NISHFU SYA`BAN ANTARA SUNNAH DAN SYUBHAT


Oleh : Khairil Miswar

Bireuen, 24 Juli 2011

Tentang keutamaan bulan Sya`ban hampir tidak ada perselihan diatara para Ulama baik ulama salaf maupun ulama khalaf. Mereka semua sepakat bahwa bulan sya`ban memiliki keutamaan. Pendapat ini tentunya berdasarkan keterangan dari hadits-hadits shahih yang datang dari Nabi Saw. 

Seorang ahli hadits senior Al Imam Al Bukhari Rh membawakan hadits yang sanadnya bersambung kepada Aisyah Rh ; “ Rasulullah Saw berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak berpuasa. Dan aku belum pernah sama sekali melihat Rasulullah Saw menyempurnakan puasanya satu bulan, kecuali bulan Ramadhan. Dan aku belum pernah melihat beliau didalam satu bulan lebih banyak melakukan puasa daripada bulan Sya`ban”. 

Imam At Tirmidzi Rh juga membawakan hadits yang bersumber dari Ummu Salamah Ra; “ Aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw puasa dua bulan berturut-turut kecuali pada bulan Sya`ban dan Ramadhan”. Selain dua hadits tersebut masih banyak lagi hadits yang menjelaskan tentang keutamaan bulan sya`ban. 

Hadits-hadits tersebut diatas bersifat umum dan tidak ada perintah untuk menghidupkan malam nisfu Sya`ban dengan amalan-amalan tertentu yang tidak ada dasarnya sama sekali, seperti melakukan ceramah, melakukan shalat malam secara khusus dan amalan-amalan rekayasa lainnya.

Adapun hadits yang berbunyi ; “ Jika malam pertengahan Sya`ban, maka lakukanlah shalat diwaktu malamnya dan puasalah diwaktu siangnya. Karena sesunggunya Allah Swt pada waktu tersebut turun ke langit dunia dan berfirman : ‘Ketahuilan barang siapa meminta ampu kepadaKu, maka aku akan mengampuninya. Ketahuilah barang siapa yang meminta rizki kepadaKu maka Aku akan memberikan rizki kepadanya. Ketahuilah barang siapa ditimpa penyakit, maka Aku akan menyembuhkannya” (HR Ibnu Majah No 1388). Tentang hadits ini Asy Syaikh `Aqil bin Muhammad bin Zaid Al Maqthiri Al Yamani dalam risalahnya yang berjudul Taslih Asy Syuj `aan bi Hukmi Al Ihtifal bi Lailati An – Nishfi min Sya`ban, menjelaskan bahwa hadits tersebut sanadnya dhaif karena dhaifnya Ibnu Abi Sabrah. Para ahli hadits seperti Al Imam Ahmad Bin Hanbal Rh menyatakan bahwa Ibnu Abi Sabrah adalah pemalsu hadits. Sementara Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rh menghukumi hadits tersebut sebagai hadits maudhu ( palsu ).

Demikian juga dengan hadits yang berbunyi : “ Wahai Ali, barang siapa mengerjakan shalat seratus rakaat pada malam pertengahan dari bulan sya`ban, pada setiap rakaat membaca Fatihatul Kitab dan Qul Huwallahu Ahad sepuluh kali, kecuali Allah akan memenuhi setiap kebutuhannya ...sampai akhir hadits. Asy Syaukani berkata didalam Al Fawaa `id Al Majmu`ah bahwa hadits tersebut palsu dan para perawinya majhul ( tidak dikenal ). 

Abu Syamah didalam kitabnya Al Ba`its Ala Inkar Al Bida` wa Al Hawadits berkata bahwa shalat alfiyah yang dikerjakan pada malam pertengahan bulan Sya`ban adalah shalat yang panjang dan memberatkan, tidak ada berita tentang shalat tersebut kecualli riwayat – riwayat palsu. Beliau berkata bahwa shalat alfiyah pertama kali muncul di Bait Al Maqdis pada tahun 448 Hijrah. Ketika itu datang seorang dari Nablus yang dikenal dengan nama Ibnu Abi Al Hamra, dia bagus bacaannya. Maka dia berdiri mengerjakan shalat pada malam pertengahan bulan Sya`ban, kemudian ada orang yang ikut shalat dibelakangnya sehingga akhirnya menjadi jamaah yang banyak, mungkin karena suaranya yang bagus sehingga orang-orang ikut shalat bersamanya. Kemudian pada tahun berikutnya dia datang lagi dan jamaahnya semakin ramai sehingga shalat tersebut tersebar keseluruh dunia dan dianggap sebagai sunnah padahal tidak ada asalnya sama sekali. 

Para fuqaha’ banyak tertipu dengan hadits-hadits tentang keutamaan shalat malam nisfu Sya`ban, seperti pengarang Ihya’ Ulumuddin dan lainnya juga sebagian dari mufassirin. Telah diriwayatkan bahwa, shalat pada malam Nisfu Sya’ban yang telah tersebar ke seluruh pelosok dunia itu, semuanya adalah bathil/tidak benar dan haditsnya adalah maudhu’. (Studi Krisis Malam Nisfu Sya`ban, Cahaya Ilmu)

Khususnya di Aceh malam nisfu sya`ban hampir setiap tahun dirayakan dan di isi dengan berbagai acara seperti kenduri dan ceramah. Padahal perayaan malam nisfu sya`ban dengan melakukan ibadah tertentu seperti shalat alfiyah telas jelas bid`ahnya karena perbuatan tersebut bukan berasal dari syariat. Amalan tersebut hanyalah rekayasa yang tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Dalam sebuah hadits Nabi saw bersabda : “Barang Siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak”. 

Jika seandainya malam Nisfu Sya’ban diperintahkan untuk dikhususkan dengan upacara atau ibadah pastilah Nabi Muhammad Saw menunjukkan kepada umatnya atau beliau menjalankannya sendiri. Jika memang hal itu pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para shahabat kepada kita; mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling banyak memberi nasehat setelah para nabi. (Waspada Terhadap Bid’ah Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Penerjemah Farid Ahmad Oqbah )

Meskipun sebagian orang menganggap perayaan nisfu sya`ban itu baik namun karena tidak ada tuntunan dari syariat maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah Swt. Umumnya masyarakat kita terlena dengan amalan-amalan yang tidak jelas asalnya, sedangkan amalan-amalan sunnah yang sudah warid dari Nabi saw malah ditinggalkan. Wallahu `Alam.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh


loading...

No comments