Bireuen dalam Revolusi Kemerdekaan RI (1945-1949)

Oleh: Khairil Miswar
Bireuen, 31 Agustus 2014



Menulis sejarah bukanlah hal mudah, butuh ketelitian dan kejelian dalam menangkap makna berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau. Berbeda halnya dengan menulis novel yang hanya bergantung kepada imanjinasi dan daya khayal seorang penulis. Dalam sebuah novel, seorang penulis memiliki “kekuasaan mutlak” sebagai dalang yang akan menentukan arah cerita. Hal ini tentunya tidak berlaku dalam penulisan sejarah, di mana data dan fakta menjadi “ratu” yang tidak bisa diabaikan.
Para penulis sejarah sering kali dihadapkan kepada “kebuntuan” ketika data yang dibutuhkan tidak tersedia. Uniknya lagi, ketika data ditemukan, penulis sejarah kembali dihadapkan kepada “kebingungan” dalam “menshahihkan” sumber-sumber sejarah yang sebagiannya bersifat subjektif. Dalam kondisi ini, seorang penulis sejarah dituntut untuk melakukan “ijtihad” secara adil dan objektif agar konstruksi sejarah itu dapat disajikan secara utuh, tepat dan substantif.
Sepintas tentang Bireuen
Bireuen adalah sebuah kota kecil yang secara geografis terletak pada 09˚20` - 97˚21 BT dan 4˚54` - 05˚18` LU. Kabupaten Bireuen terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Simeulue (Lembar Negara Tahun 2000 Nomor 75, Tambahan Lembar Negara Nomor 3963). Luas Kabupaten Bireuen adalah 194,864 km2. Dari data perkecamatan yang terluas adalah Kecamatan Peudada yaitu 39,132 km2 dan kecamatan yang terkecil luas wilayahnya adalah Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, yaitu 7.563 km. Kabupaten  Bireuen berbatasan dengan selat Malaka di sebelah utara dan berbatasan dengan Bener Meriah di bagian selatan. Adapun sebelah timur berbatasan dengan Aceh Utara dan sebelah barat dengan Pidie Jaya (Acehpedia.com).
Selain dikenal sebagai kota transit dan kota dagang, Bireuen juga disebut-sebut sebagai kota yang banyak menyimpan kisah sejarah, khususnya dalam era revolusi kemerdekaan. Untuk dapat menyajikan sejarah Bireuen secara utuh tentu sangat sulit, mengingat minimnya literatur. Kondisi ini semakin diperparah dengan ketiadaan narasumber yang dapat mengungkapkan sejarah Bireuen yang heroik secara detil dan rinci, mengingat sebagian besar pelaku sejarah itu sendiri telah menghadap sang Khaliq. Namun demikian, dalam artikel singkat ini, penulis akan berusaha menggunakan segenap kemampuan untuk mengumpulkan potongan-potongan kisah yang tersebar dalam berbagai literatur yang serba terbatas itu.
Perlu pula diketahui, bahwa menyajikan sejarah Bireuen secara khusus adalah mustahil, mengingat sejarah Bireuen dalam revolusi kemerdekaan tidak-lah berdiri sendiri dan tidak terlepas dari sejarah Aceh pada umumnya. Demikian pula dengan sejarah Aceh juga tidak terlepas dari rangkaian sejarah perjuangan rakyat Indonesia yang saling berkait antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. 
Ada banyak kisah dan peristiwa yang terjadi di Bireuen, baik sebelum, maupun pasca revolusi kemerdekaan. Potongan-potongan kisah tersebut telah penulis rangkum dan akan disajikan secara ringkas dalam artikel ini. Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan pemahaman yang komprehensif terkait kondisi Bireuen menjelang dan pasca revolusi kemerdekaan serta menghilangkan segala “syubhat” disebabkan informasi yang parsial.
Bireuen dan Perang Cumbok
Di awal-awal kemerdekaan telah terjadi “fitnah besar” di Aceh, di mana ada sebagian pihak yang dipelopori oleh Uleebalang Cumbok berniat ingin mengembalikan Belanda ke Aceh. Telah terjadi pergesekan hebat antara pendukung Republik di bawah pimpinan ulama PUSA dengan kubu Uleebalang di Lam Meulo Pidie. Titik klimaks dari pergesekan tersebut adalah terjadinya pertempuran sesama anak bangsa di Lam Meulo yang dimenangkan oleh kaum ulama.
M. Nur El Ibrahimy (1982), mengisahkan bahwa setelah berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke daerah Aceh, sebagaimana di daerah lainnya, di Bireuen juga didirikan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang kemudian berubah menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI). Di Bireuen juga timbul gerakan perjuangan lainnya yang terdiri dari kaum PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan Pemuda PUSA yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan Republik Indonesia. Selain PUSA dan PRI, di Bireuen juga dibentuk barisan-barisan bersenjata dengan tujuan yang sama. Di Juli, barisan bersenjata tersebut dipimpin oleh Ishak di bawah asuhan Keutjhik Beurahim dan di Kota Bireuen dipimpin oleh Raja Uma dari perkumpulan sopir Bireuen.
Teungku Muhammad Daud Beureu-eh, 
Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo:
 Foto A. Jakobi

                Pada saat itu, di Pidie telah terjadi pertentangan hebat antara kaum PUSA dan Uleebalang. Namun demikian, ketika itu barisan-barisan bersenjata yang ada di Bireuen sama sekali tidak berniat untuk menggempur Uleebalang. Hanya satu niat yang ada dalam benak para pejuang Bireuen kala itu, yaitu mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun pada perkembangan selanjutnya, informasi dari Pidie menyebutkan bahwa keadaan di sana semakin tegang disebabkan tindakan Uleebalang Cumbok terhadap rakyat telah melampaui batas dan telah mengarah kepada gerakan anti kemerdekaan Indonesia. Tgk. Muhammad Daud Beureue-eh selaku pimpinan PUSA mengingatkan kepada barisan bersenjata di Bireuen untuk siap sedia jika suatu saat datang instruksi untuk berangkat ke Lam Meulo.

Pada akhir bulan Desember, Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh mengintruksikan kepada barisan bersenjata di Bireuen untuk berangkat ke Pidie guna membantu barisan rakyat di Garot yang sudah terdesak dengan serangan dari pasukan Cumbok. Saat itu juga tersebar informasi bahwa tokoh-tokoh Cumbok telah melakukan berbagai usaha untuk mengembalikan Belanda ke Aceh (Ibrahimy: 102).
Pada waktu tengah berlangsungnya pertempuran hebat di wilayah Meureudu, di mana pasukan Cumbok sedang mengamuk dengan bengisnya, tiba-tiba datanglah Tgk. Abdul Wahab Seulimum ke Bireuen (Abdullah Arif, t.t). Setelah melaksanakan rapat di Samalanga, akhirnya diputuskan bahwa seluruh barisan bersenjata di Bireuen akan berangkat ke Pidie pada 6 Januari 1946 di bawah pimpinan Hasballah Haji. Adapun barisan yang berangkat berasal dari Geurugok, Krueng Pandjoe, Djuli dan Samalanga, sedangkan barisan rakyat dari Matangglumpangdua tidak ikut dalam perjalanan tersebut. Menurut Ibrahimy, tidak berangkatnya rakyat di Matangglumpangdua disebabkan adanya pengaruh dari T.T. Djohan Alamsyah yang tidak ingin rakyatnya terlibat konflik (Ibrahimy: 102). 
Tepatnya pada 12 Januari 1946, dilakukanlah serangan umum terhadap Kota Lam Meulo yang merupakan benteng terkuat pihak Cumbok. Keesokan harinya pada tanggal 13 Januari pasukan Barisan Rakyat berhasil memasuki Kota Lam Meulo.

Kota Perdjoeangan
               Menurut Husin Yusuf sebagaimana dicatat Alfian (1982), berita tentang Proklamasi Kemerdekaan RI pertama sekali diketahui di Bireuen pada 19 Agustus 1945, sedangkan di Kutaraja, berita kemerdekaan RI baru diketahui pada 21 Agustus 1945. Pada akhir bulan Agustus 1945, sebagaimana diungkapkan oleh Ramadhan dan Hamid Jabbar (1995), bahwa di Juli lahir satu pasukan khusus yang berbentuk kavaleri. Pasukan tersebut dipimpin oleh Ishak Ibrahim dan Teuku Mahmud dengan 500 pasukan. Pasukan yang diberi nama Barisan Siap Sedia ini mempunyai persenjataan berupa 6 pucuk meriam besar dan kecil, 100 ekor kuda, senjata ringan dan 3 buah Bren Carrier. Dalam catatan Talsya (1990b), disebutkan bahwa pembentukan pasukan tersebut berlangsung pada 31 Agustus 1945.
Kolonel Husin Yusuf:
 Foto Buku Modal Revolusi


Pada 12 Oktober 1945, di Kota Bireuen berlangsung rapat khusus dengan orang-orang suku Ambon, Manado dan Jawa bekas interniran dengan tujuan memberikan penjelasan tentang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 (A. Hasyimi, 1985). Sejak tanggal 7 Januari 1947 di Bireuen berlangsung konferensi Pemimpin Divisi Gajah I, Divisi Gajah II, Resimen Lasykar Rakyat Medan Area (RLRMA) dan lasykar-lasykar rakyat Aceh lainnya. Dalam konferensi tersebut diputuskan untuk membentuk Komando Medan Area (KMA) yang dipimpin oleh perwiran tentara RI. Kemudian RLRMA dibubarkan dan menyerahkan pimpinan pertempuran Medan Area kepada KMA. Selanjutnya KMA tersebut bertugas melaksanakan instruksi-instruksi dari Komandemen Sumatera, yaitu merebut kembali tempat-tempat yang diduduki oleh Belanda di Medan Area (Talsya, 1990a).
Pada tahun 1947, Divisi Gajah I digabung bersama Divisi Gajah II menjadi TRI Divisi X Sumatera dan pada Agresi Militer Belanda I bermarkas di Bireuen, sebagai panglima dan kepala stafnya adalah Kolonel Husin Yusuf dan Kolonel Sitompul (Gade Ismail, 1993). Menurut Zamzami (1990), dipilihnya kota Bireuen sebagai markas Divisi sangat tepat, mengingat kota Bireuen cukup terawat, bersih dan penduduknya juga hiterogen. Pada masa-masa revolusi kemerdekaan, Bireuen merupakan pusat berkumpulnya pemimpin divisi dan resimen-resimen. Letak kota Bireuen sangat strategis untuk mengatur taktik perlawanan terhadap Belanda. Bireuen kala itu adalah kota pangkalan tempat mengatur siasat pertempuran, baik pertempuran di Aceh maupun pertempuran di Medan Area. Tidak hanya itu, di Bireuen juga didirikan Komando Militer Akademi Bireuen (KMA-Bireuen) sebagai lembaga pendidikan bagi calon perwira dan bintara TRI dalam rangka mendobrak tentara Belanda di Medan Area.
Dengan tujuan untuk mengimbangi ofensif Belanda dalam penyiaran berita-berita lewat udara, di Bireuen, tepatnya di Krueng Simpo juga dipasang pemancar radio yang dikelola langsung oleh Bagian Penerangan Divisi X TRI Komandemen Sumatera. Radio tersebut, selain memancarkan siaran berbahasa Indonesia, juga menggunakan bahasa asing, seperti Inggris, India, Arab, Cina, Belanda dan Urdu. Ketika Ibu Kota RI diduduki oleh Belanda dan RRI Yogyakarta tidak berfungsi, pihak luar negeri masih bisa mendengarkan siaran dan memantau hasil-hasil pertempuran pejuang RI melalui Radio Rimba Raya (Zamzami, 1990: 352).
Peranan Radio Perjuangan Rimba Raya yang strategis ini pula telah berhasil mengcounter suara Radio Batavia di Betawi, Radio Belanda di Medan dan Hilversum di negeri Belanda yang telah menafikan perjuangan rakyat Indonesia dengan menuduh Indonesia telah koma (A.K. Jakobi, 1992).
Pada November 1945, Persatuan Kaum Ibu Bireuen menyelenggarakan rapat umum di gedung Bioskop Bireuen yang dihadiri oleh 5000 wanita. Dalam acara tersebut dibentangkan tentang sejarah pergerakan kaum ibu di Indonesia sampai tercapai Indonesia merdeka. Talsya juga mencatat kejadian unik yang terjadi di Bireuen saat itu, di mana seorang wanita mendatangi kantor PRI (Pemuda Republik Indonesia) di Bireuen dan meminta diberi kesempatan bergabung bersama pasukan pria untuk bertempur dengan Jepang. Wanita itu membawa parang dan sebuah lembing serta sebuah rencong yang terselip di pinggangnya (Talsya, 1990b: 126).
Pada 24 Desember 1945, TKR, Lasykar Mujahidin dan Kesatria Pesindo dari Bireuen juga dikirimkan ke Langsa untuk menghadapi tentara Jepang. Dalam peringatan 6 bulan berdirinya Negara Republik Indonesia (NRI), di Bireuen digelar rapat umum dan pawai besar yang dikunjungi oleh puluhan ribu rakyat dengan tekat berdiri teguh di belakang Presiden serta siap sedia mempertahankan kedaulatan NRI.
Sekitar bulan Juni 1946 terlihat kesibukan di Kota Bireuen dalam mengatur dan memberangkatkan para pejuang ke Medan Area. Biro Angkutan Pejuang Kemerdekaan Indonesia bekerjasama dengan Persatuan Supir Indonesia yang berpusat di Kota Bireuen telah mengirim serta mengangkut dua kompi pasukan dari Batalyon IX dan 3 kompi Lasykar Mujahidin yang dipimpin oleh M. Jusuf Tanoh Anoe. Selanjutnya, Persatuan Supir Indonesia di Bireuen juga mengerahkan 15 kenderaan umum yang dipimpin oleh Ismail Muda Bireuen. Dalam rombongan tersebut juga turut serta satu kompi pasukan Mujahidin pimpinan Nyak Ali Pulo Drien Samalanga dan satu kompi Lasykar Rakyat Geulanggang Labu. Pada giliran berikutnya juga dikirim 20 truk angkutan dengan 8 buah tank dan dipimpin oleh M. Yusuf Ahmad yang dikenal dengan “Yusuf Tank”.
Upacara Pasukan di Bireuen 
Sebelum Berangkat ke Medan Area: Foto Ibrahim Alfian
         
 Selain itu, pada 29 Januari 1947, di Bireuen juga berlangsung konferensi guru agama dalam rangka memajukan pendidikan agama di seluruh Aceh. Kemudian pada 28 Februari 1947, di Bireuen juga dibentuk Serikat Guru Agama yang dipimpin oleh Muhammad Ali Balwy. 
           Selama bulan Februari tersebut juga diberangkatkan 18 buah truk berisi bahan makanan untuk para pejuang di Sumatera Timur. Selanjutnya pada 16 Maret 1947, Persatuan Isteri Tentara Republik Indonesia (PITRI) Keresidenan Aceh juga mengadakan rapat umum di gedung Bioskop Mawar Bireuen untuk memberikan penerangan tentang kondisi terakhir di tanah air  (Talsya, 1990a).
       Kejadian menarik lainnya yang terjadi di Bireuen pada masa revolusi kemerdekaan adalah ikut berpartisipasinya warga Tionghoa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebagaimana dicatat oleh Talsya, bahwa pada 17 Agustus 1947, gabungan Perkumpulan Tionghoa Perantauan Bireuen menyumbang sejumlah f.75.000 kepada Dewan Pembantu Angkatan Darat di Bireuen. Pada upacara penyerahan sumbangan tersebut, ketua GBTP Bireuen, Tio Moh Lam menyatakan bahwa penduduk Tionghoa di Bireuen bersimpati kepada perjuangan bangsa Indonesia.

Rumah Kediaman Kolonel Husin Yusuf: Foto Talsya

            Pada 10 November 1947, di Bireuen juga berlangsung Peringatan Hari Pahlawan bertempat di halaman kediaman Panglima TRI Divisi X, Kolonel Husen Yusuf. Secara khusus, Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh selaku Gubernur Militer yang berkedudukan di Banda Aceh juga turut hadir dalam upacara tersebut (Talsya, 1990a: 207).
            Dalam kunjungan pertamanya ke Aceh, Presiden RI pertama, Soekarno juga sempat berpidato berapi-api di dalam Gedung Bioskop Bireuen untuk membangkitkan semangat perjuangan masyarakat Aceh. Di antara sejumlah rapat umum yang pernah digelar, yang paling banyak pengunjungnya adalah pada rapat umum di Bireuen.  (Badruzzaman Ismail, 1994). 
        Gebrakan pertama yang dilakukan oleh Presiden Soekarno ketika berada di Bireuen adalah melakukan dialog terbuka dengan Gubernur Militer Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh yang digelar di markas Divisi X TNI Komandemen Sumatera. Di Kota Bireuen inilah Soekarno menegaskan tentang gawatnya situasi RI. Di Bireuen pula-lah untuk pertama kalinya lahir sebutan Aceh sebagai daerah modal. Sebagai tindak lanjut dialog Soekarno dengan Daud Beureu-eh di Kota Bireuen, maka lahirlah sebuah perjanjian yang dikenal dengan “Bireuen Agreement” yang memuat rumusan dan penjabaran kerangka strategi dasar “Perang Rakyat Semesta”. (Jakobi, 1992).

Presiden RI Pertama Soekarno bersama para Pejuang 
di Bireuen: Foto A. Jakobi

Pada 13 Maret 1949, atas inisiatif Letnan Kolonel Husin Yusuf dengan mengambil tempat di Lapangan VOA Bireuen diadakan rapat raksasa dengan tujuan untuk memupuk kembali semangat perjuangan 17 Agustus 1945, rapat tersebut dihadiri oleh 25 ribu orang. Dalam pidatonya, Husin Yusuf membakar semangat rakyat Bireuen untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang ketika itu sedang berlangsung Agresi Militer Belanda (Talsya, 1990). 
DI TII di Bireuen
Meskipun Bireuen memiliki kontribusi besar dalam mempertahankan eksistensi Indonesia di era revolusi kemerdekaan, namun tidak selamanya perlakukan manis diterima oleh masyarakat Bireuen. Dalam menghadapi pemberontakan Darul Islam (DI TII), Pemerintah RI melalui serdadunya juga sempat menanam luka terhadap masyarakat Bireuen yang pada masa revolusi kemerdekaan berada di garda terdepan dalam mempertahankan eksistensi Indonesia.
A. H. Geulanggang (1956), dalam bukunya, mengisahkan bahwa pada saat dilakukan operasi terhadap DI TII, di Bireuen pernah bertugas seorang CPM (Polisi Militer) berasal dari suku Batak bernama Letnan Tambunan yang dikenal dengan nama “si Black”. Dia dikenal sangat buas dan sangat ditakuti oleh rakyat. Rakyat yang ditangkap selama operasi, selain dipukul dan dianiaya juga dipaksa agar mengakui dirinya sebagai anggota DI. Banyak masyarakat Bireuen yang dihukum dengan mengalirkan listrik di tubuh dan kemaluan korban. Jika ada keluarga tahanan yang ingin menebus disyaratkan untuk membayar uang sogokan. Tidak hanya itu, si Black dan kawan-kawannya juga melakukan pemerkosaan terhadap para wanita di Bireuen.
Gelanggang (1956: 102), juga menceritakan bahwa di Samalanga juga telah terjadi kebiadaban serupa yang dipraktikkan oleh tentara Pemerintah. Masyarakat yang dicurigai sebagai anggota DI ditangkap dan dipaksa untuk mengakui dirinya sebagai DI. Jika tidak mengaku masyarakat tersebut dipukuli dan ditelanjangi. Kemudian ke dalam lubang telinga, hidung, mulut, kemaluan dan dubur dimasukkan sumbu yang telah dibasahi dengan bensin dan kemudian dibakar.
Nazaruddin Sjamsuddin (1990), dalam bukunya Pemberontakan Kaum Republik, mengisahkan bahwa pasukan pemerintah juga menangkap beberapa wanita di Bireuen yang dituduh sebagai istri Kolonel Husin Yusuf, salah seorang pemimpin utama DI. Setelah ditangkap mereka dipaksa untuk mengaku sebagai istri Husin Yusuf, tapi tidak ada satu pun dari wanita tersebut yang mengaku.

Beberapa Kejadian Bersejarah di Bireuen
Peresmian Normal Islam di Bireuen 
27 Desember 1939: 
Foto M. Nur El Ibrahimy
Konferensi Kasyafatul Islam di Bireuen 
Tahun 1941Foto Ali Hasyimi

Di samping kejadian-kejadian besar sebagaimana telah dikemukakan di atas, masih banyak kejadian bersejarah lainnya yang terjadi di Bireuen. Di antara kisah heroik pada masa pendudukan Jepang (awal-awal kemerdekaan) adalah aksi perampasan senjata Jepang yang dilakukan oleh para pejuang Bireuen di Krueng Panjo. Sebagaimana dicatat oleh Amran Zamzami (1990), bahwa tidak kurang dari 300 pucuk senjata api milik Jepang berhasil dirampas oleh para pejuang kita melalui pertempuran selama 3 hari di Krueng Panjoe. Sekira 18 km dari Kota Bireuen, tepatnya di Geulanggang Labu juga terjadi pertempuran hebat selama 3 jam antara para pejuang Bireuen dengan tentara Jepang. Pasukan Jepang yang ada di Asrama Angkatan Udara Geulanggang Labu menyerahkan 60 pucuk senjata api kepada para pejuang Aceh, kejadian tersebut terjadi pada 22 November 1945.

Pada masa pergerakan kemerdekaan di Bireuen, tepatnya di Kota Matangglumpangdua pada 5 Mei 1939 diadakan musyawarah besar alim ulama sehingga terbentuklah Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) dengan Tgk. Muhammad Daud Beureu-eh sebagai ketua, Tgk. Abdurrahman Meunasah Meucap sebagai wakil ketua dan Ampon Chiek Peusangan sebagai pelindung. Di Bireuen juga didirikan sekolah PUSA yang diberi nama Normal Islam (Hasan Saleh, 1992). Pada masa DI TII, akibat dikuasainya Kota Takengon oleh pemberontak, untuk beberapa waktu Bupati Aceh tengah juga terpaksa berkedudukan di Bireuen (Ariwiadi, t.t).

Foto Tentara Pelajar Iskandar Muda di Krueng Panjo:
 Foto A. Jakobi

Kwartir Besar Kasyafatul Islam (Kepanduan) juga pernah berkedudukan di Bireuen dengan Ayah Gani sebagai ketua Kwartir Besar dan R. Hadi sebagai Kepala Staf Kwartir Besar. Salah satu resimen Lasykar Mujahidin Divisi Teungku Chiek Di Tiro, yaitu Resimen III juga berkedudukan di Bireuen. Pemancar Radio Perjuangan Divisi X pada awalnya juga ditempatkan di Bireuen, tepatnya di Krueng Simpo (A. Hasyimi, 1985)    

Bireuen Pasca Revolusi Kemerdekaan
Batee Kureng. Foto: A. Jakobi

Dalam rangka mengenang perjuangan di masa revolusi kemerdekaan, pada 8 April 1987 di Bireuen diadakan Apel Angkatan 45 yang dipimpin oleh sesepuh masyarakat Aceh, Letjend (Purn) Bustanil Arifin. Dalam apel tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Jakobi, dilakukan peletakan batu pertama pendirian “Monumen Bireuen Kota Perjuangan” yang dihadiri oleh para pejuang 45 di seluruh Aceh. Namun sayangnya, sampai sekarang monumen dimaksud belum juga tampak wujudnya. 
Jakobi menulis dalam bukunya, bahwa Bireuen merupakan basis dan titik sentral dari semua kegiatan politik, militer, sosial, ekonomi dan budaya serta pertahanan keamanan rakyat semesta. Keterlibatan Kota Bireuen dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia di masa revolusi kini hanya tinggal nostalgia. Padahal, menurut Jakobi, di Bireuen banyak bangunan dan benda sejarah yang dapat dilestarikan untuk melukiskan peranan Kota Bireuen dalam perang Kemerdekaan RI.  Nilai sejarah Bireuen sebagai Kota Perjuangan memiliki pertalian dengan sejarah perjuangan nasional dalam mempertahankan NKRI selama perang kemerdekaan. Sejarah Bireuen sebagai Kota Perjuangan berawal dari kedatangan Soekarno pada 16 dan 17 Juni 1948.
Saat itu Soekarno menyaksikan kelengkapan alat perang dengan senjata berat yang masih utuh. Selain itu Presiden Soekarno juga sempat  mengendalikan pemerintahan RI di rumah Kolonel Husen Yusuf sehingga ada sebagian kalangan yang menyebut Bireuen sebagai Ibu Kota RI yang ketiga setelah jatuhnya Yogyakarta dalam kekuasaan Belanda. Namun demikian,  menurut penulis, klaim ini berlebihan sebab saat itu Soekarno juga sempat berkunjung ke daerah lain. 

Peletakan Batu Pertama Monumen Bireuen. Foto: A.K. Jakobi

Di samping itu, meskipun kedudukan Gubernur Militer Daud Beureu-eh tetap di Kutaraja, namun pengendalian operasional dalam rangka “Perlawanan Rakyat Semesta” tetap dikendalikan oleh markas Divisi X TNI di Bireuen. Kesibukan kota Bireuen saat itu tidak pernah berhenti dan selalu penuh dengan pejuang-pejuang yang dikirim ke Medan Area. Bireuen adalah kota tempat lahirnya pergerakan kebangsaan dan pendidikan nasional serta telah banyak memberikan sumbangsih di awal-awal kemerdekaan Indonesia. Namun sayangnya, sejarah Bireuen sebagai Kota Perjuangan lambat laun telah dianggap sebagai mitos oleh anak bangsa dan juga penguasa di Republik ini. Wallahu A’lam.

Daftar Pustaka
A. Hasyimi, Semangat Merdeka: 70 Tahun Menempuh Jalan Pergolakan dan Perjuangan
Kemerdekaan, Jakarta: Bulan Bintang, 1985
Abdullah Arif, Di Sekitar Peristiwa Pengkhianat Cumbok, Koetaradja: Semangat Merdeka, t.t
Abdullah Hussain, Peristiwa Kemerdekaan di Aceh, Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Ariwiyadi, Gerakan Operasi Militer VII: Penjelasan Peristiwa Atjeh, t.t.p: Pusat Sejarah
Angkatan Bersenjata, t.t
A. K. Jakobi, Aceh Daerah Modal: Long March ke Medan Area, Jakarta: Yayasan Seulawah
RI-001, 1992
A. H. Geulanggang, Rahasia Pemberontakan Aceh dan Kegagalan Politik Mr. S.M. Amin,
Koetardja: Pustaka Murni Hati, 1956
Amran Zamzami, Jihad Akbar di Medan Area, Jakarta: Bulan Bintang, 1990
Badruzzaman Ismail dkk (ed), A. Hasyimi, Aset Sejarah Masa Kini dan Masa Depan: Delapan
Puluh Tahun melalui Jalan Raya Dunia, Jakarta: Bulan Bintang, 1994
Hasan Saleh, Mengapa Aceh Bergolak, Jakarta: Pustaka Grafiti, 1992
Hardi, Daerah Istimewa Aceh: Latar Belakang Politik dan Masa Depannya, Jakarta: Cita Panca
Serangkai, 1993
Ibrahim Alfian, Perang di Jalan Allah: Perang Aceh 1873-1912, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1987
            ,dkk, Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Aceh (1945-1949), Banda Aceh: Proyek
Pengembangan Permuseuman D.I Aceh, 1982
Kementrian Penerangan RI, Keterangan dan Djawaban Pemerintah tentang Peristiwa
 Daud Beureu-eh, t.t.p: tp, tt
Lembaga Research dan Survey IAIN Ar-Raniry, Laporan Pengaruh PUSA terhadap Reformasi
di Aceh, Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 1978
Muhammad Gade Ismail dkk, Tantangan dan Rongrongan terhadap Keutuhan dan Kesatuan
Bangsa: Kasus Darul Islam di Aceh, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Sejarah Nasional, 1993
M. Nur El Ibrahimy, Teungku Muhammad Daud Beureu-eh: Perannannya dalam Pergolakan
Aceh, Jakarta: Gunung Agung, 1982
Nazaruddin Sjamsuddin, Pemberontakan Kaum Republik: Kasus Darul Islam Aceh, Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1990
Ramadhan dan Hamid Jabbar, Sjamaun Gaharu: Cuplikan Perjuangan Daerah Modal, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1995
Tim Redaksi A. Hasyimi, 50 Tahun Aceh Membangun, Banda Aceh: t.p, 1995
T. A. Talsya, Batu Karang di Tengah Lautan (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1945-1946)
Jilid I, t.t.p: Lembaga Sejarah Aceh, 1990
            , Modal Perjuangan Kemerdekaan (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1947-1948)
Jilid II, t.t.p: Lembaga Sejarah Aceh, 1990
            , Sekali Republiken tetap Republiken (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1949) Jilid III,
t.t.p: Lembaga Sejarah Aceh, 1990

Tulisan ini sudah pernah diikutsertakan dalam Lomba Penulisan Blog dalam rangka memperingati HUT Kabupaten Bireuen ke 15. Alhamdulillah mendapat Juara I

loading...

4 comments:

  1. Yuk dibaca dulu berita terkini



    http://mynewgooger.blogspot.co.id/2017/06/blog-post_83.html

    http://infomaam.blogspot.com/2017/06/tanah-belum-kering-kuburan-jupe-sudah.html



    http://ssekilasberita.blogspot.com/2017/06/blog-post.html



    Hanya Dengan 1 Usher Id Saja Sudah Bisa Bermain Semua Games Seperti :


    1. Sportbook
    2. Togel
    3. Tangkas
    4. Keno
    5. Slot
    6. Togel
    7. 855 Crowm
    8. Gd88

    Dan masih banyak lagi yang lainya


    Angkasa Bola Juga Memiliki Bonus Yang Menarik Loh Bosku Seperti :


    1. Bonus Cashback 5%
    2. Bonus Refferal 2,5%
    3. Bonus Rollingan Casino 0,8%

    Keunggulan AngkasaBola

    1. Fast Respon Livechat 24 Jam''
    2. Langsung Dilayani Oleh Cs Kami Yang Cantik Dan Proffesional
    3. Kepuasan Member Adalah Prioritas Utama Kami
    4. Wd Berapapun Akan Kami Bayar


    Jangan tunggu lagi bosku , jangan menunda kemenangan besar bosjku
    langsung saja join dengan kami di www.angkasabola.com


    Info :

    bbm : 7B3812F6
    Twitter : CsAngkasabola
    Instagram : Cs1Angkasabolaa
    Line : Angkasabola
    Facebook : Angkasabola

    ReplyDelete

  2. TUNGGU APA LAGI SEGERA DAFTARKAN ID KAMU DI www.Zoya99.com
    DAN RAIH KEMENANGANNYA SELAMA BERMAIN DISINI
    DAPATKAN BONUS" YANG SANGAT MENARIK DISINI
    - BONUS ROLINGAN TERBESAR
    - BONUS REFERALL TERBANYAK
    DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP.20.000
    KAMU SEMUA SUDAH BISA BERMAIN 7GAME SEKALIGUS
    RASAKAN PELAYANAN CS YANG SANGAT BERPENGALAMAN
    TUNGGU APA LAGI.. INGIN MENANG HANYA DI ZOYA99
    INFO
    BBM: D8B82A86 / 2BE5BC31
    LINE: zoya_qq
    WA: +85515370075

    CERITA SEX: http://zoyasex.blogspot.com/2017/11/zoyasex-ena-ena-bareng-anak-ibu-kost.html

    ReplyDelete
  3. Kini hadir Permainan baru di Pianopoker.net ^_^
    Bandar66
    Bandar66 merupakan game terbaru yang paling diminati saat ini , buruan login dan rasakan permainan baru yang fantastis yaitu Bandar66 hanya di Pianopoker.net

    Dan Dapatkan Jutaan Rupiah Dengan Mudah Hanya Di Pianopoker.net
    Real Website, Real Player Vs Player, Real Winner
    Buktikan Sekarang Juga Bersana kami hanya di PianoPoker

    Raih Bonus Extra Jumbo :
    - Bonus Extra Jumbo Rollingan ( dibagikan setiap 5 hari sekali )
    - Bonus Refferal Seumur Hidup

    CS Ramah & Profesional Siap Melayani 24 Jam
    Proses Transaksi Di Jamin Super Cepat
    Kartu Bagus (Easy To Winn)
    Support 5 Bank Local :
    - BCA
    - MANDIRI
    - BNI
    - BRI
    - DANAMON

    Minimal Deposit & Withdraw Hanya 20Rb
    Jangan Mikir Lagi Bos !!
    Jalan dan Kesempatan Sudah Ada Di Depan Mata
    Jangan Sia-Siakan Kesempatan Yang Ada bos !!
    Ingat Bahwa Kemenangan Bergantung Kepada Pilihan Anda.
    Jangan Sampai Salah Pilih Situs , Untuk Jadi Jutawan Pianopoker.net Solusimya !!

    Link : PianoPoker.Net

    Join Sekarang Juga !! Kami Tunggu Kehadirannya Para Calon Jutawan

    http://moneywin9.blogspot.com/2018/03/bayi-umur-3-bulan-kejatuhan-apel-dari.html

    ReplyDelete