Wabah Corona, Kesigapan Pemerintah dan Kepatuhan Warga

Oleh: Khairil Miswar

Ilustrasi: foreignpolicy



Bireuen, 17 Maret 2020

Di pengujung tahun 2019 dunia dikejutkan dengan ditemukannya virus baru di Wuhan, China yang kemudian dikenal dengan Virus Corona (Covid-19). Virus tersebut telah berhasil menginfeksi delapan puluh ribu lebih warga China dengan mayoritas korban berada di Kota Wuhan. Menurut laporan CNN, dari 80.860 yang teinfeksi, sejumlah 3.213 orang meninggal dunia dan 67.490 orang dinyatakan sembuh.

Baru-baru ini, seperti dirilis sejumlah media, para dokter yang bertugas menangani pasien Corona di Wuhan telah merayakan keberhasilan mereka dalam menangani wabah. Perayaan itu dibuat setelah RS darurat terakhir yang menampung pasien Corona resmi ditutup sebagai pertanda keberhasilan kerja-kerja mereka menurunkan jumlah korban. Seperti diketahui sebelumnya pemerintah China telah mendirikan 14 RS darurat untuk menangani penyebaran wabah yang meningkat saat itu. Satu tindakan cepat yang mungkin tidak semua negara mampu melakukannya.

Virus yang semula berasal dari China itu kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh belahan dunia. Saat ini, seperti dicatat CNN dari laporan WHO, sejumlah 170.316 orang telah terinfeksi Corona dengan korban meninggal sebanyak 6.511 orang dan pasien yang berhasil sembuh 77.084 orang. Di luar China, penyebaran Corona paling luas terjadi di Italia dengan 24.747 kasus dengan korban meninggal sebanyak 1.809 orang. Posisi kedua penyebaran Corona menimpa Iran sebanyak 13.938 kasus dengan korban meninggal 724 orang. Dalam hal ini, konsentrasi penyebaran virus tidak lagi terjadi di China, tetapi telah menyasar Eropa.

Di Indonesia sendiri, sejauh ini telah ditemukan sebanyak 134 kasus. Para korban yang terjangkit virus berada di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Dari sejumlah korban seperti dicatat kompas.com sebanyak delapan orang telah dinyatakan sembuh dan lima orang meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran virus meluas, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan langkah terbaik dengan memutuskan meliburkan sekolah dan juga semua tempat wisata di wilayahnya.

Sementara itu pemerintah pusat sendiri tampak lambat menyikapi perkembangan wabah Corona. Presiden Jokowi baru mengambil sikap setelah Menteri Perhubungan dinyatakan positif Corona. Jokowi telah menyerukan untuk membatasi interaksi publik sebagai upaya pencegahan. Ada pun negara tetangga, Malaysia, telah mengumumkan lockdown selama dua minggu ke depan untuk memutus rantai penyebaran Corona di negeri itu. Sebelumnya, kebijakan lockdown ini sudah dimulai oleh China, Italia, Denmark, Irlandia, Spanyol, dan Perancis.

Kesigapan Pemerintah

Diakui atau pun tidak, Presiden Jokowi memang terkesan lamban dalam mengambil sikap untuk melindungi warga negara dari ancaman wabah. Di satu sisi kita paham bahwa memunculkan kepanikan kepada warga negara memang tidak perlu dan bahkan akan berdampak pada terganggunya stabilitas negara. Namun di sisi lain, menganggap wabah Corona seperti halnya flu biasa juga tindakan yang tidak dapat dimengerti mengingat jumlah korban yang terus bertambah dalam waktu singkat.

Sejauh ini jumlah kasus di Indonesia memang belum tinggi dibanding negara lain, namun bukan berarti Indonesia bisa berleha-leha. Karakteristik virus, apalagi Corona yang sampai saat ini belum mampu dikendalikan oleh teknologi medis tetap saja harus diwaspadai. Belajar pada pengalaman negara lain, khususnya Italia yang sempat mengabaikan ancaman Corona pada awal-awal virus menyebar, seharusnya Indonesia segera mengambil tindakan cepat sebelum korban bertambah sehingga kepanikan massal pun tak dapat dihindari.

Beberapa WNI yang menetap di Italia telah menceritakan bagaimana cueknya masyarakat Italia terhadap ancaman virus sehingga akhirnya negara itu menjadi pusat konsentrasi baru penyebaran Corona. Italia yang memiliki pelayanan kesehatan lumayan baik dibanding Indonesia saja tampak kewalahan menghadapi pasien yang terus bertambah. Dalam kondisi genting itu pemerintah Italia mengeluarkan dekrit secara bertahap sampai akhirnya diputuskan lockdown demi menyelamatkan warga negara.

Jika pun pemerintah Indonesia tidak mau berkiblat ke Italia, setidaknya Indonesia bisa meniru langkah Malaysia dengan melakukan lockdown sementara demi keselamatan. Kebijakan yang hanya menutup sekolah dan pusat-pusat keramaian tanpa diikuti dengan penutupan bandara sebagai pintu masuk utama Corona yang dibawa oleh para pengidap adalah kebijakan yang tidak akan mampu memutus rantai penyebaran virus. Namun begitu, jika pun suatu saat lockdown diterapkan, pemerintah juga tidak bisa lepas tangan dan tetap harus menjamin ketersediaan kebutuhan pokok bagi warga negara sehingga stabilitas tidak terganggu.

Kepatuhan Warga

Selain tindakan cepat penguasa, dalam hal ini presiden, pencegahan penyebaran virus juga mesti dimengerti dan diindahkan oleh warga negara, sebab tanpa kesadaran warga negara, segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan memberi dampak apa pun. Kita tentu telah membaca di beberapa media tentang perilaku sebagian oknum masyarakat yang justru memanfaatkan “libur corona” untuk melakukan liburan ke tempat-tempat tertentu. Sikap semacam ini tentunya tidak akan mampu mencegah penyebaran wabah dan justru memperparah.

Imbauan pemerintah untuk menjauhi keramaian dan kerumunan sudah semestinya dipatuhi oleh warga negara demi keselamatan bersama. Jika hal ini diabaikan, maka tujuan pemerintah membatasi interaksi publik tidak akan pernah tercapai sehingga segala kebijakan pemerintah menjadi sia-sia belaka. Sudah saatnya kita belajar kepada negara lain yang saling mendukung antara warga dan pemerintah dalam menangani penyebaran wabah. Sudah saatnya pula segala bentuk lelucon diakhiri demi keselamatan bersama.

Dalam agama sendiri, sebelum dianjurkan tawakkal kita juga diperintahkan untuk berikhtiar. Semoga saja luckdown atau minimal menghindari keramaian menjadi salah satu ikhtiar yang akan membuahkan hasil sehingga keadaan menjadi normal kembali.

Artikel ini sudah terbit di Harian Waspada Medan.


loading...

No comments