Novel dan “Jihad” Melawan Koruptor

Oleh: Khairil Miswar

Bireueu, 12 April 2017

Sumber Foto: http://poskotanews.com

Masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan aksi ala “barbarian” yang menimpa penyidik senior KPK, Novel Baswedan pada 11/04/17. Detik.com melaporkan Novel disiram air keras oleh OTK sehingga menimbulkan luka yang serius. Kejadian ini sebagaimana dilansir oleh beberapa media terjadi pada saat Novel dalam perjalanan pulang ke rumahnya selesai melaksanakan shalat subuh di sebuah mesjid dekat rumahnya.

Aksi “primitif” dan pengecut ini kemudian mendapat kecaman dari berbagai pihak, di antaranya dari Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simajuntak yang menyebut tindakan tersebut sebagai perilaku biadab. Menurut Dahnil, aksi kekerasan terhadap penyidik KPK ini sebagaimana dilansir hidayatullah.com dilakukan oleh bandit-bandit yang tidak senang dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sementara pihak kepolisian, dalam keterangannya, sebagaimana dikutip sangpencerah.id, menduga kejadian yang menimpa Novel memiliki kaitan dengan bisnis jilbab yang digeluti oleh istrinya. Sebagai sebuah dugaan awal, apa yang disampaikan oleh pihak kepolisian ini tentunya sah-sah saja. Namun demikian, kita juga tidak bisa menampik bahwa kejadian ini bisa pula terkait dengan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Novel, mengingat status yang bersangkutan sebagai penyidik KPK.

Novel Baswedan yang menjadi penyidik sejak 2007 di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana dilansir republika.co.id, mempunyai peran besar dalam menguak kasus-kasus besar terkait korupsi di Indonesia, di antaranya kasus Wisma Atlet yang menyeret Angelina dan juga kasus jual-beli perkara sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi yang berhasil menyeret hakim konstitusi Akil Mochtar hingga sejumlah kepala daerah yang berperkara, di antaranya mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Novel juga memiliki peran besar dalam mengungkap kasus simulator SIM yang melibatkan sejumlah petinggi Polri. Kasus besar yang ditangani Novel saat ini adalah mega korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyebakan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun sehingga menyeret aktor-aktor politik dan juga pejabat kementerian dan pengusaha. 

Dilihat dari beberapa kasus korupsi yang ditangani Novel, tidak tertutup kemungkinan jika para koruptor di negeri ini menjadi gerah dan merasa terancam. Secara psikologis, keterancaman ini tentunya akan melahirkan berbagai bentuk perlawanan sebagai sebuah strategi pengamanan diri. Bentuk pertahanan diri ini tentunya bermacam-macam, termasuk melalui tindakan teror terhadap para penyidik KPK. Sebagai sebuah upaya pertahanan diri, aksi teror serupa ini bisa saja dimaksudkan sebagai sebuah bentuk pressure guna menumbuhkan rasa kecut bagi para penyidik. Artinya, mengaitkan tragedi Novel dengan aksi pemberantasan korupsi tentu lebih masuk akal jika dibandingkan dengan bisnis jilbab sebagaimana disebut pihak kepolisian.

Novel telah melakukan pekerjaan besar untuk negeri ini. Keterlibatan Novel dalam KPK, baik secara langsung atau pun tidak telah mengakibatkan para koruptor terjungkal dan bahkan terkurung dalam jeruji besi sebagai sebuah konsekwensi logis dari aksi bejat mereka yang telah “memiskinkan” negeri ini. Perilaku koruptif dalam setiap levelnya adalah kejahatan moral yang harus dilawan oleh segenap masyarakat sesuai kemampuan masing-masing.

Apa yang telah dilakukan oleh Novel dan juga KPK adalah “jihad” guna menyelamatkan negeri ini dari cengkraman pencuri uang rakyat demi kepentingan pribadi dan golongan. Koruptor dengan sifat individualistiknya adalah benalu yang mengorbankan kepentingan umum demi meraup uang haram. Untuk itu, apresiasi yang tiada henti kita haturkan kepada para “mujahid” di KPK yang tetap istiqamah menjalankan tugas meskipun dalam kondisi “terancam.”

Kita berharap kepada pihak kepolisian untuk sesegera mungkin menyibak misteri dan kejadian tragis yang menimpa Novel Baswedan agar publik tidak lagi bertanya-tanya. Selama ini Polri terlihat begitu sigap dalam menangkap terduga-terduga teroris dalam tempat-tempat sunyi sekali pun. Semoga saja dengan kesigapan serupa Polri dapat mengungkap dan menangkap “teroris” biadab yang menyerang Novel Baswedan. Wallahul Musta’an.

Artikel ini sudah diterbitkan di Republika Online

loading...

No comments