QURBAN UNTUK SIAPA?


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 05 November 2011

Anas bin Malik R.a berkata bahwa Rasulullah Saw datang ke Madinah dan penduduknya memiliki dua hari di mana mereka bermain di dalamnya. Maka beliau bertanya: Apakah dua hari ini? Mereka menjawab: Dahulu kami biasa bermain di dua hari ini semasa Jahiliyah. Beliaupun bersabda: “Sungguh Allah telah menggantikannya dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddien Al-Albani rh. 

Jika kita berpedoman kepada hadits diatas maka dapat disimpulkan bahwa hari raya dalam Islam Cuma dua dan tidak lebih. Pertama hari raya Idul Fitri atau bagi orang Aceh biasa disebut dengan hari raya puasa. Kemudian kedua hari raya Idul Adha yang dikenal dengan hari raya Qurban atau hari raya haji. Adapun perayaan selain Idul Fitri dan Idul Adha tidak ada dalilnya sama sekali. Sebagai contoh, peryaan maulid, halal bi halal, isra` mi`raj dan berbagai kebiasaan lainnya yang sudah mengakar di Aceh jika ditinjau dengan teliti dan menggunakan akal sehat sama sekali tidak ada dalilnya baik dari Al Quran maupun Sunnah sehingga patut ditinggalkan. 

Qurban Dalam Pandangan Islam

Seperti penulis sebutkan tadi bahwa hari raya dalam Islam ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Namun dalam tulisan singkat ini penulis mengkhususkan pembahasan tentang hari raya qurban (Idul Adha). Pembahasan tentang hari raya Idul Adha penulis persempit lagi dengan mengangkat Qurban sebagai inti bahasan. Tentang sejarah dan hikmah qurban sedikit banyaknya telah di ulas oleh saudara kita Teuku Zulkhairi dalam analisisnya yang berjudul “Esensi Qurban“ (Harian Aceh, 5 November 2011). 

Qurban merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Didalam AL-Quran yang mulia Allah Swt menggandingkan ibadah qurban dengan shalat. Hal ini sesuai dengan firmaNya yang berbunyi ; “Maka dirikanlah shalat demi Rabbmu dan menyembelihlah” (Al kautsar: 2). Didalam ayat yang lain surat Al An`am 162-163 Allah Swt berfirman : “Katakanlah sesungguhnya shalatku, sembelihanku, dan matiku adalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tak ada sekutu bagiNya”. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ibadah qurban adalah ibadah paling utama sehingga Allah Swt menggandingkanya dengan ibadah shalat.

Perlu juga kita ketahui bahwa menyembelih qurban adalah melakukan pendekatan diri kepada Allah Swt dengan cara menyembelih. Dengan demikianlah gugurlah anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa berqurban adalah mengambil manfaat dari dagingnya saja. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Al – Hajj ayat 27 : “ Daging – daging dan darahnya itu sama sekali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketaqwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti dari berqurban adalah ketaqwaan dari orang yang berqurban dengan penuh ikhlas dan mengharap ridha Allah. 

Tentang hukum qurban terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Sebagian ulama menyatakan bahwa qurban hukumnya wajib bagi orang yang mampu, sebagian yang lain menyatakan tidak wajib. Diantara ulama yang menyatakan bahwa qurban hukumnya wajib adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rh, beliau berkata : “ Sesungguhnya pendapat yang nyata yaitu berqurban adalah wajib dan barang siapa yang mampu melakukannya namun tidak memperbuatnya, maka dia berdosa”. Disini perlu ditegaskan bahwa hukum wajib disyaratkan dengan adanya kemampuan, adapun jika tidak mampu maka gugurlah kewajibannya.

Qurban politik.

Khususnya di Aceh qurban sudah menjadi ibadah tahunan yang dilaksanakan setiap bulan Zulhijjah. Ada yang berqurban secara pribadi dan ada juga yang berserikat dengan tujuh orang untuk satu ekor lembu. Dan kedua cara ini dibolehkan dalam Islam. Menjelang pilkada di Aceh orang-orang yang berqurban sedikit bertambah. Hal ini dapat kita saksikan dibeberapa tempat di Aceh khususnya di beberapa kabupaten yang tengah menjalani prosesi pilkada. Penulis melihat fenomena ini lebih cenderung kepada tujuan politis. Buktinya qurban dilakukan khusus di daerah yang merupakan basis suara mereka, sedangkan di daerah yang menurut mereka bukan basis malah tidak ada jatah qurban sama sekali. Jikapun ada hanyalah qurban milik masyarakat setempat bukan kiriman dari tokoh-tokoh tertentu. 

Jika ditinjau dari pandangan Islam qurban seperti ini tidak ada manfaat sama sekali dari sisi ibadah, adapun manfaat yang diperoleh Cuma dari dagingnya saja. Seperti penulis jelaskan diatas bahwa tujuan dari qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan cara menyembelih. Adapun jika qurban tersebut kita maksudkan agar masyarakat simpati kepada kita maka sungguh sia-sia belaka. Apalagi pada saat qurban akan disembelih panitia menyebut nama pemilikya dengan menggunakan mikrophone sehingga orang – orang tau siapa yang telah berqurban. Sehingga orang – orang akan berkata “get that akai teungkunyan, gohlom meunang ka geubi kurbeun, acie keuh wate meunang brat lom geupreumeun”. (baik sekali teungku itu, belum menang sudah mengirim qurban untuk kita, kalau sudah menang pasti bertambah baik perhatiannya kepada kita). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa qurban yang mereka lakukan bukan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, tetapi tujuan mereka hanyalah untuk mendekatkan diri dengan manusia agar popularitas dan elektabilitas mereka tinggi menjelang pilkada. Wallahul Musta`an.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh


loading...

No comments