Isu Aliran Sesat dan Kekerasan Komunal

Oleh: Khairil Miswar 

Bireuen, 22 September 2016

Ilustrasi. Sumber Foto: www.aljazeera.com
Dalam konteks sosiologis sebagaimana dikemukakan oleh para sosiolog, di antaranya Martin Van Bruinessen, aliran sesat adalah sebuah pemikiran (paham) yang menyimpang dari keyakinan mainstream. Dalam konteks yang lebih luas, term mainstream (yang dianggap benar) dan term sesat (sempalan) sangat berkaitan dengan kondisi politik. Artinya, paham yang dianut oleh negara dan para penguasa politik akan dianggap sebagai mainstream. Sebaliknya, paham yang dianut oleh minoritas sering diidentikkan sebagai paham menyimpang (sempalan).

Dulu, ketika rezim Abbasiyah berkuasa, khususnya pada masa pemerintahan Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq, aliran Mu’tazilah merupakan mazhab resmi negara. Dengan sendirinya, aliran Mu’tazilah ini menjadi aliran mainstream dalam pandangan negara, sehingga aliran-aliran lain yang bertentangan dengan aliran ini akan dianggap sebagai sesat dan menyimpang. Kisah Imam Ahmad bin Hanbal adalah salah satu bukti kuat bahwa negara Abbasiyah dengan segala kekuatannya telah melakukan berbagai usaha untuk menyapu bersih seluruh aliran di luar Mu’tazilah.

Pada saat itu, paham Sunni yang dianut oleh Ahlul Hadits dianggap sebagai paham yang menyimpang. Tragedi “Alquran Makhluk” telah menoreh catatan hitam dalam sejarah, di mana rezim Mu’tazilah telah melakukan berbagai ancaman, teror dan bahkan pembunuhan terhadap siapa saja yang tidak mengakui Alquran sebagai makhluk. Keberhasilan aliran Mu’tazilah yang saat itu diakui sebagai mazhab resmi negara Abbasiyah disebabkan oleh sokongan politik, dalam hal ini dukungan para khalifah.

Demikian pula halnya dengan keberhasilan penyebaran paham di berbagai wilayah Islam juga turut didukung oleh kekuatan politik. Paham Asya’ariyah berhasil melebarkan sayapnya di dunia Islam disebabkan dukungan politik dari para penguasa Islam saat itu, di antaranya Dinasti Saljuk. Keberhasilan Iran menjadikan Syi’ah sebagai mazhab resmi negara juga tidak lepas dari bayang-bayang politik. Demikian pula dengan Saudi Arabiya yang berhasil menancapkan paham Salafiyah di wilayahnya pun berkat sokongan politik.

Begitu juga halnya dengan klaim sesat terhadap golongan tertentu juga tidak terlepas dari peran politik. Bahkan kemunculan berbagai firqah dalam Islam pada awalnya juga didasari oleh kepentingan politik. Sebut saja kelahiran khawarij yang merupakan bentuk protes terhadap penyelesaian politik melalui tahkim. Kemunculan Syi’ah juga didorong oleh kepentingan politik sebagian kalangan yang menginginkan kepemimpinan dipegang oleh Ali dan keturunannya. Namun dalam perkembangan selanjutnya setelah melalui berbagai diskusi dan perdebatan yang panjang, akhirnya faksi-faksi politik tersebut mengambil bentuk sebagai aliran teologi.

Kekerasan Komunal

“Usir”, “tangkap”, “bakar”, “bunuh”, demikianlah kata-kata yang umumnya terdengar ketika isu aliran sesat berhembus. Kata-kata serumpun ini terus saja menghiasi setiap bibir insan-insan yang kononnya religius, tapi minim moral. Kekerasan selalu saja menjadi solusi praktis yang terus dipertahankan. Kondisi ini akan semakin parah ketika negara selalu saja “terkalahkan” oleh ekstrimis bertopeng agama.

Saya yakin, tidak ada satu agama pun di dunia ini – terlebih Islam, yang membenarkan perilaku kekerasan membabi-buta terhadap siapa pun tanpa alasan yang berlandas kepada dalil syar’i atau pun hukum positif di setiap negeri. Mungkin hanya “agama-agama primitif” yang membenarkan kekerasan semacam ini – seperti halnya pembunuhan yang dilakukan demi pengorbanan kepada dewa-dewi yang hidup dalam kepercayaan “manusia purba”.

Kita tentu sering menyaksikan bagaimana kekerasan itu terus “diwariskan” dari generasi ke generasi. Kasus Syi’ah di Sampang dan kasus Ahmadiyah beberapa tahun lalu adalah potret buram yang terpaksa harus kita tonton. Kecenderugan teologis, tentu tidak bisa dijadikan alasan untuk melanggengkan kekerasan kepada pihak lain.

Sebagai seorang Sunni, secara pribadi saya berkeyakinan (dengan berbagai alasan) bahwa Syi’ah dan Ahmadiyah adalah ajaran yang menyimpang dari Islam. Bahkan sebagian sekte ekstrim dari Syi’ah justru telah keluar dari Islam. Demikian pula dengan Ahmadiyah Qadian yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi adalah sekte “sesat dan menyesatkan.” Ini adalah keyakinan saya sebagai seorang Sunni. 

Tentunya tidak ada yang bisa merubah keyakinan saya ini (kecuali Allah). Namun apakah kemudian saya akan menggunakan keyakinan ini untuk menyerang pihak lain? Selama pihak-pihak tersebut (Syi’ah dan Ahmadiyah) tidak membuat kerusuhan dan mengganggu ketertiban umum, maka prinsip lakum dinikum waliyadin, atau minimal lakum a’malukum lana a’maluna sudah memadai untuk diterapkan.

Lantas bagaimana jika aliran-aliran tersebut menyebarkan pahamnya, apakah kita tidak khawatir? Jawabannya, kita tentu khawatir. Tapi apakah karena kekhawatiran ini lantas kita perlu mempraktikkan kekerasan? Jawabannya adalah tidak! Justru di sinilah letaknya tantangan bagi kita untuk berjidal dengan mereka dalam sebuah forum ilmiah yang humanis.

Praktik kekerasan justru menunjukkan bahwa kita itu lemah, miskin ide dan minus ilmu. Tanpa sadar kelemahan itu telah mendorong kita untuk melakukan kekerasan agar kelemahan kita tertutupi. Semestinya, kebenaran itu ditegakkan dengan hujjah bukan dengan pedang. Bentuk penyelesaian “penyimpangan sosial”, seperti halnya aliran sesat tidak akan pernah tuntas melalui pendekatan kekerasan. Sebaliknya, satu kekerasan tetap saja akan melahirkan kekerasan baru yang terus berlanjut dan tiada akhir.

Syaikh Muhammad Al-Ghazali (2005) menulis dalam bukunya, “keburukan tidak akan lenyap dengan keburukan yang sepertinya. Akan tetapi najis dan kotoran akan lenyap dengan siraman air yang jernih.” Demikian pula dalam menyikapi penyimpangan tidak akan pernah selesai jika dilakukan dengan cara-cara yang menyimpang seperti kekerasan. Untuk meluruskan sebuah penyimpangan dibutuhkan cara-cara yang humanis (mau’idhatul hasanah) sesuai dengan petunjuk Alquran dan Sunnah, bukan dengan cara-cara anarkhis (fasad) yang dicela oleh syariat.

Islam tidak mengajarkan kekerasan, untuk tidak menyebut membenci kekerasan. Di sisi lain, Islam justru mengajarkan untuk tabayyun sebelum bertindak. Islam juga senantiasa memperingatkan kita agar tidak menjadikan kebencian kepada suatu kaum sebagai alasan untuk berlaku tidak adil. Jangan sampai kebencian non syar’i kita jadikan modal untuk kemudian mempraktikkan kekerasan kepada golongan lain.

Tidak hanya kekerasan personal, Islam juga melarang kekerasan jama’i yang dilakukan sekelompok orang terhadap kelompok lain. Isu aliran sesat adalah isu sensitif, apalagi jika ditambah dengan bumbu-bumbu provokasi, maka dapat dipastikan berakhir dengan kekerasan. Selama ini kita sering menyaksikan bahwa model kekerasan komunal terhadap (terduga) pelaku penyimpangan sudah menjadi semaca epidemi, di mana ketika berkembang isu aliran sesat, maka berduyun-duyunlah masyarakat melakukan kekerasan terhadap mereka.

Dalam sebagian besar kasus, kekerasan terhadap (terduga) penganut aliran sesat selalu saja dilakukan secara beramai-ramai dengan cara mengusir atau pun membakar rumah (balai pengajian) milik para terduga sesat, seperti yang dialami oleh Tgk. Aiyub Syakubat di Kabupaten Bireuen, Aceh, beberapa tahun lalu – di mana, Tgk. Aiyub dan pengikutnya harus mati dengan cara yang menyedihkan – akibat dibakar massa. Ironis lagi, dalam sebagian kasus aliran sesat, di mana isu tersebut belum terbukti secara meyakinkan, tetapi kekerasan komunal selalu saja mendahului proses hukum.

Jika dicermati, berbagai aksi kekerasan komunal terhadap terduga penganut aliran sesat tidak selalu dilandasi oleh persoalan teologis, tetapi sebagiannya justru berawal dari dendam pribadi yang kemudian dipolitisir sedemikian rupa guna menarik perhatian masyarakat agar si tertuduh sesat tersebut dapat disingkirkan. Kasus aliran sesat Millata Abraham di Bireuen, Aceh beberapa tahun lalu adalah satu contoh konkrit, di mana sebagian besar para terduga yang ditangkap massa justru tidak terlibat dalam aliran sesat tersebut.

Diyakini atau pun tidak, kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan juga kepentingan politik senantiasa mengiringi kasus-kasus kekerasan komunal terhadap terduga penganut aliran sesat. Persoalan teologis hanyalah pintu masuk agar kepentingan-kepentingan lain dapat bermain.

Di akhir tulisan ini, saya mengajak kita semua untuk bijak dalam menyikapi isu-isu aliran sesat, dengan mengedepankan dialog dan penyelesaian secara humanis. Kekerasan bukanlah solusi, karena ia akan mewariskan dendam yang berterusan. Mari menegakkan kebenaran dengan cara-cara yang benar. Menolak kekerasan terhadap terduga penganut aliran sesat, tidak berarti bahwa kita toleran terhadap kesesatan. Wallahu A’lam.

Artkel ini sudah diterbitkan di Qureta

loading...

1 comment:

  1. Saya Atas nama IBU WINDA ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di SINGAPURA jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga di kampun,jadi TKW itu sangat menderita dan di suatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak di sengaja saya melihat komentar orang tentan AKI SOLEH dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di SINGAPURA,akhirnya saya coba untuk menhubungi AKI SOLEH dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg di berikan AKI SOLEH 100% tembus (4D) <<< 3510 >>> saya menang togel (763,juta) meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan AKI SOLEH kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik AKI SOLEH sekali lagi makasih yaa AKI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja AKI SOLEH DI 082-313-336-747- insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW trimah kasih banyak atas bantuang nomor togel nya AKI wassalam.




    KLIK DISINI SITUS ANGKA RAMALAN TOGEL GAIB HARI INI












    Saya Atas nama IBU WINDA ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di SINGAPURA jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga di kampun,jadi TKW itu sangat menderita dan di suatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak di sengaja saya melihat komentar orang tentan AKI SOLEH dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di SINGAPURA,akhirnya saya coba untuk menhubungi AKI SOLEH dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg diberikan AKI SOLEH 100% tembus(4D) <<< 3510 >>> saya menang togel (763,juta) meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan AKI SOLEH kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik AKI SOLEH sekali lagi makasih yaa AKI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja AKI SOLEH DI 082-313-336-747- insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW
    trimah kasih banyak atas bantuang nomor togel nya AKI wassalam.




    KLIK DISINI SITUS ANGKA RAMALAN TOGEL GAIB HARI INI





















    ReplyDelete