FATWA KONYOL SANG “PROFESOR”
Oleh : Khairil Miswar
Bireuen, 13 November 2011
"Saya maju adalah sebagai proses supaya pilkada ditunda. Karena kalau saya maju akan butuh waktu untuk pemeriksaan kesehatan, dan tes baca al-quran. Itu akan menyebabkan penundaan pilkada. Dengan terlewatinya pilkada pada tahun 2012, maka anggaran pilkada 2011 tidak bisa digunakan untuk 2012 tanpa persetujuan DPRA," (atjecpost.com, 13/11/11).
Penulis sedikit terkejut ketika membaca berita tersebut di media online Atjehpost.com. Terkejutnya penulis bukan disebabkan oleh kepentingan tertentu, namun penulis merasa heran karena kata-kata tersebut diucapkan oleh seorang Guru Besar sekaligus pemimpin sebuah perguruan tinggi ternama di Aceh. Ya, beliau seorang tokoh didunia pendidikan yang dikenal dengan nama Prof. Dr. Darni Daud, MA. Siapa yang tidak kenal beliau apalagi jabatan rektor Unsyiah berhasil beliau pertahankan sampai dua periode. Namun sayang pernyataan beliau terbilang konyol dan tidak mencerminkan bahwa beliau adalah seorang akademisi ternama.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa “mulutmu adalah harimaumu”. Pepatah ini apabila dikaji dengan seksama akan menjadi pedoman bagi setiap kita agar hati-hati dalam menggunakan mulut untuk berbicara. Dulu masyarakat Aceh mungkin sangat kagum dengan nama besar Darni Daud karena beliau adalah seorang rektor di Universitas ternama di Aceh. Jabatan rektor bukanlah jabatan yang mudah didapatkan oleh semua orang, buktinya tidak semua profesor berhasil menjadi rektor. Namun setelah masyarakat mendengarkan pernyataan Darni di media, penulis yakin pendapat masyarakat Aceh akan berubah. Seorang profesor sebenarnya harus mampu memilih kata-kata yang bijak sebelum memulai pembicaraan. Jika seorang profesor berbicara serampangan tanpa memperhatikan etika dan nilai – nilai kepatutan sungguh akan menjadi bencana besar bagi beliau sendiri dan juga bagi orang – orang yang mendengar perkataan beliau.
Analisis Pernyataan Darni
Dalam tulisan singkat ini penulis akan mencoba melakukan analisa terhadap beberapa pernyataan Prof. Dr. Darni Daud, MA yang menurut penulis tidak pantas terucap dari bibir seorang akademisi. Analisa yang akan penulis lakukan adalah asumsi pribadi dari penulis tanpa ada kepentingan apapun.
Prof. Dr. Darni Daud, MA
Sumber: darnidaudcenter.blogspot.com
|
Pernyataan kedua; “Karena kalau saya maju akan butuh waktu untuk pemeriksaan kesehatan, dan tes baca al-quran. Itu akan menyebabkan penundaan pilkada. Dengan terlewatinya pilkada pada tahun 2012, maka anggaran pilkada 2011 tidak bisa digunakan untuk 2012 tanpa persetujuan DPRA”. Membaca pernyataan ini nampak jelas bahwa Prof. Dr. Darni Daud, MA telah melakukan kekeliruan besar dengan cara mengorbankan reputasinya sebagai seorang tokoh pendidikan hanya demi sensasi dan kepentingan politik pihak lain. Beliau mengatakan bahwa tujuannya untuk mendaftar hanya sebagai langkah penundaan pilkada. Sungguh besar pengorbanan yang dilakukan oleh pak profesor. Hanya untuk kepentingan kecil beliau rela mengorbankan reputasi dan ketokohannya. Sungguh luar biasa dan mengangumkan . Menurut penulis sikap Pak Darni dapat diumpamakan seperti sebuah truk tua yang sengaja masuk ke jalan utama hanya dengan tujuan agar jalanan macet. Padahal truk tersebut tidak bertujuan untuk pergi ke suatu tempat, hanya saja numpang lewat. Tapi efek dari aksi truk tersebut membuat mobil dan kenderaan lain terhalangi dan terjebak dalam kemacetan. Sungguh genius dan atraktif pola yang dilakukan oleh seorang profesor bernama Darni Daud.
Pernyataan ketiga; “Untuk apa gara-gara pilkada perdamaian Aceh harus dirusak”. Ini adalah pernyataan terakhir yang penulis kutip di Atjehpost.com. Secara tidak langsung Darni mengatakan bahwa pilkada Aceh dapat merusak perdamaian. Sebenarnya pernyataan seperti ini bukanlah pernyataan baru. Pernyataan serupa juga pernah diserukan oleh mereka-mereka yang memang tidak sepakat dengan pilkada Aceh. Sebagai seorang profesor seharusnya Darni memberi pencerahan kepada masyarakat Aceh bukan malah melakukan pengkaburan terhadap masalah yang sudah jelas.
Sebagai penutup dari tulisan singkat ini penulis mengajak seluruh pihak khususnya masyarakat Aceh untuk tidak larut dalam perdebatan masalah pilkada sehingga ukhuwah islamiyah menjadi retak dan terabaikan. Wallahul Musta`an.
Artikel ini sudah pernah diterbitkan di Harian Aceh
loading...
Post a Comment