“Pemuda Maboek”


(Refleksi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928)

Oleh: Khairil Miswar 

Bireuen, 28 Oktober 2012

Ilustrasi. Sumber: sirojuth-tholibin.net

Dalam kamus Ilmiah Populer, Ramadhan (2010:335) mengartikan pemuda sebagai kaum muda; orang muda atau remaja. Dari pengertian yang dibuat oleh Ramadhan tersebut terlihat bahwa seseorang dinamakan sebagai pemuda dengan batasan usia tertentu. Secara biologis, yang digolongkan pemuda adalah mereka yang berumur antara 15 sampai dengan 30 tahun (http://ekkinuarihakim.blogspot.com). Adapula anggapan lain dari sebagian kita yang membatasi istilah pemuda pada orang-orang yang belum menikah, sedangkan yang sudah menikah cenderung dianggap sebagai kalangan tua meskipun usianya masih tergolong muda. Terserah mana yang benar.

Pemuda Masa Lalu

Sepanjang sejarah Indonesia telah tercatat bagaimana peran para pemuda dalam membebaskan negeri ini dari penjajahan bangsa asing (Belanda dan Jepang). Para pemuda waktu itu menjadi tulang punggung bangsa ini dalam rangka melahirkan sebuah negara yang dikemudian hari diberi nama Indonesia. 

Dalam buku “Pemuda Indonesia Dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa”, Ahmaddani, dkk (1985: 61) mengisahkan bahwa para pendiri Budi Utomo yang notabene adalah organisasi nasional tertua di Indonesia ternyata adalah anak-anak muda yang merupakan murid-murid STOVIA. Namun akhirnya para anak muda tersebut keluar dari Budi Utomo setelah organisasi tersebut diambil alih oleh kalangan priyayi dan pegawai pemerintah. 

Pada perkembangan selanjutnya lahirlah berbagai organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, namun masih bernuansa nasional. Organisasi pemuda yang pertama sekali lahir adalah “Tri Koro Darmo pada tanggal 7 Maret 1915. Pada tahapan selanjutnya nama Tri Koro Darmo diganti dengan Jong Java dengan maksud membangun persatuan Jawa Raya. Selanjutnya dari barisan Jong Java ini pula lahir Jong Islamieten Bond yang merupakan organisasi bentukan Raden Sam (mantan ketua Jong Java) yang keluar dari Jong Java akibat usulannya untuk memajukan agama Islam di tolak oleh kongres Jong Java (Ahmaddani: 71-73).

Para pemuda asal Sumatera yang belajar di Jakarta juga tidak mau ketinggalan, mereka mendirikan Jong Sumatra Bond pada tanggal 9 Desember 1917. Di daerah Indonesia lainnya juga lahir berbagai macam organisai pemuda, seperti: Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Pemuda Betawi, Sekar Rukun, Pemuda Timor, dll (Ahmaddani: 74-76). Setelah melalui proses panjang dan rumit akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui kongres Pemuda II lahirlah sebuah produk sejarah yang saat ini kita kenal dengan “Sumpah Pemuda”.

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tidak hanya merumuskan aspirasi yang hidup dikalangan pemuda tetapi sekaligus menciptakan arah perjuangan pemuda. Bahkan sampai saat ini Sumpah Pemuda tetap bermakna dalam kehidupan bangsa. Hal ini menjadi bukti bahwa perumusan Sumpah Pemuda bukan hanya diperuntukkan untuk kebutuhan seketika. Sumpah Pemuda adalah tekad abadi yang mengikat setiap insan Indonesia akan fitrahnya yang terikat dalam kesatuan bangsa yang utuh (Ahmaddani: 124)

Pemuda memiliki peran vital dalam melakukan perubahan dan memajukan bangsanya. Hal ini sebagaimana pernah disinggung oleh Wisnu SD dalam tulisannya “Peneguhan Kembali Peran Pemuda” di Harian Suara Merdeka 11 Agustus 2012. Kita tentu masih ingat bagaimana semangat pemuda ketika melakukan gerakan reformasi pada 21 Mei 1998 yang berhasil menumbangkan rezim Orde Baru. Tanpa peran dan pengorbanan para pemuda dan mahasiswa, barangkali hingga kini kita belum bisa menikmati kesejatian era demokrasi. Dari peristiwa bersejarah itulah, ternyata peran pemuda sangat vital. Sedemikian vitalnya peran pemuda, Bung Karno pernah menyeru, ’’Beri aku sepuluh pemuda maka aku akan mengguncang dunia” (Suara Merdeka, 11/08/12).

Pemuda Hari Ini

Tanpa bermaksud menafikan kiprah para pemuda kita hari ini yang telah menunjukkan prestasi gemilangnya di bidang masing-masing, namun dalam tulisan singkat ini penulis ingin mendiskusikan tentang kisah sebagian pemuda kita yang telah melupakan jati dirinya sebagai pilar bangsa yang merupakan agen perubahan masa depan. Sudah jamak kita ketahui khususnya melalui media massa bahwa tidak sedikit pemuda kita yang terjerumus kepada perilaku-perilaku tidak bermoral dan merugikan dirinya sendiri.

Masalah terbesar yang sedang menimpa pemuda kita hari ini adalah narkoba yang saban hari diberitakan oleh berbagai media. Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa pada tahun 2010 jumlah pemuda yang terlibat narkoba adalah 14 ribu orang (panah-org.blogspot.com). Sedangkan dalam sumber lain disebutkan bahwa dalam tahun 2009 saja jumlah pemuda dan mahasiswa yang terlibat narkoba adalah sekitar 1,1 juta orang (sospolinaction.blogspot.com). Terlepas berapa angka sebenarnya, yang jelas fenomena ini harusnya menjadi perhatian bagi para pemuda kita. 

Kita tentu dapat membayangkan apa yang akan terjadi sepeluh tahuh kedepan jika pemuda hari ini berprofesi sebagai pemabuk, pemakai SS, pengedar ekstasi dan pengisap heroin serta petani ganja. Tidak malukah kita pada pemuda masa lalu yang telah melahirkan negeri ini? Untuk mengurus negeri yang sudah merdeka saja terkadang kita tidak becus. Tidak malukah kita dengan Bung Karno, Hatta dan segudang pemuda lainnya yang telah mengorbankan hidupnya agar negeri ini bebas dan merdeka.

Ironisnya lagi, Aceh yang merupakan satu-satunya daerah yang menerapkan syariat Islam juga tidak luput dengan hujaman narkoba. Harian Serambi Indonesia (16/06/12) memberitakan bahwa Aceh menduduki kedudukan keempat peredaran narkoba secara nasional. BNN mencatat bahwa 48.300 warga Aceh adalah pemakai narkoba. Sungguh tragis.

Kita tentu ingat bagaimana kiprah pemuda Aceh masa lampau semisal T. Nyak Arif, Ali Hasyimi dan sederetan nama lainya yang tidak mungkin semuanya disebut disini. Kita juga pasti masih terkenang dengan tokoh Aceh yang beberapa waktu lalu memejamkan mata, Hasan Tiro yang pada usia mudanya pernah membuat panik Indonesia. Perlu diingat, mereka bukanlah pemabuk. Nama mereka tetap dikenang melalui karya-karyanya, bukan melalui sabu-sabu atau ekstasi. 

Sekarang semuanya terserah kita, apakah kita akan menjadi pemuda lelet yang akan mempermalukan bangsa dan agama. Ataukah kita punya cita-cita untuk mempersiapkan diri menjadi pemuda-pemuda tangguh yang akan menjadi agen perubahan. Semoga saja peringatan Sumpah Pemuda menjadi momen bagi kita untuk menemukan jati diri kita sebagai pemuda sejati. Wallahu A’lam.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Serambi Indonesia


loading...

No comments