merebut kembali tempat-tempat
yang diduduki oleh Belanda di Medan Area (Talsya, 1990a).
Pada tahun 1947, Divisi
Gajah I digabung bersama Divisi Gajah II menjadi TRI Divisi X Sumatera dan pada
Agresi Militer Belanda I bermarkas di Bireuen, sebagai panglima dan kepala
stafnya adalah Kolonel Husin Yusuf dan Kolonel Sitompul (Gade Ismail, 1993). Menurut
Zamzami (1990), dipilihnya kota Bireuen sebagai markas Divisi sangat tepat,
mengingat kota Bireuen cukup terawat, bersih dan penduduknya juga hiterogen. Pada
masa-masa revolusi kemerdekaan, Bireuen merupakan pusat berkumpulnya pemimpin
divisi dan resimen-resimen. Letak kota Bireuen sangat strategis untuk mengatur
taktik perlawanan terhadap Belanda. Bireuen kala itu adalah kota pangkalan
tempat mengatur siasat pertempuran, baik pertempuran di Aceh maupun pertempuran
di Medan Area. Tidak hanya itu, di Bireuen juga didirikan Komando Militer
Akademi Bireuen (KMA-Bireuen) sebagai lembaga pendidikan bagi calon perwira dan
bintara TRI dalam rangka mendobrak tentara Belanda di Medan Area.
Dengan tujuan untuk
mengimbangi ofensif Belanda dalam penyiaran berita-berita lewat udara, di
Bireuen, tepatnya di Krueng Simpo juga dipasang pemancar radio yang dikelola
langsung oleh Bagian Penerangan Divisi X TRI Komandemen Sumatera. Radio
tersebut, selain memancarkan siaran berbahasa Indonesia, juga menggunakan
bahasa asing, seperti Inggris, India, Arab, Cina, Belanda dan Urdu. Ketika Ibu
Kota RI diduduki oleh Belanda dan RRI Yogyakarta tidak berfungsi, pihak luar
negeri masih bisa mendengarkan siaran dan memantau hasil-hasil pertempuran
pejuang RI melalui Radio Rimba Raya (Zamzami, 1990: 352).
Peranan Radio
Perjuangan Rimba Raya yang strategis ini pula telah berhasil mengcounter suara
Radio Batavia di Betawi, Radio Belanda di Medan dan Hilversum di negeri Belanda
yang telah menafikan perjuangan rakyat Indonesia dengan menuduh Indonesia telah
koma (A.K. Jakobi, 1992).
Pada November 1945,
Persatuan Kaum Ibu Bireuen menyelenggarakan rapat umum di gedung Bioskop
Bireuen yang dihadiri oleh 5000 wanita. Dalam acara tersebut dibentangkan
tentang sejarah pergerakan kaum ibu di Indonesia sampai tercapai Indonesia
merdeka. Talsya juga mencatat kejadian unik yang terjadi di Bireuen saat itu,
di mana seorang wanita mendatangi kantor PRI (Pemuda Republik Indonesia) di
Bireuen dan meminta diberi kesempatan bergabung bersama pasukan pria untuk
bertempur dengan Jepang. Wanita itu membawa parang dan sebuah lembing serta
sebuah rencong yang terselip di pinggangnya (Talsya, 1990b: 126).
Pada 24 Desember 1945,
TKR, Lasykar Mujahidin dan Kesatria Pesindo dari Bireuen juga dikirimkan ke
Langsa untuk menghadapi tentara Jepang. Dalam peringatan 6 bulan berdirinya
Negara Republik Indonesia (NRI), di Bireuen digelar rapat umum dan pawai besar
yang dikunjungi oleh puluhan ribu rakyat dengan tekat berdiri teguh di belakang
Presiden serta siap sedia mempertahankan kedaulatan NRI.
Sekitar bulan Juni 1946 terlihat kesibukan di
Kota Bireuen dalam mengatur dan memberangkatkan para pejuang ke Medan Area.
Biro Angkutan Pejuang Kemerdekaan Indonesia bekerjasama dengan Persatuan Supir
Indonesia yang berpusat di Kota Bireuen telah mengirim serta mengangkut dua
kompi pasukan dari Batalyon IX dan 3 kompi Lasykar Mujahidin yang dipimpin oleh
M. Jusuf Tanoh Anoe. Selanjutnya, Persatuan Supir Indonesia di Bireuen juga
mengerahkan 15 kenderaan umum yang dipimpin oleh Ismail Muda Bireuen. Dalam
rombongan tersebut juga turut serta satu kompi pasukan Mujahidin pimpinan Nyak
Ali Pulo Drien Samalanga dan satu kompi Lasykar Rakyat Geulanggang Labu. Pada
giliran berikutnya juga dikirim 20 truk angkutan dengan 8 buah tank dan
dipimpin oleh M. Yusuf Ahmad yang dikenal dengan “Yusuf Tank”.
Upacara Pasukan di Bireuen Sebelum Berangkat ke Medan Area: Foto Ibrahim Alfian |
Selain
itu, pada 29 Januari 1947, di Bireuen juga berlangsung konferensi guru agama
dalam rangka memajukan pendidikan agama di seluruh Aceh. Kemudian pada 28
Februari 1947, di Bireuen juga dibentuk Serikat Guru Agama yang dipimpin oleh
Muhammad Ali Balwy.
Selama bulan Februari tersebut juga diberangkatkan 18 buah
truk berisi bahan makanan untuk para pejuang di Sumatera Timur. Selanjutnya
pada 16 Maret 1947, Persatuan Isteri Tentara Republik Indonesia (PITRI)
Keresidenan Aceh juga mengadakan rapat umum di gedung Bioskop Mawar Bireuen
untuk memberikan penerangan tentang kondisi terakhir di tanah air (Talsya, 1990a).
Kejadian
menarik lainnya yang terjadi di Bireuen pada masa revolusi kemerdekaan adalah
ikut berpartisipasinya warga Tionghoa dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Sebagaimana dicatat oleh Talsya, bahwa pada 17 Agustus 1947,
gabungan Perkumpulan Tionghoa Perantauan Bireuen menyumbang sejumlah f.75.000
kepada Dewan Pembantu Angkatan Darat di Bireuen. Pada upacara penyerahan
sumbangan tersebut, ketua GBTP Bireuen, Tio Moh Lam menyatakan bahwa penduduk
Tionghoa di Bireuen bersimpati kepada perjuangan bangsa Indonesia.
Rumah Kediaman Kolonel Husin Yusuf: Foto Talsya |
Pada
10 November 1947, di Bireuen juga berlangsung Peringatan Hari Pahlawan
bertempat di halaman kediaman Panglima TRI Divisi X, Kolonel Husen Yusuf.
Secara khusus, Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh selaku Gubernur Militer yang
berkedudukan di Banda Aceh juga turut hadir dalam upacara tersebut (Talsya,
1990a: 207).
Dalam
kunjungan pertamanya ke Aceh, Presiden RI pertama, Soekarno juga sempat
berpidato berapi-api di dalam Gedung Bioskop Bireuen untuk membangkitkan
semangat perjuangan masyarakat Aceh. Di antara sejumlah rapat umum yang pernah
digelar, yang paling banyak pengunjungnya adalah pada rapat umum di Bireuen. (Badruzzaman Ismail, 1994).
Gebrakan pertama
yang dilakukan oleh Presiden Soekarno ketika berada di Bireuen adalah melakukan
dialog terbuka dengan Gubernur Militer Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh yang
digelar di markas Divisi X TNI Komandemen Sumatera. Di Kota Bireuen inilah
Soekarno menegaskan tentang gawatnya situasi RI. Di Bireuen pula-lah untuk
pertama kalinya lahir sebutan Aceh sebagai daerah modal. Sebagai tindak lanjut
dialog Soekarno dengan Daud Beureu-eh di Kota Bireuen, maka lahirlah sebuah
perjanjian yang dikenal dengan “Bireuen Agreement” yang memuat rumusan dan
penjabaran kerangka strategi dasar “Perang Rakyat Semesta”. (Jakobi, 1992).
Presiden RI Pertama Soekarno
bersama para Pejuang
di Bireuen: Foto A. Jakobi |
Pada 13 Maret 1949,
atas inisiatif Letnan Kolonel Husin Yusuf dengan mengambil tempat di Lapangan
VOA Bireuen diadakan rapat raksasa dengan tujuan untuk memupuk kembali semangat
perjuangan 17 Agustus 1945, rapat tersebut dihadiri oleh 25 ribu orang. Dalam
pidatonya, Husin Yusuf membakar semangat rakyat Bireuen untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia yang ketika itu sedang berlangsung Agresi Militer Belanda
(Talsya, 1990).
DI TII di Bireuen
Meskipun Bireuen
memiliki kontribusi besar dalam mempertahankan eksistensi Indonesia di era
revolusi kemerdekaan, namun tidak selamanya perlakukan manis diterima oleh
masyarakat Bireuen. Dalam menghadapi pemberontakan Darul Islam (DI TII),
Pemerintah RI melalui serdadunya juga sempat menanam luka terhadap masyarakat
Bireuen yang pada masa revolusi kemerdekaan berada di garda terdepan dalam
mempertahankan eksistensi Indonesia.
A. H. Geulanggang
(1956), dalam bukunya, mengisahkan bahwa pada saat dilakukan operasi terhadap
DI TII, di Bireuen pernah bertugas seorang CPM (Polisi Militer) berasal dari
suku Batak bernama Letnan Tambunan yang dikenal dengan nama “si Black”. Dia
dikenal sangat buas dan sangat ditakuti oleh rakyat. Rakyat yang ditangkap
selama operasi, selain dipukul dan dianiaya juga dipaksa agar mengakui dirinya
sebagai anggota DI. Banyak masyarakat Bireuen yang dihukum dengan mengalirkan
listrik di tubuh dan kemaluan korban. Jika ada keluarga tahanan yang ingin
menebus disyaratkan untuk membayar uang sogokan. Tidak hanya itu, si Black dan
kawan-kawannya juga melakukan pemerkosaan terhadap para wanita di Bireuen.
Gelanggang (1956: 102),
juga menceritakan bahwa di Samalanga juga telah terjadi kebiadaban serupa yang
dipraktikkan oleh tentara Pemerintah. Masyarakat yang dicurigai sebagai anggota
DI ditangkap dan dipaksa untuk mengakui dirinya sebagai DI. Jika tidak mengaku
masyarakat tersebut dipukuli dan ditelanjangi. Kemudian ke dalam lubang
telinga, hidung, mulut, kemaluan dan dubur dimasukkan sumbu yang telah dibasahi
dengan bensin dan kemudian dibakar.
Nazaruddin Sjamsuddin
(1990), dalam bukunya Pemberontakan Kaum Republik, mengisahkan bahwa
pasukan pemerintah juga menangkap beberapa wanita di Bireuen yang dituduh
sebagai istri Kolonel Husin Yusuf, salah seorang pemimpin utama DI. Setelah
ditangkap mereka dipaksa untuk mengaku sebagai istri Husin Yusuf, tapi tidak
ada satu pun dari wanita tersebut yang mengaku.
Beberapa Kejadian Bersejarah di Bireuen
Peresmian
Normal Islam di Bireuen
27 Desember 1939: Foto M. Nur El Ibrahimy |
Konferensi Kasyafatul Islam di
Bireuen
Tahun 1941: Foto Ali Hasyimi |
Di samping kejadian-kejadian besar sebagaimana
telah dikemukakan di atas, masih banyak kejadian bersejarah lainnya yang
terjadi di Bireuen. Di antara kisah heroik pada masa pendudukan Jepang
(awal-awal kemerdekaan) adalah aksi perampasan senjata Jepang yang dilakukan
oleh para pejuang Bireuen di Krueng Panjo. Sebagaimana dicatat oleh Amran
Zamzami (1990), bahwa tidak kurang dari 300 pucuk senjata api milik Jepang
berhasil dirampas oleh para pejuang kita melalui pertempuran selama 3 hari di
Krueng Panjoe. Sekira 18 km dari Kota Bireuen, tepatnya di Geulanggang Labu
juga terjadi pertempuran hebat selama 3 jam antara para pejuang Bireuen dengan
tentara Jepang. Pasukan Jepang yang ada di Asrama Angkatan Udara Geulanggang
Labu menyerahkan 60 pucuk senjata api kepada para pejuang Aceh, kejadian tersebut
terjadi pada 22 November 1945.
Pada masa
pergerakan kemerdekaan di Bireuen, tepatnya di Kota Matangglumpangdua pada 5
Mei 1939 diadakan musyawarah besar alim ulama sehingga terbentuklah Persatuan
Ulama Seluruh Aceh (PUSA) dengan Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh sebagai ketua,
Tgk. Abdurrahman Meunasah Meucap sebagai wakil ketua dan Ampon Chiek Peusangan
sebagai pelindung. Di Bireuen juga didirikan sekolah PUSA yang diberi nama
Normal Islam (Hasan Saleh, 1992). Pada masa DI TII, akibat dikuasainya Kota
Takengon oleh pemberontak, untuk beberapa waktu Bupati Aceh tengah juga
terpaksa berkedudukan di Bireuen (Ariwiadi, t.t).
Foto Tentara Pelajar Iskandar Muda di Krueng Panjo: Foto A. Jakobi |
Kwartir
Besar Kasyafatul Islam (Kepanduan) juga pernah berkedudukan di Bireuen dengan
Ayah Gani sebagai ketua Kwartir Besar dan R. Hadi sebagai Kepala Staf Kwartir
Besar. Salah satu resimen Lasykar Mujahidin Divisi Teungku Chiek Di Tiro, yaitu
Resimen III juga berkedudukan di Bireuen. Pemancar Radio Perjuangan Divisi X
pada awalnya juga ditempatkan di Bireuen, tepatnya di Krueng Simpo (A. Hasyimi,
1985)
Bireuen Pasca Revolusi Kemerdekaan
Batee Kureng. Foto: A. Jakobi |
Dalam rangka mengenang perjuangan di masa
revolusi kemerdekaan, pada 8 April 1987 di Bireuen diadakan Apel Angkatan 45
yang dipimpin oleh sesepuh masyarakat Aceh, Letjend (Purn) Bustanil Arifin.
Dalam apel tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Jakobi, dilakukan peletakan
batu pertama pendirian “Monumen Bireuen Kota Perjuangan” yang dihadiri oleh
para pejuang 45 di seluruh Aceh. Namun sayangnya, sampai sekarang monumen
dimaksud belum juga tampak wujudnya.
Jakobi
menulis dalam bukunya, bahwa Bireuen merupakan basis dan titik sentral dari
semua kegiatan politik, militer, sosial, ekonomi dan budaya serta pertahanan
keamanan rakyat semesta. Keterlibatan Kota Bireuen dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia di masa revolusi kini hanya tinggal nostalgia. Padahal,
menurut Jakobi, di Bireuen banyak bangunan dan benda sejarah yang dapat
dilestarikan untuk melukiskan peranan Kota Bireuen dalam perang Kemerdekaan RI.
Nilai sejarah Bireuen sebagai Kota
Perjuangan memiliki pertalian dengan sejarah perjuangan nasional dalam
mempertahankan NKRI selama perang kemerdekaan. Sejarah Bireuen sebagai Kota
Perjuangan berawal dari kedatangan Soekarno pada 16 dan 17 Juni 1948.
Saat
itu Soekarno menyaksikan kelengkapan alat perang dengan senjata berat yang
masih utuh. Selain itu Presiden Soekarno juga sempat mengendalikan pemerintahan RI di rumah
Kolonel Husen Yusuf sehingga ada sebagian kalangan yang menyebut Bireuen
sebagai Ibu Kota RI yang ketiga setelah jatuhnya Yogyakarta dalam kekuasaan
Belanda. Namun demikian, menurut penulis, klaim ini berlebihan sebab saat itu Soekarno juga sempat berkunjung ke daerah lain.
Peletakan Batu Pertama Monumen Bireuen. Foto: A.K. Jakobi |
Di samping itu,
meskipun kedudukan Gubernur Militer Daud Beureu-eh tetap di Kutaraja, namun
pengendalian operasional dalam rangka “Perlawanan Rakyat Semesta” tetap
dikendalikan oleh markas Divisi X TNI di Bireuen. Kesibukan kota Bireuen saat
itu tidak pernah berhenti dan selalu penuh dengan pejuang-pejuang yang dikirim
ke Medan Area. Bireuen adalah kota tempat lahirnya pergerakan kebangsaan dan
pendidikan nasional serta telah banyak memberikan sumbangsih di awal-awal
kemerdekaan Indonesia. Namun sayangnya, sejarah Bireuen sebagai Kota Perjuangan
lambat laun telah dianggap sebagai mitos oleh anak bangsa dan juga penguasa di
Republik ini. Wallahu A’lam.
Daftar
Pustaka
A. Hasyimi, Semangat Merdeka: 70
Tahun Menempuh Jalan Pergolakan dan Perjuangan
Kemerdekaan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1985
Abdullah Arif, Di Sekitar Peristiwa Pengkhianat
Cumbok, Koetaradja: Semangat Merdeka, t.t
Abdullah Hussain, Peristiwa Kemerdekaan di Aceh,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Ariwiyadi, Gerakan Operasi Militer
VII: Penjelasan Peristiwa Atjeh, t.t.p: Pusat Sejarah
Angkatan Bersenjata,
t.t
A. K. Jakobi, Aceh Daerah Modal: Long
March ke Medan Area, Jakarta: Yayasan Seulawah
RI-001, 1992
A. H. Geulanggang, Rahasia
Pemberontakan Aceh dan Kegagalan Politik Mr. S.M. Amin,
Koetardja: Pustaka
Murni Hati, 1956
Amran Zamzami, Jihad Akbar di Medan Area,
Jakarta: Bulan Bintang, 1990
Badruzzaman Ismail dkk (ed), A.
Hasyimi, Aset Sejarah Masa Kini dan Masa Depan: Delapan
Puluh Tahun melalui
Jalan Raya Dunia, Jakarta: Bulan Bintang, 1994
Hasan Saleh, Mengapa Aceh Bergolak, Jakarta:
Pustaka Grafiti, 1992
Hardi, Daerah Istimewa Aceh: Latar
Belakang Politik dan Masa Depannya, Jakarta: Cita Panca
Serangkai, 1993
Ibrahim Alfian, Perang di Jalan
Allah: Perang Aceh 1873-1912, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1987
,dkk,
Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Aceh (1945-1949), Banda Aceh: Proyek
Pengembangan
Permuseuman D.I Aceh, 1982
Kementrian Penerangan RI, Keterangan
dan Djawaban Pemerintah tentang Peristiwa
Daud Beureu-eh,
t.t.p: tp, tt
Lembaga Research dan Survey IAIN
Ar-Raniry, Laporan Pengaruh PUSA terhadap Reformasi
di Aceh,
Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 1978
Muhammad Gade Ismail dkk, Tantangan
dan Rongrongan terhadap Keutuhan dan Kesatuan
Bangsa: Kasus
Darul Islam di Aceh,
Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Sejarah Nasional, 1993
M. Nur El Ibrahimy, Teungku Muhammad
Daud Beureu-eh: Perannannya dalam Pergolakan
Aceh,
Jakarta: Gunung Agung, 1982
Nazaruddin Sjamsuddin, Pemberontakan
Kaum Republik: Kasus Darul Islam Aceh, Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti,
1990
Ramadhan dan Hamid Jabbar, Sjamaun
Gaharu: Cuplikan Perjuangan Daerah Modal, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,
1995
Tim Redaksi A. Hasyimi, 50 Tahun Aceh Membangun,
Banda Aceh: t.p, 1995
T. A. Talsya, Batu Karang di Tengah
Lautan (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1945-1946)
Jilid I,
t.t.p: Lembaga Sejarah Aceh, 1990
, Modal
Perjuangan Kemerdekaan (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1947-1948)
Jilid II,
t.t.p: Lembaga Sejarah Aceh, 1990
, Sekali
Republiken tetap Republiken (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1949) Jilid III,
t.t.p: Lembaga Sejarah Aceh, 1990
loading...
Yuk dibaca dulu berita terkini
ReplyDeletehttp://mynewgooger.blogspot.co.id/2017/06/blog-post_83.html
http://infomaam.blogspot.com/2017/06/tanah-belum-kering-kuburan-jupe-sudah.html
http://ssekilasberita.blogspot.com/2017/06/blog-post.html
Hanya Dengan 1 Usher Id Saja Sudah Bisa Bermain Semua Games Seperti :
1. Sportbook
2. Togel
3. Tangkas
4. Keno
5. Slot
6. Togel
7. 855 Crowm
8. Gd88
Dan masih banyak lagi yang lainya
Angkasa Bola Juga Memiliki Bonus Yang Menarik Loh Bosku Seperti :
1. Bonus Cashback 5%
2. Bonus Refferal 2,5%
3. Bonus Rollingan Casino 0,8%
Keunggulan AngkasaBola
1. Fast Respon Livechat 24 Jam''
2. Langsung Dilayani Oleh Cs Kami Yang Cantik Dan Proffesional
3. Kepuasan Member Adalah Prioritas Utama Kami
4. Wd Berapapun Akan Kami Bayar
Jangan tunggu lagi bosku , jangan menunda kemenangan besar bosjku
langsung saja join dengan kami di www.angkasabola.com
Info :
bbm : 7B3812F6
Twitter : CsAngkasabola
Instagram : Cs1Angkasabolaa
Line : Angkasabola
Facebook : Angkasabola
ReplyDeleteTUNGGU APA LAGI SEGERA DAFTARKAN ID KAMU DI www.Zoya99.com
DAN RAIH KEMENANGANNYA SELAMA BERMAIN DISINI
DAPATKAN BONUS" YANG SANGAT MENARIK DISINI
- BONUS ROLINGAN TERBESAR
- BONUS REFERALL TERBANYAK
DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP.20.000
KAMU SEMUA SUDAH BISA BERMAIN 7GAME SEKALIGUS
RASAKAN PELAYANAN CS YANG SANGAT BERPENGALAMAN
TUNGGU APA LAGI.. INGIN MENANG HANYA DI ZOYA99
INFO
BBM: D8B82A86 / 2BE5BC31
LINE: zoya_qq
WA: +85515370075
CERITA SEX: http://zoyasex.blogspot.com/2017/11/zoyasex-ena-ena-bareng-anak-ibu-kost.html
Kini hadir Permainan baru di Pianopoker.net ^_^
ReplyDeleteBandar66
Bandar66 merupakan game terbaru yang paling diminati saat ini , buruan login dan rasakan permainan baru yang fantastis yaitu Bandar66 hanya di Pianopoker.net
Dan Dapatkan Jutaan Rupiah Dengan Mudah Hanya Di Pianopoker.net
Real Website, Real Player Vs Player, Real Winner
Buktikan Sekarang Juga Bersana kami hanya di PianoPoker
Raih Bonus Extra Jumbo :
- Bonus Extra Jumbo Rollingan ( dibagikan setiap 5 hari sekali )
- Bonus Refferal Seumur Hidup
CS Ramah & Profesional Siap Melayani 24 Jam
Proses Transaksi Di Jamin Super Cepat
Kartu Bagus (Easy To Winn)
Support 5 Bank Local :
- BCA
- MANDIRI
- BNI
- BRI
- DANAMON
Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20Rb
Jangan Mikir Lagi Bos !!
Jalan dan Kesempatan Sudah Ada Di Depan Mata
Jangan Sia-Siakan Kesempatan Yang Ada bos !!
Ingat Bahwa Kemenangan Bergantung Kepada Pilihan Anda.
Jangan Sampai Salah Pilih Situs , Untuk Jadi Jutawan Pianopoker.net Solusimya !!
Link : PianoPoker.Net
Join Sekarang Juga !! Kami Tunggu Kehadirannya Para Calon Jutawan
http://moneywin9.blogspot.com/2018/03/bayi-umur-3-bulan-kejatuhan-apel-dari.html
http://www.dewacintaqq.xyz
ReplyDeletedewacintaqq.xyz
dewacintaqq.com
dewa cintaqq
link alternatif dewacintaqq