Pemimpin Hercules

Oleh: Khairil Miswar 

Bireuen, 03 Oktober 2016

Sumber: gizmodo.com
Tersiar kabar bahwa beberapa calon pemimpin di Aceh, baik bacalon Gubernur, walikota dan bupati beserta bacalon wakilnya tengah dilanda duka yang mendalam – luka yang menusuk ulu hati. Sedih! Begitulah suasana hati yang mendera beberapa tokoh yang punya cita-cita besar untuk menjadi pemimpin di tanoh indatu.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kesedihan itu muncul. Pertama, faktor administratif seperti kurangnya alat dukungan (ktp) bagi calon independen atau pun minimnya dukungan parpol bagi calon dari partai politik. Kedua, faktor “malas mengaji” sehingga mengakibatkan “keguguran” pada saat diuji di hadapan publik. Ketiga, faktor kesehatan, baik jasmani maupun rohani yang menyebabkan sebagian bakal calon “putoeh teuraje” (seperti layangan putus tali) sehingga akhirnya “tersungkur” ke tanah – dan tak bisa bangkit lagi.

Beberapa faktor tersebut di atas akhirnya membuat mereka terpaksa “menangis” yang diikuti oleh “gerbong” di belakang mereka (timses) dengan melantunkan irama yang sama – irama kesedihan yang sungguh memilukan. Tulisan singkat ini tidak punya cukup waktu untuk mengupas seluruh faktor yang membuat para bakal calon itu terjungkal. Dengan segala keterbatasannya, tulisan ini hanya mencoba melirik faktor terakhir terkait dengan kesehatan bakal calon.

Menjadi sehat adalah dambaan setiap orang. Berbagai upaya akan kita lakukan agar jiwa dan raga tetap sehat. Namun demikian, sakit tidak selamanya berarti bencana, terkadang ia juga menjadi media penghapus dosa. Tapi sayangnya, ada sebagian manusia yang entah belajar di mana dengan congkaknya melakukan “diskriminasi” terhadap orang-orang sakit.

Dalam sebuah khutbah Jumat, saya pernah mendengar seorang khatib yang dengan garangnya berteriak-teriak bahwa sekarang banyak sekali penyakit kutukan, seperti strok dan diabetes. Orang-orang yang mengalami stroke dan diabetes itu adalah orang yang diazab oleh Allah, demikian pernyataan si khatib. Seandainya bukan di mesjid, maka saya akan meludah ke hadapan si khatib. Bukankah kalau mengalami mimpi buruk kita disarankan untuk meludah ke kiri tiga kali?

Pemimpin dan Kesehatan

Pemimpin itu memang harus sehat jasmani dan rohaninya. Seseorang yang mengalami kelumpuhan misalnya, tentu tidak akan mampu memimpin. Demikian pula dengan orang gila, tidak mungkin menjadi pemimpin dalam kondisi sedarurat apa pun.

Muncul pertanyaan, apakah pemimpin tidak boleh sakit? Tentu boleh. Kalau memang pemimpin tidak boleh sakit, maka sampai kapan pun kita tidak akan memiliki pemimpin. Artinya, kita tidak mungkin melakukan demonstrasi untuk menurunkan pemimpin hanya karena si pemimpin itu terserang flu, batuk, demam atau mencret.

Pemimpin yang sehat adalah pemimpin yang kuat fisiknya dan stabil jiwanya, seperti mampu berdiri, duduk, berbicara, melihat, mampu berpikir serta mampu mengambil keputusan dalam kondisi sesulit apa pun. Tentu sangat berlebihan jika kita menafsirkan sehat jasmani itu seperti Hercules dan sehat rohani seperti Dimas Kanjeng Ta’at Pribadi.

Kita tidak mungkin memimpikan sosok pemimpin yang mampu mengangkat batu-batu besar, atau pun mampu menghancurkan tembok dengan tangannya. Mustahil rasanya mengharapkan pemimpin yang mampu berenang tanpa alat melintasi samudera. Kita pun akan dianggap “gila” jika mengharapkan sosok pemimpin yang mampu mematahkan pedang dan melempar lawan-lawannya ke awan. Model-model serupa itu hanya dimiliki oleh sosok Hercules. Jika pun kita jumpai pemimpin semacam itu, maka dapat dipastikan bukan pemimpin sehat, tapi pemimpin kelainan.

Selama tidak mengidap penyakit berat yang dapat mengganggu kinerjanya dalam mengurus rakyat, maka tidak ada halangan bagi seseorang untuk menjadi pemimpin.

Menggugat” Tes Kesehatan 

Berhembus kabar bahwa salah satu bakal calon Bupati Bireuen atas nama Saifannur dinyatakan tidak lulus tes kesehatan. Media AJNN (01/10/16) meriwayatkan bahwa Saifannur gugur karena yang bersangkutan tidak memenuhi syarat secara jasmani. Pasca berkembangnya informasi tersebut, Modus Aceh (02/10/16) mengabarkan bahwa Saifannur menolak hasil tes kesehatan yang dilakukan oleh tim dokter RSUZA tersebut. Tidak hanya penolakan, tim sukses dan para pendukung Saifannur sebagaimana dilansir Serambinews.com (03/10/16), juga mendatangi kantor Panwaslih Aceh guna melaporkan hal tersebut. Sementara itu, seperti dilaporkan AceHTrend (02/10/16), sebagian kalangan nampak terkejut dengan kabar gugurnya Saifannur, padahal elektabilitas yang bersangkutan semakin meningkat.

Tidak hanya Saifannur, bakal calon Bupati Aceh Jaya, Safriantoni yang dikenal dengan Pang Toni pun mengalami nasib serupa – tidak lulus tes kesehatan. Di Aceh Utara sebagaimana dilaporkan Serambinews.com (29/09/16) Sulaiman Ibrahim (balon Bupati) dan Ibn Hajar (balon wabup) juga tidak lulus tes kesehatan. Hal serupa juga dialami oleh Abu Hanifah, bakal calon wakil bupati Nagan Raya. Nasib menyedihkan juga dialami oleh Sofyan, bakal calon walikota Lhokseumawe yang dinyatakan tidak memenuhi syarat secara psikologis (pelita8.com).

Alhasil, keputusan yang dikeluarkan oleh tim dokter RSUZA pun dilanda protes dari para bakal calon. Secara psikologis, keputusan yang tidak menguntungkan ini tentunya akan berimplikasi pada tekanan mental para bakal calon. Bayangkan saja, mereka sudah menghabiskan banyak rupiah untuk bisa mencalonkan diri sebagai calon pemimpin. Kepedihan paling parah dialami oleh bakal calon yang maju melalui jalur independen. Entah berapa banyak energi mereka yang telah terbuang sia-sia. Dengan gugurnya tes kesehatan, maka “punahlah” harapan mereka!

Menyikapi tahapan pilkada saat ini yang rawan menimbulkan kerugian materi dan juga menyebabkan tekanan psikologis plus gejolak sosial dari pihak yang merasa dirugikan, saya kira status facebook yang ditulis oleh sahabat kita Bung Junaidi patut dipertimbangkan. Dalam statusnya, Bung Junaidi menawarkan agar tahapan pilkada dimulai dengan tes baca Alquran dan tes kesehatan. Dua tes ini harus didahulukan karena kedua bentuk tes ini tidak dapat diperbaiki. Hal ini penting diperhatikan agar para bakal calon tidak meujungkat aki u langet (terjungkal).

Kita tentu tidak ingin melihat saudara-saudara kita tahe gante akibat tidak lulus tes kesehatan. Tidak sekedar kehabisan uang, tapi yang paling menyakitkan adalah punahnya harapan sebelum bertanding. Bahkan Hercules pun akan menangis jika tidak lulus tes kesehatan. Sesunggunya Allah bersama orang-orang yang sabar. Wallahu A’lam.

Artikel ini sudah diterbitkan di AceHTrend

loading...

No comments