SYARIAT ISLAM DAN KEMUNAFIQAN


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 13 Juli 2011

Ilustrasi. Sumber: jiwapraja.blogspot.com
Syariat Islam yang kabarnya mulai diterapkan di Aceh pada tahun 2001 ternyata hanyalah sebuah kemunafiqan dan kepura-puraan belaka. Penerapan syariat Islam di Aceh terkesan hanya diperuntukkan untuk masyarakat awam alias wong cilik. Sedangkan kasus-kasus pelanggaran syariat yang dilakukan oleh orang-orang berpangkat dan terhormat nyaris tidak tersentuh sama sekali. Sebagai contoh kasus asusila yang dilakukan oleh oknum pimpinan dayah di Grong-Grong beberapa waktu lalu sudah mulai senyap dan tidak terdengar kabarnya. 

Hampir setiap hari kita membaca di media aparat wilayatul hisbah melakukan razia pakaian ketat terhadap masyarakat. Lucunya yang menjadi korban razia hanya masyarakat kelas bawah sedangkan kalangan elit terbebas dari razia.

Tanpa bermaksud menghina pihak-pihak tertentu dalam tulisan singkat ini penulis akan mencoba mengulas tentang penerapan syariat Islam di Aceh yang menurut penulis tidak adil dan terkesan diskriminatif. 

Artis Aceh dan Syariat Islam

Dalam beberapa tahun terakhir dunia keartisan di Aceh terlihat mengalami kemajuan dengan lahirnya artis-artis muda berbakat. Fenomena ini bisa kita lihat dengan meningkatnya produksi film dan lagu Aceh yang hampir tidak terhitung jumlahnya. Salah satu film Aceh yang sangat digemari saat ini oleh masyarakat kita adalah film komedi Joni alias si Kapluk. Film ini bisa dikatakan laris manis dipasaran, sampai-sampai ada masyarakat yang kecewa karena VCD nya habis terjual di toko-toko. 

Menurut penulis salah satu faktor yang menyebabkan film jenis ini laris manis di Aceh adalah karena filmnya berbentuk jenaka. Kehadiran Haji Uma dalam film ini juga menjadi keunikan tersendiri sehingga film ini digemari oleh setiap kalangan baik orang tua maupun anak-anak. Kondisi masyarakat Aceh yang umumnya mengalami trauma berkepanjangan selama konflik bersenjata lebih kurang 30 tahun membuat masyarakat kita haus akan hiburan. Dengan hadirnya film-film jenis lawak di Aceh setidaknya bisa membuat masyarakat kita tertawa dan melupakan trauma yang mereka alami pada masa konflik. 

Yusniar. Sumber: www.bluefame.com
Meskipun film ini tergolong sukses di pasaran namun menurut penulis ada beberapa adegan di film ini yang melanggar ketentuan syariat Islam. Di beberapa bagian film terlihat Yusniar tidak menggunakan jilbab, jikapun memakai jilbab hanya dililit dibagian kepala sedangkan bagian leher terbuka. Apakah ini bukan pelanggaran syariat? Jika ini pelanggaran syariat kenapa dibiarkan? Selama ini wilayatul hisbah melakukan razia pakaian muslimah hampir disetiap persimpangan jalan. Jika ada wanita yang menggunakan pakaian ketat dan tidak berjilbab sudah pasti terjaring oleh razia. Namun sayangnya Yusniar terbebas dari jeratan syariat, kenapa demikian? Apa karena Yusniar seorang artis sehingga boleh tidak berjilbab? 

Penyanyi Aceh dan Syariat Islam

Saat ini lagu Aceh juga mengalami kemajuan yang lumayan pesat. Dulu era tahun 1990 kita hanya mengenal penyanyi Abakar AR dan Syah Loethan dengan lagu identik melayu. Meskipun lagunya terdengar kampungan tetapi penampilan dan gaya mereka lumayan sopan dan tidak norak seperti artis Aceh zaman sekarang. 

Hari ini kita bisa melihat sendiri banyak lahir penyanyi muda berbakat dengan ragam musik yang berbeda seperti dangdut, pop, rock dan bahkan lagu-lagu etnik seperti lagu yang dinyanyikan oleh Rafli dan Liza Aulia.

Namun dibalik kemajuan tersebut ternyata banyak terjadi pelanggaran syariat yang dilakukan oleh para penyanyi dan penari di Aceh. Umumnya para penyanyi dan penari di Aceh tidak menggunakan pakaian muslimah dan memamerkan aurat kepada para penonton. Apalagi banyak lagu-lagu Aceh saat ini yang menampilkan para penari seksi yang melenggak-lenggok pinggul kehadapan penonton. Apa perilaku seperti ini tidak melanggar syariat Islam? 

Jujur saja penulis sendiri merasa syur melihat para penari dan penyanyi yang berpakain seksi apalagi sambil menari-nari. Tetapi para penyanyi kita tidak sadar atau mungkin malah sengaja memamerkan aurat agar lagunya laku dipasaran. Pada kondisi seperti ini dimana peran dinas syariat Islam? Atau mungkin dinas syariat Islam juga syur ketika melihat pinggul-pinggul bahenol?

Melihat penyanyi Aceh hari ini tidak ada bedanya dengan artis-artis ibu kota yang memang sama sekali tidak mengenal syariat. Apalagi di Aceh juga sudah mulai ada kontes kecantikan, pemilihan agam inong Aceh dan juga kontes-kontes lainnya yang jelas-jelas menginjak-injak Islam. 

Contoh Pakaian Artis Aceh. Sumber: www.youtube.com
Ketika kita melihat fenomena seperti ini masih pantaskah Aceh disebut “Serambi Mekkah? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Mungkin kita masih ingat beberapa waktu lalu kita sempat disibukkan dengan isu aliran sesat. Apakah goyang-goyang pinggul dan baju seksi yang dipakai oleh penyanyi kita tidak sesat?

Lucunya, jika ada pelaku mesum yang melakukan aksinya dihutan atau dipuncak gunung para polisi syariat dengan cepat dan sigap melakukan penggrebekan. Penulis bukannya hendak melegalkan aksi mesum dipuncak gunung, tetapi kenapa aksi pelanggaran syariat yang dilakukan oleh artis – artis Aceh luput dari pantauan? Padahal aksi artis Aceh terekam dalam VCD dan bisa didapatkan hampir disembarang toko musik. Pemerintah kita juga terkesan tidak ambil pusing dengan fenomena ini. Mungkin saja royalti yang disumbangkan oleh artis Aceh lumayan tinggi sehingga terpaksa dibiarkan oleh pemerintah kita yang katanya akan menerapkan syariat Islam secara “ Kak Pah atau Ka Phak “ di Aceh.

Di akhir tulisan ini penulis mengajak semua pihak khususnya para pemangku kekuasaan untuk benar-benar menerapkan syariat Islam di Aceh secara menyeluruh dan sesuai dengan tuntunan Agama Islam yang murni. Penulis bukannya sok alim, tetapi menurut penulis persoalan ini perlu ditanggapi serius oleh oleh Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam jika memang ingin mempertahankan Aceh sebagai serambi Mekkah. Jangan sampai Aceh menjadi serambi Maksiat. Wallahu Waliyut Taufiq.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh


loading...

No comments