STUDI BANDIT PIMPINAN DAYAH


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 27 Mei 2011

Rencana Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh yang akan memberangkatkan sejumlah orang untuk studi banding ke Arab Saudi dengan menguras APBA Rp954.660.000 (Harian Aceh, 27 Mei 2011) merupakan program yang sangat tidak logis dan juga pemborosan anggaran. Apalagi jika pihak BPPD juga berkeinginan untuk membawa pimpinan dayah ke Kolombo (Sri Langka). Ini adalah program yang lumayan lucu dan patut ditertawakan. 

Dikabarkan pula bahwa para pimpinan dayah tersebut juga akan melakukan umrah di Masjidil Haram. Seharusnya Badan Dayah lebih jeli dalam memilih program yang lebih bermanfaat dan lebih cerdas. Dana Rp 954.660.000 yang akan digunakan untuk studi banding atau lebih pantas disebut “ studi bandit “ seharusnya bisa digunakan untuk keperluan lain yang lebih mendesak. Lebih-lebih lagi kondisi Aceh hari ini yang sedang marak dengan aliran sesat. Jika dana Rp954.660.000 digunakan untuk membeli kitab khususnya kitab tauhid yang harganya katakanlah 200.000,-/ kitab akan berjumlah 4773 kitab. Dengan demikian perpustakaan di dayah akan penuh sehingga para santri tidak perlu lagi membeli kitab. Bukankah program ini lebih bermanfaat di bandingkan dengan program melancong?

Kunjungan ke Kolombo 

Negara Srilangka terletak di selat India, tepatnya di bagian tenggara anak benua India yang luasnya 65 km2 dengan 9 propinsi dan Colombo sebagai ibu kotanya yang terkenal keindahannya. Penduduk Sri Lanka mayoritas beragama Budha yang mencapai 69 % dari penduduk, suku Tamil 18 % dan kaum Muslimin Cuma 3 % (Sumber : www.stillmuslim05.com). 

Fadhilatus Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimi Rh dalam fatwanya menyatakan bahwa berkunjung ke negeri kafir dalam keadaan tidak darurat adalah haram kecuali jika bertujuan untuk melakukan dakwah. Pertanyaannya sekarang apakah kunjungan pimpinan dayah ke Sri Lanka yang mayoritas penduduknya kafir ( non muslim ) merupakan misi dakwah atau bukan? Jika misi mereka (pimpinan dayah) untuk dakwah tidak menjadi masalah karena ada manfaat yang akan dicapai. Namun jika tujuannya hanya untuk melancong dan melihat-lihat keadaan, menurut saya ini merupakan tindakan bodoh. Jika Cuma ingin melihat perkembangan Islam di Sri Lanka kan bisa melalui media-media lain seperti buku-buku dan via internet, Kenapa mesti buang-buang dana untuk berangkat ke sana? 

Dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abi Hurairah R.a, Rasulullah Saw bersabda : “Tidak dibolehkan melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid, Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsha." (HR. Bukhari, no. 1132 dan Muslim, no. 1397). Dalam Kitab Al-Muwatha, no. 108 Imam Malik Bin Anas Rh membawakan riwayat dari Abu Hurairah R.a; "Aku pergi Thur (gunung Tursina di Mesir), kemudian aku bertemu Ka’b Al-Ahbar, lalu duduk bersamanya, lau beliau menyebutkan hadits yang panjang, kemudian berkata, "Lalu aku bertemu Bashrah bin Abi Bashrah Al-Ghifary dan berkata, "Dari mana kamu datang?" Aku menjawab, "Dari (gunung) Thur." Lalu beliau mengatakan, "Jika aku menemuimu sebelum engkau keluar ke sana, maka (aku akan melarang) mu pergi, karena aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Jangan melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid, ke Masjidil Haram, Masjidku ini dan Masjid Iliyya atau Baitul Maqdis. Riwayat ini dinyatakan shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany dalam Shahih An-Nasa’i)

Syekh Shaleh Fauzan Al-Fauzan hafizahullah berkata: “Tidak boleh Safar ke negara kafir, karena ada kekhawatiran terhadap akidah, akhlak, akibat bercampur dan menetap di tengah orang kafir di antara mereka. Akan tetapi kalau ada keperluan mendesak dan tujuan yang benar untuk safar ke negara mereka seperti safar untuk berobat yang tidak ada di negaranya atau safar untuk belajar yang tidak didapatkan di negara muslim atau safar untuk berdagang, kesemuanya ini adalah tujuan yang benar, maka dibolehkan safar ke negara kafir dengan syarat menjaga syiar keislaman dan memungkinkan melaksanakan agamanya di negeri mereka. Hendaklah seperlunya, lalu kembali ke negeri Islam. Adapun kalau safarnya hanya untuk wisata, maka tidak dibolehkan. Karena seorang muslim tidak membutuhkan hal itu serta tidak ada manfaat yang sama atau yang lebih kuat dibandingkan dengan bahaya dan kerusakan pada agama dan keyakinan. (Al-Muntaqa Min Fatawa Syekh Al-Fauzan, 2 soal no. 221)

Dari beberapa kutipan riwayat di atas jelaslah bahwa melakukan studi banding ke negeri kafir dengan tujuan wisata adalah haram hukumnya. Saya yakin para pimpinan dayah lebih faham masalah ini namun kenapa mereka diam saja? Seharusnya para pimpinan dayah memberi masukan kepada badan dayah yang mungkin silap dalam membuat program. 

Melakukan umrah 

Tentang keutamaan umrah kita semua tidak mengingkarinya, namun yang kita sayangkan jika ritual umrah ini memakai uang rakyat apalagi jika para pimpinan dayah tersebut sudah pernah melakukan ibadah haji. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kewajiban haji hanya sekali, hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw yang bersumber dari Abdullah Bin Abbas R.a dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, Nasa i, Abu Daud dan Ibnu Majah (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Marâm, hadis No. 738 )

Akhirnya kita Cuma berharap kepada para pengambil kebijakan untuk mengambil langkah yang tepat dan tidak menghambur-hamburkan uang rakyat. Kepada para pimpinan dayah kita juga berharap untuk tidak ikut mendukung kebijakan studi banding yang sudah jelas tidak bijak. Semoga saja citra para pimpinan dayah akan tetap terjaga di mata umat. Sesuai dengan sabda Nabi Saw bahwa Ulama adalah pewaris para Nabi. Wallahul Musta`an Wa Huwa Ya`lamu.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh


loading...

No comments