Beda Belum Tentu Sesat, Sesat Sudah Pasti Beda


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 15 Maret 2011

Setelah saya membaca Fatwa MPU Aceh di salah satu Harian lokal di Aceh (Jumat, 11/3/2011) tentang ciri – ciri aliran sesat, secara prinsip saya sangat sepakat untuk menumpas aliran sesat sampai keakarnya. Namun dalam fatwa tersebut saya menemukan satu poin yakni poin ke 3 yang berbunyi ; “meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan iktikad Ahlussunnah wal Jamaah”.


Menurut saya, pihak MPU harus menjelaskan secara detil bagaimana yang dimaksud dengan Aqidah Ahlussunnah Waljama`ah sehingga masyarakat benar – benar faham dan tidak salah dalam bertindak. Penjelasan ini sangat penting karena pengikut aliran sesat juga bisa mengaku sebagai ahli sunnah waljama`ah. Bahkan saya berani menebak banyak masyarakat kita yang tidak faham apa itu ahlussunnah waljama`ah. Bagaimana mereka bisa mengenali para pengikut aliran sesat sedangkan mereka sendiri tidak faham tentang i`tiqad ASWJ. 

Di poin terakhir fatwa MPU Aceh tentang ciri – ciri aliran sesat ( Poin 13 ) ; “Mengafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i (kuat) yang sah, seperti mengafirkan muslim hanya karena bukan merupakan anggota kelompoknya”. Saya sangat sepakat dengan poin ini. Tetapi kita juga berharap kepada masyarakat untuk tidak mudah – mudah menuduh orang lain sesat sebelum ada pembuktian dari instansi terkait seperti MPU. Menuduh orang lain sesat sedangkan kesesatannya belum terbukti sama saja dengan mengkafirkan orang lain. Saya teringat sebuah hadits Nabi Saw yang bersumber dari Abu Dzar r.a dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim dalam sahihnya ; ‘Barang siapa yang memanggil seseorang dengan sebutan kafir, atau menyebutnya sebagai musuh Allah, sedangkan dia ( orang tersebut ) bukan kafir, maka kekafiran tersebut akan kembali kepadanya (si penuduh). 

Hadits tersebut menjadi hujjah bagi kita semua untuk tidak sembarangan menuduh orang lain sesat. Saya juga sangat sepakat dengan tulisan Prof. DR. Alyasa’ Abubakar di salah satu media lokal di Aceh tgl 14/03/2011 dengan tajuk “Mengenali Aliran Sesat”. Ditulisan tersebut Pak Alyasa’ menyebutkan bahwa dalam Islam tidak ada kelompok yang berhak memonopoli kebenaran, sehingga berhak menyalahkan semua pendapat lain. Poin ini sangat penting untuk dicermati oleh masyarakat dan tokoh – tokoh agama yang ada di Aceh. Jangan sampai ada pihak – pihak yang memanfaatkan isu aliran sesat untuk melakukan fitnah kepada orang lain. Jangan sampai hanya karena ada sedikit perbedaan dalam ibadah lantas dituduh sesat. Saya pernah mendengar masyarakat di beberapa tempat dikabupaten Bireuen yang dengan mudah menyesatkan orang lain hanya karena orang tersebut pada saat shalat shubuh tidak membaca doa qunut. Demikian juga ketika ada orang yang tidak membuat acara Nujoeh ( kenduri hari ke 7 kematian ) juga sering divonis sesat. Fenomena ini sangat berbahaya dan akan membuat masyarakat berpecah belah. 

Kembali kepada tulisan pak Alyasa’ bahwa dalam Islam tidak ada kelompok yang berhak memonopoli kebenaran. Jika ada pihak yang mudah menuduh orang sesat hanya karena ada sedikit perbedaan dalam amalan berarti dia telah memonopoli kebenaran dan menganggap hanya dialah yang paling benar sedangkan orang lain adalah sesat. 

Ditulisan tersebut Pak Alyasa` menyatakan bahwa masyarakat atau orang secara pribadi tidak boleh menghakimi serta menghukum seseorang yang tidak (belum) dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Kita berharap kepada masyarakat untuk tidak main hakim sendiri pada saat ada orang yang terindikasi mengikuti aliran sesat. Jika memang ada orang yang kita curigai sebagai anggota aliran sesat yang masuk ke kampung kita lebih baik masyarakat segera melaporkan kepada pihak terkait untuk diamankan dan diperiksa. Kalau bisa masyarakat jangan melakukan penggrebekan atau penjemputan paksa terhadap pelaku aliran sesat karena ditakutkan akan terjadi kekerasan yang bisa menghilangkan nyawa orang lain. Kekerasan tidak dapat dihindari jika masyarakat memaksa melakukan penggrebekan. Kita berharap agar masyarakat bisa bersabar dan tidak mengedepankan emosi dalam menyikapi penyebaran aliran sesat. Kita harus sadar bahwa para pelaku aliran sesat tersebut juga masyarakat dan saudara – saudara kita yang mungkin tersilap hingga terjerumus kedalam aliran sesat. 

Ilustrasi. Sumber: jundumuhammad.wordpress.com
Selanjutnya kepada para teungku dan ustaz kita berharap agar turut serta memberi perhatian terhadap maraknya aliran sesat di Aceh. Para teungku dan ustaz dituntut untuk lebih aktif dalam mendidik masyarakat terutama masalah aqidah agar mereka tidak mudah terjerumus kedalam aliran sesat. Pendidikan masalah aqidah sangat penting jika hendak memberantas aliran sesat. Diakui ataupun tidak masih ada masyarakat kita yang tidak mengenal rukun iman, tidak tahu apa itu Islam sehingga mereka mudah dipengaruhi. Mari kita saling mengingatkan kepada saudara – saudara kita untuk mempelajari ilmu agama, sehingga mereka faham apa itu Ahlussunnah waljama`ah sehingga mereka tidak mudah terjerumus kepada aqidah sesat. Kita juga berharap kepada para teungku dan ustaz untuk menjelaskan ilmu agama kepada masyarakat sedetil – detilnya sehingga tidak ada masyarakat yang mengklaim orang lain sesat hanya karena ada sedikit perbedaan seperti saya sebutkan diatas. Jika ada tata cara ibadah yang kadang – kadang masuk dalam lingkup khilafiyah ( seperti qunut dan tidak qunut ) harus dijelaskan bahwa keduanya berada dalam lingkup ahlussunnah waljama`ah. Demikian juga dengan perbedaan mazhab harus dijelaskan kepada masyarakat walaupun mayoritas masyarakat Aceh menganut Mazhab Syafi`i tetapi jangan sampai menafikan mazhab lain ( Hanafi, Maliki dan Hambali ). Perlu dijelaskan juga kepada masyarakat bahwa berbeda mazhab tidak bisa dikatagorikan sesat. Siapa tahu diantara kita ada yang menganut mazhab Hambali atau Maliki, jangan sampai mereka divonis sesat oleh masyarakat karena ada sedikit perbedaan dalam ibadah. Perlu kita fahami bahwa tidak semua yang berbeda itu sesat, tetapi yang sesat itu sudah pasti berbeda. Sebagai contoh kecil ada mazhab yang menggerak – gerakkan jari telunjuk ketika tasyahud dalam shalat dan ada juga mazhab yang tidak mengerak – gerak jari. Apakah pengikut mazhab yang mengerak jari tersebut bisa kita tuduh sesat karena berbeda dengan mazhab yang kita anut ? Semudah itukah kita menyesatkan orang ? Saya bukannya hendak menjelaskan masalah fiqih disini, tetapi saya kira hal – hal semacam ini perlu mendapat perhatian khusus dari para teungku dan ustaz agar masyarakat kita faham dan tidak semudahnya menyesatkan orang lain. Apalagi sekarang sedang gencar – gencarnya isu aliran sesat. Saya yakin ada oknum – oknum yang akan memanfaatkan momen ini untuk memecah belah umat Islam. Jangan sampai tujuan kita untuk membasmi aliran sesat malah yang terjadi sebaliknya yakni fitnah memfitnah sesama ahlussunnah. 

Diakhir tulisan ini saya mengajak kepada seluruh masyarakat untuk lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi penyebaran aliran sesat di Aceh. Jangan sampai terjadi kekerasan didalam masyarakat. Kita semua membenci aliran sesat, tetapi kita tidak boleh mengedepankan emosi dan hawa nafsu.

Semoga rahmat Allah Swt senantiasa merahmati kita semua. Wallahu `Alam.

Artikel ini sudah dimuat di Harian Aceh


loading...

No comments