Teuku Johan Marzuki; Keuchik Berprestasi Asal Bireuen
Oleh: Khairil Miswar
Bireuen, 19 Juli 2017
Teuku Johan Marzuki |
“Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia.” Kata-kata ini sering diulang-ulang oleh Soekarno untuk menggugah semangat pemuda-pemuda Indonesia di masa lalu. Sejarah telah mencatat bahwa jiwa-jiwa muda kala itu telah menggerakkan spirit perlawanan terhadap kolonialisme. Dan suksesnya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 juga tidak terlepas dari dorongan para pemuda.
Keterlibatan pemuda dalam setiap lini kehidupan selalu dibutuhkan. Untuk melakukan gerakan perubahan, keterlibatan pemuda adalah sebuah keniscayaan. Melalui tangan-tangan pemudalah mimpi-mimpi besar akan diraih. Dan kesuksesan hanya akan tercapai melalui pemuda-pemuda tangguh, bukan pemuda cengeng yang justru menjadi parasit. Pemuda-pemuda tangguh hidup dengan karyanya, sementara pemuda-pemuda cengeng tertunduk layu dalam kehampaan.
*******
Pemuda-pemuda tangguh akan selalu ada di setiap zaman. Teuku Johan Marzuki adalah salah seorang pemuda tangguh yang telah berbuat untuk tanah lahirnya. Pria kelahiran Jangka Alue pada 25 Juli 1975 ini telah sukses melakukan perubahan besar di desanya. Visinya sederhana, “ilmu, karya dan amal.” Spirit inilah yang kemudian mendorong putra dari Teuku Usman dan Kamaliah ini untuk mengabdi pada tanah kelahiran sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Teuku Johan Marzuki yang pernah belajar di STM Bireuen ini mengawali karirnya sebagai kepala desa (keuchik) di Jangka Alue Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen pada tahun 2005 – pasca damai Aceh. Ketika konflik sedang berkecamuk, Johan – demikian dia disapa – juga terlibat aktif dalam gerakan mahasiswa di Banda Aceh. Saat itu dia menjadi mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Iskandar Muda (UNIDA) yang berhasil menamatkan pendidikannya sebagai Sarjana Teknik pada 2003.
Sebagai mantan aktivis ’98, Johan selalu tampil percaya diri dan pantang menyerah dalam menumbuhkan kekompakan masyarakat di desanya. Guna mengabdi ikhlas kepada desanya, pada dua tahun pertama menjabat sebagai geuchik, Johan sama sekali tidak mengambil gajinya yang saat itu masih berkisar Rp. 400.000,-. Gaji geuchik yang menjadi haknya selama dua tahun disumbangkan untuk menambah APBG gampong.
Pada masa-masa awal menjabat sebagai geuchik (kepala desa), Johan mengajak masyarakat untuk menyamakan persepsi guna membangun desa. Dalam penyusunan setiap program, geuchik Jangka Alue ini selalu melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Akhirnya, berkat usahanya ini, Johan berhasil menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk sama-sama membangun desa.
Setelah terciptanya kekompakan masyarakat, kemudian Johan merintis pembenahan manajemen pemerintahan desa yang dipimpinnya. Setiap perangkat desa diberikan tugas sesuai dengan anturan yang telah ditetapkan dalam qanun. Langkah selanjutnya adalah mengubah tata ruang dan master plan gampong. Pada tahun 2008, Johan sudah mulai menggagas penyusunan sejumlah qanun gampong dengan melibatan tuha peut dan perangkat desa lainnya.
Pada 2011, dalam periode kedua kepemimpinannya sebagai geuchik, Johan berhasil melahirkan qanun larangan merokok di kawasan pemerintahan gampong dan rumah ibadat. Menurut Johan, qanun ini sangat fenomenal dan ditaati sepenuhnya oleh seluruh masyarakat. Uniknya, Johan meminta masyarakat sendiri yang bertindak mengawasi setiap pelanggaran terhadap qanun.
Istri dari Isnayanti ini juga sukses melahirkan sebuah qanun yang mengatur terhadap berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan masyarakat. Dalam qanun ini, disebutkan bahwa jika ada oknum yang melakukan pelanggaran terhadap aturan gampong, maka akan “diboikot” oleh masyarakat, kecuali acara pernikahan dan kematian. Menurut Johan, ini adalah bentuk sanksi moral guna terciptanya kenyamanan di gampong.
Johan juga berhasil melahirkan beberapa qanun lainnya, seperti qanun pageu gampong, qanun rumah anti narkoba dan rokok, qanun Tu gaseh aneuk (ayah sayang anak), dll. Dalam qanun Tu gaseh aneuk misalnya, terdapat aturan (bukan paksaan) agar seorang ayah tidak merokok di rumahnya demi menjaga kesehatan keluarga. Bagi masyarakat yang serius mengikuti qanun Tu gaseh aneuk ini akan diberikan reward (penghargaan) oleh desa. Reward dari pemerintah desa ini berupa gas 3 kg perbulan, baik warga miskin atau pun kaya. Qanun ini sudah mulai berjalan pada awal tahun 2017.
Qanun lainnya yang berhasil diterapkan oleh Johan adalah qanun lalu lintas yang mengatur kecepatan kenderaan di desa maksimal 25 km/jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kecelakan dalam gampong. Saat ini Johan juga sedang berupaya untuk menciptakan kondisi desa yang ramah dalam segala lini, baik terhadap lingkungan, anak-anak dan perempuan.
Terkait penggunaan anggaran gampong, Johan juga senantiasa menjaga transparansi. Dana APBG dan realisasinya dipublikasikan secara terbuka melalui papan pengumuman yang diletakkan di tempat-tempat umum. Di Kabupaten Bireuen, Gampong Jangka Alue yang dipimpin Johan tampil sebagai pelopor dalam melakukan publikasi terbuka. Menurut Johan, papan publikasi tersebut dimaksudkan untuk masyarakat di luar gampong Jangka Alue. Sementara untuk masyarakat Jangka Alue, APBG dan realisasinya diantarkan langsung dalam bentuk print out kepada seluruh masyarakat. Berdasarkan penuturan Johan, publikasi anggaran dengan mengantarkan langsung ke rumah-rumah masyarakat adalah pertama di Aceh.
Dalam evaluasi perkembangan desa yang dilakukan oleh Kemendagri melalui kecamatan beberapa waktu lalu, gampong Jangka Alue berhasil mewakili Kecamatan Jangka untuk berkompetisi di tingkat kabupaten. Dari enam kecamatan nominator yang lolos di Kabupaten Bireuen, gampong Jangka Alue menduduki peringkat pertama di tingkat kabupaten. Berkat prestasinya ini, gampong Jangka Alue mendapatkan penghargaan dalam bentuk program untuk gampong senilai 14 Juta rupiah.
Kemudian tahapan evaluasi ini berlanjut di tingkat provinsi. Dalam evaluasi kali ini, gampong Jangka Alue yang dipimpin Johan sukses masuk enam besar dan menjadi juara pertama di tingkat Provinsi Aceh. Gampong Jangka Alue terpilih untuk mewakili Aceh di tingkat nasional. Sebagai penghargaan, Pemerintah Aceh kembali memberikan bantuan program senilai 100 Juta untuk gampong Jangka Alue. Saat ini, Johan sedang menanti hasil evaluasi di tingkat nasional.
Selama menjalankan kepemimpinnanya, Johan juga senantiasi menaruh perhatian untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Johan melakukan berbagai upaya pencerdasan terhadap masyarakat yang dipimpinnya agar nantinya muncul kader geuchik-geuchik hebat dari Jangka Alue.
Bagi Johan, menjadi geuchik adalah sebuah pengabdian yang harus dilakukan dengan ikhlas dan bukan lahan untuk memperkaya diri dengan melakukan tindakan-tindakan koruptif. Di akhir wawancara dengan penulis, pemuda yang tetap memelihara jenggot ini – berharap adanya pembenahan regulasi terkait penggunaan dana desa agar pembangunan desa menjadi maksimal.
Artikel ini sudah terbit di AceHTrend
loading...
Post a Comment