KONSEP AMAR MA`RUF NAHI MUNGKAR DALAM PANDANGAN AHLUS–SUNNAH WAL JAMA`AH


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen,  04 Juni 2011

Aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat semakin marak terjadi di Aceh. Beberapa hari lalu di desa Blang Cot Tunong Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen diberitakan bahwa tiga pria diamuk massa dan direndam dalam irigasi hanya karena tuduhan akan melakukan acara nikah liar. Sebelumnya ketiga korban sempat dihadiahi bogem dan tendangan oleh warga (Harian Aceh, Sabtu, 04 Juni 2011). Perilaku ini hampir saban hari terjadi di Aceh sehingga terkesan bahwa masyarakat Aceh tidak percaya kepada penegak hukum. Mungkin saja masyarakat kita hendak mengamalkan amar ma`ruf nahi mungkar, namun dari fakta yang kita saksikan sangat jauh dari tuntunan agama dan bahkan melanggar hukum agama itu sendiri.

Definisi Amar Ma`ruf Nahi Mungkar.

Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran. Allah Swt juga memuji orang-orang yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana firmannya ; “ kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada ma`ruf dan mencegah yang mungkar serta beriman kepada Allah Swt ” (QS 3 : 110). Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa perintah amar ma`ruf nahi mungkar adalah perintah yang langsung datang dari Allah Swt melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabinya Saw.

Dalam kitab “Qathful Jani Al-Mustathaab Syarah Aqidah Al-Mujaddid Muhammad Bin Abdul Wahab” yang ditulis oleh Asyaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhali Rh yang merupakan syarah terhadap keyakinan Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab Rh dijelaskan bahwa amar ma`ruf nahi mungkar merupakan salah satu keyakinan Ahlussunnah Waljama`ah karena perbuatan ini termasuk dakwah kepada Allah Swt. 

Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhali Rh menjelaskan bahwa “ma`ruf“ adalah sesuatu yang telah diketahui kebaikannya oleh syariat dan akal, sedangkan “mungkar“ adalah segala sesuatu yang telah diketahui kebusukannya oleh syariat dan akal. Barometer untuk kebaikan dan kemungkaran adalah kitab Allah Swt (Al – Quran) dan Sunnah Nabi Saw yang shahih. Untuk memutuskan sesuatu itu ma`ruf atau mungkar harus dengan cara menegakkan dalil. 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah Saw bersabda : “ Bahwa manusia apabila mereka melihat kemungkaran kemudian tidak merubahnya dikhawatirkan Allah Swt akan timpakan bala secara umum kepada mereka “. Hadits ini menjadi hujjah bagi kita semua bahwa amar ma`ruf nahi mungkar adalah sunnah Nabi Saw yang sudah sepatutnya kita amalkan. 

Mengenai urutan pelaksanaan amar ma`ruf nahi mungkar Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ; “ Barang siapa dari kalian menjumpai kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah keimanan “. 

Siapa Yang Menjalankan Amar Ma`ruf Nahi Mungkar?

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitabnya Al Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haq fi Al-Akhlaq”menjelaskan bahwa ada tiga kelompok orang yang melakukan pencegahan terhadap kemungkaran, yaitu : kelompok yang melakukan pencegahan melalui tangan, mereka adalah para pemimpin dan penguasa. Kelompok kedua adalah yang melakukan pencegahan melalui lisan, mereka adalah para ulama. Dan kelompok ketiga adalah orang yang melakukan pencegahan dengan hati, mereka adalah orang-orang awam (bukan penguasa dan bukan ulama). 

Penjelasan dari Syaikh Abdul Qadir ini kiranya dapat menjadi cermin bagi kita semua untuk kita mengetahui diri kita berada ditingkat mana. Apakah kita seorang penguasa? Atau mungkin kita seorang Ulama? Atau mungkin kita Cuma orang awam yang belum begitu faham tentang amar ma`ruf nahi mungkar. Syaikh Abdul Qadir menegaskan kepada kita bahwa tidak semua orang dapat melakukan nahi mungkar dengan tangan sebab akan membawa mudharat bagi kita sendiri karena kita tidak memiliki kekuatan dan kewenangan. Yang berhak melakukan nahi mungkar dengan tangan hanyalah penguasa (pemerintah) karena mereka punya kewenangan dan kemampuan serta didukung oleh perangkat yang cukup seperti polisi, pengadilan dan penjara. 

Namun konsep amar ma`ruf nahi mungkar yang sudah dirumuskan oleh ulama berdasarkan hadits dan petunjuk dari Nabi Saw telah dilanggar oleh masyarakat kita. Dari beberapa kasus yang pernah kita temui hampir semua masyarakat kita melakukan pencegahan dengan tangan (kekerasan). Bahkan aksi pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat justru mengarah kepada pelanggaran agama karena masyarakat bukanlah penguasa. Saya tidak bermaksud membela kemungkaran, namun dalam melakukan nahi mungkar sudah diatur dalam agama sesuai porsi kita masing-masing. Jangankan masyarakat seorang Ulama saja tidak boleh melakukan aksi main hakim sendiri karena kewajiban ulama adalah menyampaikan melalui lisan (dakwah) dan melalui tulisan (himbauan melalui kitab dan buku). 

Dalam melaksanakan tugasnya pemerintah (penguasa) juga tidak boleh semena-mena. Ada aturan-aturan yang mesti dijalanakan, artinya tidak bisa langsung divonis bersalah dan harus melalui proses pengadilan. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pelaku maksiat adalah salah besar dan bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Jadi sudah sepatutnya aksi ini dihentikan oleh masyarakat, jika ada pelaku maksiat tugas masyarakat adalah melaporkan kepada penguasa (pemerintah). Dengan demikian masyarakat sudah menjalankan nahi mungkar sesuai dengan tuntunan agama. Selanjutnya proses hukum akan dilaksanakan oleh pemerintah.

Syarat Amar Ma`ruf Nahi Mungkar.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga menjelaskan bahwa ada lima syarat untuk melaksanakan amar ma`ruf nahi mungkar. Pertama, kita harus mengetahui benar-benar apa yang akan diperintahkan dan dilarang. Kedua, harus bertujuan mencari keridhaan Allah Swt, tidak disertai riya dan sum`ah. Ketiga, amar ma`ruf nahi mungkar harus dilakukan dengan cara lemah lembut dan tidak boleh dengan cara kasar dan keras. Keempat, harus senantiasa bersabar, mampu mengendalikan diri, rendah hati, mengesampingkan hawa nafsu, mempunyai keteguhan hati sekaligus kelembutan. Kelima, harus mengerjakan apa yang akan kita perintahkan dan menjauhi apa yang akan kita larang agar orang – orang tidak berbalik menyerang kita. 

Khususnya poin kelima dari syarat amar ma`ruf nahi mungkar sering sekali kita abaikan. Kita dengan penuh semangat memerintahkan orang lain untuk mengerjakan kebaikan dan kita melupakan diri kita sendiri yang sudah berbalut dosa. Kita juga dengan giatnya melakukan nahi mungkar dengan cara kekerasan tetapi kita lupa bahwa kita adalah pelopor kemungkaran itu sendiri. Walllahu A`lam.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh


loading...

No comments