Pemuda dan Fenomena “Politik Pragmatis”

Oleh: Khairil Miswar 

Bireuen, 14 September 2016


Soekarno. Sumber Foto: http://www.bintang.com/
“Beri aku seribu orang tua, akan kucabut semeru dari akarnya. Dan beri aku sepuluh pemuda, akan kuguncangkan dunia.”

Kalimat yang kononnya diucapkan oleh Soekarno ini begitu populer di tanah air. Kalimat ini hampir selalu digunakan untuk menyemangatkan kaum muda. Dalam kalimat ini, pemuda digambarkan sebagai sosok yang penuh tenaga, kuat dan cerdas sehingga dengan jumlah sepuluh orang saja mampu mengguncang dunia yang begitu luas. Berbeda dengan orang tua, meskipun berjumlah seribu orang hanya mampu mencabut akar semeru.

Namun kita semua paham, bahwa kalimat Soekarno tersebut hanyalah metaforis belaka. Istilah tua dan muda yang digunakan Soekarno tersebut tentu tidak bisa dimaknai secara leksikal. Entah kita sepakat atau tidak, saya kira substansi istilah muda dan tua tersebut terletak pada semangat, bukan pada fisik dan usia. Muda berarti sigap, kuat, cerdas, cekatan dan punya semangat berapi-api. Adapun tua dapat dimaknai sebagai lemah, lambat dan bahkan loyo. Sebagaimana kita ketahui bahwa sebagian tokoh-tokoh bangsa – sudah berusia tua ketika negeri ini diproklamirkan, tetapi mereka memiliki semangat muda yang masih menyala-nyala.

Pemuda, Politik dan Kepentingan

Bicara politik adalah bicara kepentingan. Tidak ada politik tanpa kepentingan. Dan salah satu cara untuk mencapai kepentingan adalah melalui politik. Lantas apa peran pemuda dalam politik? Untuk menjawab ini tentunya terpulang pada kepribadian si pemuda. Idealnya, melalui instrumen politik, pemuda – seperti kata Soekarno harus mampu mengguncang dunia. Namun demikian, realitasnya tentu bervariasi, ada pemuda yang hanya mampu mencabut akar semeru dan ada pula yang “terpental” sebelum mencapai semeru. Adapun pemuda yang mampu mengguncang dunia hanyalah mereka yang punya integritas, kepribadian luhur, konsistensi, pantang menyerah dan mampu beradaptasi dengan setiap keadaan – tanpa harus menjadi seorang oportunis.

Pemuda-pemuda tangguh tidak lahir dengan sendirinya, ia harus diciptakan dan ditempa sedemikian rupa. Butuh kesungguhan dan keseriusan guna melahirkan pemuda yang kreatif dan peka terhadap keadaan di sekelilingnya. Tanggung jawab untuk melahirkan pemuda tangguh terletak di pundak semua pihak, baik keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pemuda serupa inilah yang kemudian akan menjawab segala tantangan di masa depan. Mereka adalah pewaris sah negeri ini!

Bagi pemuda-pemuda tangguh, politik adalah instrumen untuk melakukan perubahan secara mendasar, bukan perubahan simbolik yang menipu. Pemuda-pemuda kreatif – dengan segala daya dan upayanya akan bersinergi dengan semua pihak guna menghadirkan kemakmuran yang nyata bagi rakyat. Bukan sebaliknya, menguras harta negara untuk kemakmuran pribadinya. Pemuda bertanggung jawab adalah pemuda yang siap menerima segala konsekwensi dari kebijakan politiknya, bukan justru “cuci tangan” dan melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain. Pemuda berintegritas akan tersenyum ketika dikritik, dan tawadhu ketika dipuji. 

Dalam konteks politik praktis, kita membutuhkan pemuda-pemuda yang tidak hanya kritis, tapi juga solutif. Pemuda yang idealis adalah mereka yang mampu memilah antara kepentingan partai politik dan kepentingan masyarakat umum sehingga conflict of interest dapat dihindari. Mereka tidak larut dalam kepentingan sesaat partai politik, karena kemenangan partai politik bukanlah tujuan akhir. Partai politik hanya alat untuk mencapai kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dan pemuda pemuda-pemuda tangguh tidak akan terjebak dalam lingkaran kepentingan yang menguburkan harapan rakyat.

“Pragmatisme Ekstrim”

Apa yang telah diuraikan di atas adalah sebuah kondisi ideal yang tidak sepenuhnya terwujud dalam realitas. Jika dicermati, justru sebagian pemuda saat ini terjebak dalam pragmatisme. Ada sebagian pemuda yang menggunakan instrumen politik sebagai alat untuk meraih popularitas dan juga kebutuhan-kebutuhan material. Diakui atau pun tidak, ada segelintir pemuda yang bergabung dengan partai politik hanya demi tercapainya kepentingan-kepentingan temporal yang bersifat individual.

Semestinya partai politik menjadi media untuk belajar bagi para pemuda. Belajar berinteraksi sesamanya dalam satu komunitas. Belajar memahami berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Belajar menjadi pemimpin dan belajar memahami rakyat yang suatu saat akan ia pimpin. Sejatinya partai politik menjadi media untuk mengasah kecerdasan emosional para pemuda.

Namun sayangnya, realitas saat ini, ada sebagian oknum dari partai politik yang bermental buruk plus busuk sehingga berimbas pada rendahnya pandangan masyarakat terhadap partai politik. Oleh sebagian masyarakat, partai politik dianggap sebagai tempat berkumpulnya para “bandit berdasi.” Intelektualitas yang mereka miliki tidak digunakan untuk mewujudkan harapan rakyat. Sebaliknya, dengan intelektualitas itu mereka “mengelabui” rakyat dengan melahirkan berbagai regulasi yang membuat rakyat putus harapan, atau malah kecewa.

Potret buruk yang ditampilkan oleh sebagian oknum “politisi busuk”, baik langsung atau pun tidak telah membunuh citra partai politik sebagai penggerak perubahan di mata publik. Ketika berhadapan dengan kasus-kasus memalukan seperti korupsi, partai berlebel Islam atau pun nasionalis menjadi sama saja. Fakta inilah yang kemudian membuat partai politik menjadi kehilangan muka di hadapan rakyat. Hal ini disebabkan oleh azas “pragmatisme ekstrim” yang dianut oleh sebagian oknum politisi di negeri ini.

Menyikapi muramnya wajah partai politik saat ini, dibutuhkan peran pemuda guna menyambung estafet yang sudah ada atau bahkan menggantikan peran mereka di masa depan. Para pemuda harus kembali ke fitrahnya agar mimpi-mimpi negeri ini dapat terwujud. Jangan biarkan kerusakan moral menjadi epidemi yang akhirnya akan menggerogoti jantung rakyat sehingga simpati berubah menjadi antipati. Para pemuda tangguh harus bangkit menyambung yang putus dan meluruskan yang bengkok. Anggap saja para politisi hari ini sebagai masa lalu sembari mempersiapkan diri menjadi pemuda-pemuda berintegritas guna meraih cita di masa depan.

Sikap “pragmatis” yang menjadikan politik sebagai sarana mencari keuntungan individual dan kelompok harus dibuang jauh-jauh. Para pemuda harus mampu mengembalikan citra partai politik yang selama ini telah dinodai oleh tangan-tangan jahil. Sudah saatnya para pemuda tangguh “menyusup” ke dalam partai-partai politik guna melakukan penyegaran agar kepercayaan publik terhadap partai politik bisa tumbuh kembali. Hal ini penting, karena partai politik adalah salah satu wadah untuk melakukan perubahan nyata, yang tidak hanya bersifat teoritik, tapi juga praktik. Mari buktikan, bahwa pemuda Indonesia mampu mengguncang dunia! Wallahu A’lam.

Artikel ini sudah diterbitkan di Qureta

loading...

No comments