“HAREUM JAK SIKULA”


Oleh Khairil Miswar 

Bireuen, 29 Mei 2011

Sumber: khotbahjumat.com
Khususnya di Aceh "fatwa liar" tentang haramnya sekolah masih sering dibicarakan terutama oleh masyarakat di pedesaan. Apalagi pada saat para pendakwah berbicara diatas panggung isu ini tekadang menjadi tema utama dari beberapa dakwah yang pernah penulis temui. Penulis menamakannya dengan fatwa liar karena fatwa ini bukan berasal dari lembaga resmi seperti MPU atau MUI. Tetapi fatwa ini sering dilontarkan oleh oknum-oknum di beberapa tempat pengajian yang ada di desa-desa.

Ironisnya lagi pernyataan tentang haramnya sekolah sudah menjadi virus yang sangat membahayakan khususnya bagi anak-anak usia sekolah. Pengalaman ini penulis rasakan sendiri ketika penulis mengajar disebuah sekolah dasar di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Kebetulan penulis mengajar pelajaran bahasa Arab di kelas 4, 5 dan kelas 6 SD. Pernah suatu waktu pada saat penulis sedang mengajar banyak siswa yang tidak hadir. Rupanya setelah penulis selidiki mereka tidak hadir karena sedang ada perayaan maulid di sebuah balai pengajian tempat mereka mengaji. Keesokan harinya penulis menanyakan kepada mereka kenapa tidak hadir kesekolah kemarin. Dengan serentak mereka (siswa) menjawab ; baroe kamoe jak mulod, geupeugah le guree kamoe hana peunteng jak sikula, yang peuteng jak beut ( kemarin kami ke acara maulid, kata guru ngaji kami tidak penting ke sekolah, yang penting mengaji ). Penulis sempat heran dengan jawaban mereka, menurut penulis tidak mungkin siswa kelas 5 SD berkata demikian jika tidak ada orang yang mengajarinya. 

Selang beberapa hari kejadian ini kembali terulang pada guru yang lain. Waktu itu ibu guru tersebut mengajar pelajaran matematika. Siswa nampak bermalas-malasan dan tidak menghiraukan penjelasan dari guru. Pada saat guru tersebut menanyakan kepada siswa kenapa mereka bersikap demikian, dengan santai mereka menjawab ; yang paih cit bek tajak le sikula sabab geupeugah le guree hareum, pulom pelajaran matematik, hana geutanyong lam kubu ( cocoknya kita tidak perlu lagi sekolah karena kata guru ngaji kami haram sekolah, apalagi pelajaran matematika, tidak ditanyakan dalam kubur ).

Pengaruh Bagi Siswa

Tanpa bermaksud melecehkan pihak-pihak tertentu penulis berpendapat bahwa fatwa-fatwa liar tentang haramnya bersekolah harus dihentikan karena akan membawa efek tidak baik bagi anak – anak usia sekolah. Tentang efek buruk yang diakibatkan oleh fatwa haramnya sekolah menurut penulis juga dirasakan oleh guru-guru lain di Aceh. Semangat belajar siswa akan menurun karena mereka menganggap beresekolah tidak ada manfaatnya. Apalagi ada anggapan dari sebagian orang yang menyatakan bahwa lulusan sekolah banyak yang menganggur sedangkan lulusan pengajian tidak ada yang menganggur karena mereka semuanya menjadi “ teungku”. Lulusan sekolah banyak yang menjadi penipu dan koruptor, sedangkan lulusan pengajian banyak yang menjadi ulama. Menurut penulis anggapan ini salah besar dan bertolak belakang dengan kenyataan. Buktinya disekolah guru tidak pernah mengajarkan siswa untuk menjadi pencuri apalagi koruptor. Jadi sudah sepantasnya imej ini dihilangkan jika kita ingin memajukan pendidikan di Aceh. Disekolah para guru juga mengajarkan ilmu agama untuk siswa seperti pelajaran Bahasa Arab, Fiqh, Akidah-Akhlaq dan Quran-Hadits. 

Sejarah Ilmu Pengetahuan Dalam Islam

Sebagimana kita ketahui bersama bahwa kaum muslimin pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah mencurahkan perhatian yang besar pada ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum. Khususnya dalam ilmu matematika kaum muslimin pada masa itu memberikan andil yang besar. Diantaranya adalah penukilan angka – angka india dan menyempurnakannya. Mereka membuat bentuk yang menjadikan penggunaannya sangat mudah , yaitu yang dikenal dengan angka india (١,٢,٣,٤,…) dan angka – angka ghubariyah ( 1,2,3,4 …). Angka-angka ini menyebar diwilayah Maghrib dan Andalusia. Dari sana masuklah ke Eropa dan sampai sekarang didunia barat dikenal sebagai angka Arab. Kemudian kaum muslimin pada saat itu juga menemukan metode hitung persepuluhan dan penggunaan bilangan nol. Dan sejarah juga telah mencatat bahwa kaum musliminlah yang pertama sekali meletakkan dasar-dasar ilmu Aljabar (matematika). Beberapa tokoh muslim yang memberikan andil besar dalam ilmu pengetahuan antara lain: Abu Bakar Muhammad Bin Zakaria A-Razi (dokter dan ahli kimia), Abul Qasim Az-Zahrawi (ahli bedah), Ali Bin Abi Hazm ( penemu aliran darah kecil ), Abu `Ali Al-Husain Bin Sina (doktrr ahli), Muhammad Bin Musa Al-Khawarizmi (peletak dasar ilmu aljabar/matematika) dan Abu Ar-Raihan Muhammad Bin Ahmad Al-Bairuni (Ahli Geografi).

Dari paparan singkat di atas kiranya bisa menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan baik ilmu syariat maupun non syariat selama ilmu tersebut bermanfaat bagi umat. Sebagai contoh ilmu kedokteran, meskipun bukan ilmu syariat tetapi ilmu ini sangat bermanfaat bagi masyarakat banyak. Demikian juga ilmu matematika meskipun tidak ditanyakan dalam kubur tetapi manfaat dari ilmu ini tidak dapat dipungkiri. Sebagai contoh kecil adalah pada saat pembagian zakat. Apa mungkin seorang yang tidak bisa menghitung dapat melakukan pembagian zakat secara benar? Demikian juga pada saat membagi warisan, semuanya memerlukan kemampuan untuk menghitung (matematika). 

Sekolah Dan Aliran Sesat

Maraknya isu aliran sesat di Aceh juga sering dikaitkan dengan lemahnya pendidikan di sekolah karena banyak pengikut aliran sesat yang berasal dari sekolah (kampus). Anggapan ini juga tidak tepat jika yang disalahkan Cuma pihak sekolah dan kampus. Untuk menghalau penyebaran aliran sesat di Aceh adalah tanggung jawab kita bersama terutama orang tua. Guru Cuma membimbing mereka sedangkan pengawasan adalah tugas orang tua. Sehebat apapun seorang guru (tengku) dalam mengajarkan muridnya tidak akan membuahkan hasil jika tidak ada pengawasan yang ketat dari kedua orang tua. Perlu juga diketahui bahwa sekolah dan kampus tidak mungkin mengajarkan ilmu sesat kepada siswa/mahasiswa. 

Ada imej yang sampai saat ini masih berkembang disebagian masyarakat bahwa meunyo jak sikula jeut keu kaphhe ( kalau sekolah jadi kafir ). Anggapan-anggapan seperti ini sudah tidak layak lagi untuk dipopulerkan di Aceh. Umumnya para pengajar di Aceh baik disekolah maupun di kampus adalah orang Islam bukan kafir. Jika kita menganggap bersekolah akan menjadi kafir sama saja kita menuduh mereka (guru dan dosen) sebagai kafir. Bukankah perilaku ini dicela oleh agama? Dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Dzar Al-Ghifari R.a, Rasulullah Saw bersabda ; “barang siapa memanggil saudaranya dengan sebutan kafir atau musuh Allah, sedangkan dia bukan kafir, maka kekafiran itu akan kembali kepadanya ( sipenuduh )." 

Demikianlah tulisan singkat ini semoga saja menjadi bahan renungan bagi kita bersama dalam rangka memajukan pendidikan di Aceh. Selanjutnya kita berharap agar fatwa sikula hareuem segera dihentikan demi kebaikan kita bersama khususnya anak-anak usia sekolah yang sedang menempuh pendidikan. Jangan sampai semangat mereka hilang gara-gara fatwa yang tidak bertanggung jawab. Wallahul Musta`an Wa Huwa Ya`lamu.

Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh. Tulisan ini juga ditanggapi secara positif di Blog Abang Detak dengan tajuk "Haram Sekolah, Warisan Teungku Belanda?"


loading...

No comments