Fenomena Dakwah di Aceh


Oleh : Khairil Miswar 

Ditulis Pada Tanggal 01 Mei 2011

Menjadi da`i atau pendakwah merupakan pekerjaan yang sangat mulia dalam Islam. Tidak semua orang dapat menggeluti profesi yang mulia ini dikarenakan butuh proses yang lumayan panjang. Penguasaan ilmu ( materi dakwah ) merupakan hal yang sangat penting dan harus dimiliki oleh setiap pendakwah. Selain pengetahuan agama seorang pendakwah juga dituntut untuk memahami ilmu – ilmu non syariat yang berhubungan dengan persoalan-persoalan sosial. Selanjutnya para pendakwah juga harus menguasai ilmu sejarah khususnya yang menyangkut dengan riwayat kehidupan Nabi Saw, shahabat, tabi`in, tabiut tabi`in, imam mujtahid dan sejarah Islam secara umum. 

Selain itu dalam menyampaikan dakwahnya para pendakwah harus benar-benar profesioanal dan tidak kaku sehingga tidak terlihat monoton dan membosankan. Adab dan sopan santun juga harus menjadi perhatian utama bagi para pendakwah. Sehari sebelum berdakwah sebaiknya para pendakwah mempelajari lagi materi yang akan disampaikan sehingga dalam penyampaiannya akan terlihat sempurna dan tidak ngawur. Jika ada materi-materi yang belum dikuasi secara benar lebih baik tidak disampaikan karena ditakutkan terjadi kesalahan yang tidak disengaja.

Ilustrasi. Sumber: news.viva.co.id
Seorang pendakwah juga harus cakap dalam menentukan materi yang cocok dengan objek dakwah ( pendengar ). Artinya jika objek dakwah adalah anak-anak maka materi dakwah juga harus sesuai dengan tingkat pengetahuan anak sehingga mereka benar-benar faham. Demikian juga jika yang menjadi objek dakwah adalah orang kampung maka bahasa yang digunakan juga harus bahasa ala kampungan, artinya jangan menggunakan istilah-istilah ilmiah yang sulit dimengerti oleh mereka. Kemudian jika objek dakwahnya mahasiswa hendaknya pendakwah menyampaikan materi dengan bahasa yang bisa membuat mereka tertarik, demikianlah seterusnya. Materi dan tingkat pengetahuan pendengar harus  nyambung sehingga tidak ada yang tertidur ketika mendengar dakwah yang kita sampaikan.

Watak Orang Aceh

Aceh yang kononnya bergelar serambi Mekkah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa orang Aceh adalah orang yang “super fanatik “ dalam agama meskipun dalam kesehariannya mereka malas beribadah. Sebagai contoh lihat saja ketika beberapa waktu lalu Aceh diterpa isu aliran sesat. Dengan semangat menggebu – gebu masyarakat Aceh bangkit melawan aliran sesat sampai-sampai mobil dan balai pengajian di desa Peulimbang dibakar massa meskipun belum ada putusan sesat dari MPU setempat. Demikian fanatiknya masyarakat Aceh terhadap agama. Orang Aceh akan murka jika ada pihak – pihak yang dengan sengaja melecehkan agama Islam. Namun hal yang sangat disayangkan adalah banyak orang Aceh yang bersikap fanatik tetapi malas beramal. Sebagai contoh masalah perdebatan rakaat shalat tarawih, umumnya masyarakat Aceh berpegang dengan pendapat 20 rakaat dan ada sebagian dari mereka yang menganggap salah orang – orang yang berpendapat 8 rakaat. Tetapi sampai giliran shalat, orang-orang yang tadinya berpendapat harus 20 rakaat malah shalat 8 rakaat. Jika kita tanya kenapa demikian, mereka akan menjawab ; “ ah malas 20 lama selesainya “. Beginilah watak orang Aceh yang sering “ peutheun ide “ ( pertahankan prinsip ).

Fakta Dakwah di Aceh

Penulis sengaja mengangkat tema menyangkut fakta dakwah di Aceh karena menurut penulis hal ini sangat penting untuk diperbincangkan. Dalam beberapa bulan terakhir khususnya di Aceh kita sering menyaksikan perayaan maulid hampir di setiap pelosok desa dan kota. Dalam perayaan tersebut sering di isi dengan acara dakwah atau ceramah agama. Dari beberapa acara dakwah yang pernah penulis temui penulis berkesimpulan bahwa metode dan materi dakwah di Aceh khususnya di Bireuen masih jauh dari tuntunan syariat Islam yang murni. Ada bebarapa kasus yang menurut penulis perlu diperbaiki oleh para pendakwah, di antaranya ; 

Pertama, umumnya dakwah di Aceh dipenuhi dengan lagu-lagu dan syair, sedangkan ayat Al -Quran dan Hadits Nabi Saw seperti dilupakan oleh para pendakwah, padahal tujuan dari dakwah adalah menyampaikan perintah Allah Swt (Al-Quran) dan bimbingan Rasul Saw (Hadits). Menurut penulis penyampaian dalil (Al-Quran dan Hadits) lebih utama daripada berdakwah dengan lagu dan syair. 

Kedua, ada beberapa pendakwah yang terbiasa memakai kata-kata kotor dan bahkan ada yang “ teumeunak “ ( mencaci – maki ) dalam dakwah. Menurut penulis perilaku ini sudah semestinya ditinggalkan oleh para pendakwah jika ingin dakwahnya diberkati oleh Allah Swt. Dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 125 Allah Swt memerintahkan kepada kita semua untuk mengajak ke Jalan Tuhan (agama) dengan hikmah dan dengan nasehat yang baik. Ayat yang mulia ini secara jelas mengajak kita semua untuk menggunakan metode yang baik dalam berdakwah. Sebuah metode yang penuh adab dan akan membuat para pendengar (orang-orang yang diajak) akan tertarik dengan kelembutan dakwah kita. Dengan demikian masyarakat dapat membedakan antara ceramah agama dengan pidato politik. Hal ini sering sekali diabaikan oleh para pendakwah khususnya di Aceh. Para pendakwah kita terkesan “sangar/menakutkan” dalam menyampaikan dakwahnya sehingga membuat para pendengar malas mendengarkan nasehat yang hendak disampaikan. 

Ketiga, ada beberapa pendakwah yang sering menceritakan kejadian-kejadian bohong dan dikaitkan dengan agama. Mereka banyak mengisi pembicaraan dengan cerita-cerita dan humor yang berlebihan hanya untuk menarik simpati pendengar. Misalnya pada saat para pendakwah menceritakan tentang peristiwa isra` mikraj ; mereka membuat dialog-dialog palsu antara sesama buraq ( kendaraan yang digunakan Nabi Saw). Mereka menceritakan bahwa buraq berebutan untuk menjadi tunggangan Nabi Saw, sampai-sampai ada buraq yang menangis sedih sehingga akhirnya malaikat memutuskan salah satu dari buraq tersebut menjadi tunggangan Nabi Saw. Kemudian buraq tersebut berlompat-lompat kegirangan dan segera menggunakan kosmetik agar tampak cantik (pakai bedak, lipstik, dll). Seolah-olah buraq adalah gadis cantik yang memperebutkan laki-laki. Mendengar cerita ini para pendengar tertawa terbahak-bahak, subhanallah, ini adalah cerita dusta dan palsu. Jika kita tanyakan kepada pendakwah tersebut kenapa anda bercerita demikian, pendakwah tersebut akan menjawab ; ini kan Cuma cerita supaya para pendengar merasa tertarik, kan tidak apa-apa karena tujuan kita baik untuk menceritakan peristiwa isra` mi`raj. Menurut penulis cerita-cerita seperti ini sangat fatal dan tidak mendidik bahkan bisa dikatagorikan sebagai pembohongan. Kenapa tidak dijelaskan dengan dalil-dalil yang telah tsabit dari Nabi Saw sehingga lebih dekat kepada kebenaran.

Keempat, Beberapa tempat yang penulis temui penulis mendapati para pendakwah dengan “ garangnya “ melakukan fitnah dan propaganda terhadap sesama Islam. Sebuah perilaku yang sangat dibenci oleh Allah Swt dan Rasulnya Saw. Sebagai contoh penulis pernah menyaksikan para pendakwah menghujat dan menghina orang-orang yang tidak ikut dalam perayaan maulid. Para pendakwah menyebut orang-orang yang tidak merayakan maulid sebagai orang yang tidak cinta kepada Nabi Saw. Perilaku seperti ini sudah semestinya ditinggalkan karena dapat melahirkan perpecahan umat Islam. Seharusnya para pendakwah menghargai perbedaan pendapat khususnya tentang perayaan maulid. Orang-orang yang tidak merayakan maulid sudah tentu mempunyai alasan kenapa mereka tidak ikut merayakannya. Masing-masing umat Islam mempunyai hujjah untuk menguatkan pandangannya. Jadi jangan sembarangan dituduh dan dihujat apalagi hujatan tersebut dilontarkan dikhalayak ramai seperti pada saat dakwah maulid. Jika perilaku ini terus dibudayakan akan melahirkan hal-hal yang berakibat kepada perpecahan umat Islam. Masyarakat awam akan saling mengejek dan menghina sesamanya. Seharusnya para pendakwah menjadi pemersatu umat bukan sebaliknya menjadi provokator yang dapat merusak citra umat Islam dimata orang-orang non muslim. Terlebih lagi maulid Nabi Saw bukanlah sebuah kewajiban dan juga tidak termasuk sunnah Nabi Saw sebagaimana disangka oleh sebagian pendakwah. Tidak ada satu dalilpun baik dari Al- Quran dan Sunnah yang menganjurkan atau mewajibkan maulid. Jikapun ada dalil yang didengungkan oleh para pendakwah itu adalah dalil-dalil dusta yang bukan berasal dari Nabi Saw. Sebagaimana kita ketahui bersama (melalui sumber-sumber sejarah) bahwa maulid Nabi Saw tidak pernah dilakukan oleh Para shahabat, tabi`in, tabiut tabi`in dan juga tidak dilakukan oleh para Imam Mujtahid. Syaikh ‘Uqail bin Muhammad bin Zaid Al-Maqthiry Al-Yamany berkata, “Yang pertama kali memunculkan perayaan maulid- di Kairo adalah Sultan Al-Mu’izz Lidinillah Al-Fathimy pada tahun 362 H dan terus berlangsung sampai dihapuskan oleh Al-Afdhal. Tatkala khilafah Al-Amir bi Ahkamillah bin Al-Musta’ly berkuasa pada tahun 495 H, perayaan maulidpun kembali dirayakan” (Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal 8-9). Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Daulah fathimiyah berfaham “ Syi`ah “ bukan ahlussunna waljama`ah. Mohon maaf jika penjelasan tentang maulid sedikit panjang, hal ini penting untuk diketahui oleh para pendakwah sehingga para pendakwah bisa menghargai orang-orang yang tidak ikut merayakan maulid.

Kelima, untuk mendapat ridha Allah Swt kita berharap para pendakwah untuk menyampaikan informasi-informasi yang shahih kepada umat. Cerita-cerita israiliyat dan cerita-cerita yang diciptakan oleh syi`ah lebih baik tidak disampaikan kepada umat. Hal ini sangat penting untuk menjaga ruh Islam agar tidak rusak dengan dongeng-dongeng yang tidak berdasar dan bertentangan dengan keagungan Islam sebagai agama yang Haq. Dalam tulisan ini penulis akan mengangkat beberapa cerita populer yang sebenarnya adalah kedustaan yang dibuat oleh musuh-musuh Islam khususnya terhadap para shahabat Nabi Saw. Sebenarnya riwayat dusta ini banyak sekali jumlahnya. Namun dalam tulisan singkat ini penulis akan menjelaskan sebuah riwayat dusta yang sudah populer dan sering diceritakan oleh para pendakwah yaitu cerita Tsa`labah. Tuduhan terhadap shahabat Nabi Saw Tsa`labah Bin Hathib Al-Anshari R.a bahwa beliau tidak mau membayar zakat. Perlu kita ketahui bahwa Tsa`labah Radhiallahu `Anhu adalah shahabat yang ikut dalam perang badar, tentang ahli badar Allah Swt telah memafkan dosa-dosa mereka. Mengenai hadits tentang Tsa`labah yang tidak mau membayar zakat para Ulama hadits telah meneliti hadits tersebut dan mengambil kesimpulan bahwa hadits tersebut dha`if (lemah) baik dari segi sanad maupun matannya. Demikian pendapat Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Al-Ishaabah fi Tamyiz Ash-Shahabah Juz 1 hal. 198 yang saya kutib dari buku “ Kisah Tsa`labah Dan Al-Qamah “ Penulis Abdul Hakim Bin Amir Abdat, penyunting Tim Darul-Qalam Penerbit Darul Qalam Jakarta cetakan I tahun 1422 H/2002 M.

Kita berharap para pendakwah untuk tidak lagi menceritakan riwayat-riwayat dusta khususnya yang menyangkut dengan shahabat Nabi Saw. Perilaku seperti ini harus segera ditinggalkan oleh para pendakwah jika ingin dakwahnya menyerupai dakwah Rasulullah Saw dan diridhai oleh Allah Swt sebagai pemilik Syari`at. Wallahul Musta`an Wa Huwa Ya`lamu.

Artikel ini sudah diterbitkan di Majalah Santunan



loading...

1 comment:

  1. Prediksi Togel HK Mbah Bonar 17 Januari 2020 Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu Disini Gabung sekarang dan Menangkan Ratusan Juta Rupiah !!!

    ReplyDelete