Bila Cinta Didusta…

Oleh: Khairil Miswar 

Bireuen, 26 Februari 2017

Sumber Foto: spring.org.uk

“Bila cinta didusta
Hati mulai gelisah
Hilang kekasih hati
Hidup jadi merana”
(Screen)
Tajuk tulisan ini sengaja saya copot dari judul lagu yang dinyanyikan oleh group band Screen asal Malaysia yang sempat populer dalam blantika musik Indonesia pada era 90-an. Lagu tersebut dinyanyikan dengan begitu syahdu oleh G-Mie, vocalis Screen yang berambut panjang dan berdahi lebar. Alunan gitar yang dipetik Wan juga terdengar mendayu-dayu ketika lagu ini didendangkan. Saya pribadi sebagai penikmat lagu-lagu Malaysia pun terpaksa peuduk jaroe ateuh dhoe guna memulai sebuah lamunan ketika syair-syair itu dilagukan.

Lagu ini secara keseluruhannya mengisahkan tentang dunia percintaan sehingga ramai remaja 90an yang terpikat dengan kesyahduan lirik dan melodi yang dimainkan. Lantunan syairnya menggetarkan hati dan membuat lamunan remaja kala itu melambung tinggi menembus batas. Dengan mata terpejam, bibir tersenyum, sebuah panorama percintaan yang indahnya tiada tara pun seolah hadir menemani hati para remaja kala itu. Seandainya lagu ini diputar kembali pada tahun 2017, maka mereka-mereka yang pernah menjadi penikmat lagu ini pada era 90an akan kembali mengulang khayal.

Meskipun lagu ini berkisah tentang percintaan yang gagal dan dikhususkan untuk muda-mudi, namun bait-bait lagu ini juga sangat relevan jika dikaitkan dengan kontestasi politik yang dalam beberapa hal memiliki kemiripan dengan dunia percintaan. Lagu ini mencoba mengantarkan sebuah pesan moral, bagaimana pahitnya ketika cinta itu didustai dan diabaikan sehingga melahirkan sebuah kekecewaan yang mendalam. Ketika cinta itu didustai, maka kita akan merasa gelisah dan kemudian membuat hidup menjadi merana, demikian kira-kira pesan utama yang disampaikan Screen dalam lagunya tersebut.

Ketika membaca hasil pleno KIP Aceh yang menetapkan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah sebagai gubernur terpilih pada Pilkada 2017 dan pasangan Muzakir-T.A Khalid pada posisi kedua, saya langsung teringat kepada bait-bait lagu Screen yang mendayu-dayu itu. Tentu ada kegelisahan besar di hati mereka yang belum beruntung dalam kontestasi politik tahun ini. Kegelisahan itu sendiri disebabkan oleh hilangnya kekasih hati, yaitu rakyat. Kegelisahan ini jika tidak mampu dikelola dengan baik tentunya akan berdampak pada terciptanya kehidupan yang merana sebagaimana digambarkan oleh Screen dalam lagunya.

Keputusan KIP Aceh yang menetapkan kemenangan Irwandi-Nova kemudian memaksa saya untuk menafsirkan bait-bait lagu Screen menggunakan pendekatan politik. Cinta yang diimpikan (kekuasaan) akhirnya putus di tengah jalan (kekalahan dalam pilkada). Insan jadi idaman (rakyat) kini dimilik orang (pemenang/ Irwandi). Bila hati dah jemu (kekecewaan rakyat), mula berpaling tadah (memberikan dukungan kepada pihak lain).

Bait-bait terakhir lagu Screen juga sangat menyentuh jika ditafsirkan dengan pendekatan politik. “Andainya ditakdirkan cintamu didustai, pastinya kau mengerti siksanya perpisahan, hanyalah ditemani sesalan.” Bait ini mencoba mengantarkan pesan bahwa “kedustaan” yang selama ini kita hembuskan kepada rakyat telah membuat rakyat sadar sehingga rakyat pun mendustai kita. Bentuk “kedustaan” tersebut adalah hilangnya dukungan rakyat yang sebelumnya begitu menggelora.

Kedustaan yang kita tabur di masa lalu berupa janji-janji palsu telah dibalas oleh rakyat dengan memalingkan dukungannya kepada sosok lain yang menurut mereka lebih patut dicintai. Tentu kita tidak bisa menyalahkan rakyat, karena mungkin saja selama ini kita telah menyia-nyiakan kepercayan mereka. Akhirnya kita hanya bisa meratap sayu. Dan masa tak mungkin terulang.

Artikel ini sudah diterbitkan di AceHTrend

loading...

No comments