Bada Oen Mancang


Oleh: Khairil Miswar 

Bireuen, 13 Januari 2015



Bagi sebagian orang Aceh, khususnya di pesisir Timur-Utara, istilah bada tidak-lah asing. Jika hendak “dimelayukan” atawa “di-indonesiakan”, bada memiliki makna yang sepadan dengan pisang goreng. Bahkan di Aceh sendiri, oleh sebagian kalangan, bada juga sering disebut dengan pisang gureng. Khususnya di Bireuen, istilah bada telah cukup “masyhur” dan dikenal oleh hampir seluruh lapisan masyarakat.

Dilihat dari jenisnya, meskipun semuanya terbuat dari pisang, namun bada terdiri dari beberapa jenis, di antaranya: bada pisang thoe, bada pisang bhȏb, bada pisang wak, bada pisang klat barat dan bada oen mancang. Jenis bada yang disebut terakhir akan dikupas secara singkat dalam tulisan ini. 

Sekilas, mendengar istilah bada oen mancang, pikiran sebagian kita akan tertuju pada “sosok” bada yang terbuat dari oen mancang (daun bacang). Sama halnya seperti bada-bada yang lain, bada oen mancang juga terbuat dari pisang. Cuma saja, sebelum digoreng, pisang terlebih dulu dipotong menjadi beberapa bagian. Kemudian pada saat hendak digoreng, pisang-pisang tersebut – setelah “dibasuh” dengan tepung, diletakkan di atas oen mancang (daun bacang) dan lalu digoreng sampai masak. Setelah masak, pisang-pisang tersebut kemudian dilepas dari oen mancang dan siap disajikan.

Jalan Menuju Keude Balee Stui
Di Kabupaten Bireuen, bada oen mancang banyak dijual di Keude Balee Setui, Desa Matamamplam Kecamatan Peusangan, Bireuen. Oleh sebagian masyarakat Bireuen, bada oen mancang juga sering dinamai dengan istilah bada Balee (bada dari Bale Srtui). Pada saat musem seumula (musim menanam padi) dan musem keumekoh (musim panen), bada oen mancang menjadi incaran pembeli. Bada oen mancang juga menjadi hidangan ringan untuk menyambut tamu di rumah dan menjadi makanan favorit di kedai-kedai kopi.

Saya pribadi juga sangat “mengidolakan” bada oen mancang. Kebetulan kampung saya juga bernama Cot Bada, jika di-Indonesiakan berarti “Bukit Pisang Goreng”. Namun demikian, nama kampung saya tersebut tidak ada hubungannya dengan keberadaan bada. Meskipun bernama Cot Bada, tapi di kampung saya, keberadaan penjual bada tidak seramai di Bale Setui.

Kenangan bada oen mancang di Masa Kecil

Pemandangan paling menggembirakan yang paling saya nantikan ketika saya masih kecil adalah melihat almarhumah ibu saya menenteng bungkusan plastik yang berisi bada oen mancang. Dulu, ketika ibunda masih hidup, biasanya, ketika awal bulan, setiap gajian, pada saat pulang dari sekolah (pulang mengajar), beliau selalu membawa pulang bada oen mancang untuk kami – anak-anaknya. Masih terbayang di ingatan saya, ketika ibunda pulang, kami duduk berjejer menunggu bada oen mancang dibagikan.

Penjuang Bada Oen Mancang
Almarhumah ibu mengajar di SD Balee Setui sehingga beliau selalu menyisakan uang untuk membeli bada oen mancang untuk kami. Tidak hanya di masa kecil, tapi sampai kami dewasa, sebelum pensiun, ibu masih tetap membeli bada oen mancang di awal bulan. 

Kini, saat ibunda telah tiada, tidak ada lagi bada oen mancang di awal bulan. Tidak ada lagi bada oen mancang di meja makan.

Ketika sesekali saya menuju Bale Setui untuk membeli bada oen mancang, ingatan saya selalu kembali ke masa kecil dan masa-masa ketika ibunda masih hidup. Beliau meninggal pada awal Januari 2015.

Semoga ibunda tenang di alam sana. Dalam setiap tarikan napas, kami selalu berdoa untukmu. Allahummagfirlaha warhamha.


Bersama Almarhumah Ibunda 




loading...

No comments