HMI TERSANDERA POLITIK PRAKTIS


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 29 Juli 2011

Sikap Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang menolak pencalonan Muhammad Nazar sebagai kandidat yang diusung Partai Demokrat dalam Pilkada Gubernur Aceh periode 2011-2016 merupakan tindakan yang lumayan tendensius dan dapat merusak citra HMI dimata masyarakat. HMI menuduh Muhammad Nazar terindikasi korupsi pada 14 kasus selama periode jabatannya sebagai wakil gubernur yang berpasangan dengan Irwandi Yusuf. 

Untuk mengemukakan pendapat sebenarnya sah-sah saja. Namun aneh nya kenapa harus melakukan demonstrasi yang tujuannya hanya untuk menolak pencalonan Nazar sebagai kandidat Gubernur. Lucunya lagi Adinda Sulaiman menyatakan sudah mengirim surat kepada ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk melakukan evaluasi sebelum mencalonkan Nazar sebagai kandidat. Jika memang adinda Sulaiman bercita-cita ingin menegakkan pemerintahan yang bersih tanpa korupsi kenapa Cuma Nazar yang menjadi sasaran? Bukankah yang menjadi calon Gubernur bukan Cuma Nazar, masih banyak tokoh-tokoh lain yang juga mencalonkan diri untuk kandidat Gubernur, kenapa HMI diam saja dan tidak menolak?

HMI dan Politik

HMI adalah organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia yang didirikan di Jokyakarta oleh lafran pane pada tanggal 5 Februari 1947. Sesuai dengan anggaran dasar HMI berstatus sebagai organisasi mahasiswa yang berfungsi sebagai organisasi kader. Untuk menghormati tujuan para pendiri dan menjaga idealisme seharusnya HMI tidak terlibat dalam ranah politik praktis karena HMI adalah organisasi kader bukan organisasi politik. Umumnya mahasiswa di Indonesia pernah menjadi kader HMI dan mendapatkan ilmu dari HMI. Politikus dan pejabat yang ada hari ini umumnya juga berasal dari HMI. Tetapi perlu digaris bawahi bahwa HMI tidak pernah mengajarkan berpolitik kepada kadernya. Sebenarnya tanpa harus terlibat politik praktis HMI tetap akan memiliki kekuatan politik melalui independensinya. Kekuatan politik yang dimiliki HMI bukanlah pada proses dukung mendukung atau tolak menolak kandidat yang orientasinya mengarah kepada politik kekuasaan. 

Sebagai kader HMI kita harus berbangga apabila rekan – rekan dari HMI bersikap kritis khususnya dalam mengawasi pemerintahan. Namun kita akan sangat kecewa jika organisasi HMI yang kita banggakan selama ini terjebak dalam ranah politik praktis sehingga dapat dimanfaatkan oleh elit – elit politik. Sikap HMI yang menolak pencalonan Nazar sebagai kandidat Gubernur jelas – jelas telah mencoreng citra HMI yang selama ini dianggap sebagai organisasi yang memiliki idealisme. Tuduhan yang dilontarkan oleh HMI kepada Nazar sampai hari ini belum terbukti secara hukum, lantas kenapa HMI berani mengambil sikap menolak Nazar padahal kasusnya saja belum jelas. Jika ada oknum – oknum HMI yang merasa tidak senang dengan figur Nazar wajar saja dan merupakan hak pribadi oknum tersebut. 

Sebaiknya Jika ada keluhan pribadi disampaikan saja secara khusus atas nama pribadi tanpa harus membawa nama HMI dengan tujuan mempengaruhi publik. Jangan mengorbankan HMI hanya untuk kepentingan segelintir orang sehingga membawa efek yang tidak baik terhadap independensi HMI sebagai organisasi ternama di Indonesia. Aksi yang dilakukan oleh adinda Sulaiman dan rekan – rekannya patut dipertanyakan karena terkesan tendensius dan ditunggangi oleh pihak – pihak tertentu. 

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bukan Cuma Nazar yang menjadi pertimbangan bagi Partai Demokrat untuk diusung sebagai calon kandidat Gubernur Aceh. Selain nama Nazar juga ada nama Tarmizi Karim dalam bursa pencalonan Demokrat. Pertanyaannya kenapa Tarmizi Karim lolos dari sasaran HMI? Apa karena beliau pernah menjadi kader HMI sehingga luput dari kritikan? 

Dari beberapa survei baik yang dilakukan oleh Demokrat maupun lembaga survei lainnya berhasil menempatkan Muhammad Nazar di posisi puncak, sedangkan Tarmizi Karim jauh tertinggal dengan persen yang memalukan. Penulis tidak bermaksud menuduh kanda Tarmizi Karim sebagai dalang demo HMI, namun penulis merasa heran dengan sikap HMI yang telah mengorbankan independensinya hanya untuk kepentingan pencalonan Gubernur yang sifatnya musiman. 

Aksi HMI yang mendesak partai Demokrat untuk melakukan evaluasi sebelum mencalonkan Nazar sebagai kandidat Gubernur juga terkesan bertujuan untuk menanamkan keraguan publik terhadap Nazar yang selama ini dikenal sebagai figur yang santun dalam berpolitik dibanding kandidat lain yang justru terlihat emosional dan radikal. Apalagi beberapa waktu lalu berbagai organisasi sipil dan kepemudaan di Aceh yang jumlahnya mencapai 100 lembaga menyatakan dukungannya terhadap Nazar. Sebuah dukungan yang terbilang fenomenal dan tidak didapatkan oleh kandidat lain. Wajar saja jika ada pihak-pihak yang merasa iri dan tertandingi dengan elektabilitas Nazar yang lumayan tinggi.

Akhirnya kita hanya bisa berharap kepada rekan – rekan di HMI untuk kembali ke habitatnya dan menghargai para pendiri HMI dengan cara tidak melakukan aksi-aksi yang dapat mencoreng citra HMI sebagai organisasi kader yang dulunya terkenal idealis. Di usianya yang sudah mencapai 64 tahun HMI harus mampu mempertahankan independensinya. Jangan kecewakan mereka yang sudah bersusah payah mendirikan HMI. Wallahu `Alam.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh


loading...

No comments