Fenomena Dukun di Aceh

Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 18 Oktober 2011

Ilustrasi. Sumber: www.ceritamu.com

Aksi main hakim sendiri kembali terjadi Aceh. Beberapa hari lalu di beberapa media diberitakan tiga unit rumah milik keluarga Ismail Abdullah di desa Batee Timoh, Kecamatan Jeumpa, Bireuen hangus dibakar massa. Warga didesa tersebut menduga sebagian besar santri, terutama remaja putri di desa itu yang selama ini sering kesurupan dan mengalami kemasukan setan akibat ulah Ismail Abdullah. Warga juga menyebutkan, sebelum ketiga rumah tersebut dibakar, pada malam itu puluhan santri Dayah Darul Islam di sana mengalami kesurupan (Harian Aceh, 17/10/11). 

Terkadang kita jadi bosan membahas permasalahan semacam ini karena aksi seperti ini terus terulang di Aceh. Dulu ketika sedang marak isu aliran sesat kejadian semacam ini juga saban hari terjadi. Sungguh tragis dan memilukan. Diberitakan bahwa keluarga Ismail baru saja memanen padi, namun sayang seluruh padi miliknya hangus terbakar. Dikabarkan juga istri korban, Ainsyah juga sempat terkena lemparan batu dikepalanya. Untung saja korban berhasil keluar dari rumah. Bayangkan jika mereka tidak sempat keluar berapa nyawa yang melayang?

Aksi-aksi seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika masyarakat kita benar-benar menjadikan agama sebagai benteng. Apalagi tuduhan tersebut belum tentu benar. Seandainya pada saat massa membakar rumah tersebut korban juga ikut terbakar dan meninggal. Kemudian setelah diperiksa mereka tidak terbukti bersalah, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap nyawa dan harta-benda mereka? 

Penulis tidak bermaksud membela dukun, tapi siapa yang berani memastikan kalau yang kita tuduh tersebut benar-benar dukun? Kita tidak bisa menghukum orang hanya karena dugaan yang belum tentu benar. Rasanya tidak adil jika hanya gara-gara santri kesurupan lantas kita membakar harta benda orang lain. Jikapun benar Ismail itu dukun, kenapa kita harus membakar semua rumah milik keluarganya? Apa keluarganya juga dukun? Apa mungkin cucunya juga dukun? Siapa yang berani memastikan? 

Dukun Sebagai Penolong

Istilah dukun bagi masyarakat kita sudah tidak asing lagi dan malah sebagian masyarakat kita sangat akrab dengan perdukunan. Dukun dalam bahasa Inggris disebut dengan beberapa istilah, tergantung keahliannya, dari mulai clairvoyant (dukun/tabib) yaitu penyembuh penyakit, hingga psychic (cenayang/peramal), yaitu orang yang dapat melihat masa lalu atau mengaku dapat meramal masa depan berdasarkan masa lalu dan sekarang (dukun-online.webnode.com )

Jika kita membuka kamus besar Bahasa Indonesia kita akan mendapati definisi dukun adalah orang yang pekerjaannya menolong orang susah dan sakit, mengobati, memberi jampi-jampi dan mantra. Dukun juga dikenal melakukan kegiatannya lewat kemampuan tenaga gaib Dukun banyak jenisnya, diantaranya dukun beranak, dukun jodoh, dukun patah tulang, dukun berbagai penyakit, dukun tenung dan masih banyak dukun-dukun lain yang tidak mungkin semuanya kita sebut disini.

Masyarakat kita khususnya yang tinggal di pedesaan hampir bisa dipastikan masih sangat dekat dengan perdukunan. Sebagai contoh, ketika ada masyarakat yang merasa kehilangan kebanyakan mereka mendatangi dukun untuk menanyakan keberadaan harta benda mereka. Ada juga sebagian masyarakat yang mendatangi dukun untuk diberi jimat agar kebal atau agar dagangannya laris. Kita juga sering mendengar ada sebagian masyarakat yang mendatangi dukun untuk minta dijamp-jampi agar cepat mendapat jodoh, jabatan, harta dan sejuta permintaan lainnya. Dalam kondisi seperti ini nampak jelas bahwa dukun adalah penolong, penyembuh penyakit, pemberi harapan dan lain-lain. Dukun menjadi incaran bagi mereka-mereka yang memang percaya dengan ilmu perdukunan. Sebagian masyarakat kita juga tidak segan-segan memberi bayaran mahal asal tujuannya tercapai.

Dukun Sebagai Musuh.

Dalam kondisi tertentu seperti penulis sebutkan diatas dukun menjadi dewa penolong yang menurut mereka mampu menunaikan hajat mereka khususnya yang berhubungan dengan hal – hal mistis. Namun dalam kondisi tertentu pula ketika terjadi wabah penyakit, kesurupan massal, menderita sakit aneh, ada orang meninggal tiba-tiba keadaan menjadi berbalik. Dukun yang tadinya dianggap sebagai penolong tiba -tiba berubah menjadi musuh bersama. Seperti yang terjadi di kecamatan Jeumpa, Bireuen beberapa hari lalu ketika para santri kesurupan rumah orang yang dituduh sebagai dukun dibakar massa. Dalam kondisi seperti ini kehidupan para dukun terancam dan harus gulung tikar. Tidak sedikit orang-orang yang dituduh dukun khususnya dukun santet dihakimi massa dan bahkan dibunuh, harta bendanya dibakar dan keluarganya diusir dari kampung. Begitulah resikonya menjadi dukun sampai -sampai keluarga yang tidak berdosapun ikut menjadi korban. 

Dukun Dalam Pandangan Islam.

Praktek perdukunan seperti dukun patah, dukun beranak dan dukun perobatan selama kegiatannya tidak melanggar ketentuan syariat boleh-boleh saja dilakukan. Tetapi syariat melarang keras perdukunan yang berhubungan dengan masalah gaib. Sebagai umat muslim kita dilarang keras mendatangi dukun dan mempercayai perkataan dukun. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Bin Hambal Rh, Nabi Saw bersabda : “ Barang siapa yang mendatangi dukun / tukang tenung / tukang sihir dan membenarkan apa yang dikatakan oleh dukun tersebut maka sungguh dia telah ingkar dengan apa yang sudah diturunkan kepada Muhammad “. 

Tentang pengetahuan gaib yang menurut sebagian orang diketahui oleh dukun adalah kebohongan besar dan menyalahi firman Allah Swt sebagai pemilik syariat. Dalam Al -Quran yang mulia surat Al-An `am Allah Swt berfirman : “ Di sisiNyalah pengetahuan segala yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah “. 

Berdasarkan dalil dari AL-Quran dan Sunnah dapat disimpulkan bahwa mempercayai dukun hukumnya haram dan merupakan bagian dari syirik. Jadi sudah sewajarnya perilaku ini kita tinggalkan. Meyakini bahwa dukun memiliki kekuatan dan mampu memenuhi hajat berarti kita telah menyekutukan Allah sebagai pemelihara alam raya ini. Jangan sampai kita menjadikan dukun sebagai tandingan Allah Swt. 

Kita berharap agar masyarakat kita yang selama ini mengaku sebagai muslim untuk meninggalkan praktek perdukunan. Namun demikian kita juga tidak boleh sembarangan memvonis orang lain sebagai dukun apalagi jika tidak ada bukti yang jelas. Masyarakat tidak berhak memberi hukuman. Tugas kita sebagai masyarakat hanyalah mengawasi dan melaporkan kepada aparat negara. Tidak perlu main hakim sendiri. Wallahul Musta`an.

Artikel ini sudah dimuat di Harian Aceh

loading...