HAM=HOM


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 23 Mei 2011

Khairil Miswar
Foto Tahun 1999
Banyak orang – orang yang mengaku tokoh HAM tapi mereka tidak faham bahkan tidak mengenal HAM. Kata – kata HAM sering didefinisikan sesuai dengan hajat dan selera mereka. Seorang guru yang mencubit muridnya karena bandel juga sering dituding melanggar HAM. Seorang suami yang memarahi istrinya karena rajin selingkuh juga dianggap melanggar HAM. Seorang ayah yang menampar anaknya karena ugal-ugalan dijalan juga dikatakan melanggar HAM. Sungguh hidup kita telah dikuasai oleh HAM, bacut – bacut HAM. Anehnya ketika kita tanyakan kepada mereka apa itu HAM, mereka akan menjawab HŐEM. Demikian liarnya pemakaian istilah HAM sehingga terkadang kita kebingungan.. 

Hari ini para guru tidak lagi berani mencubit muridnya karena takut melanggar HAM. Seorang suami terpaksa membiarkan istrinya selingkuh agar tidak terkena HAM. Seorang ayah terpaksa menonton perilaku anaknya tanpa berani menegur karena takut kepada HAM. Demikian hebatnya “ apa HAM “ sehingga kita menjadi terbelenggu dan tidak bisa bergerak sama sekali. Hidup kita menjadi serba HAM. Sedikit – sedikit HAM. 

Hukum Cambuk Melanggar HAM ?

Beberapa hari lalu organisasi Amnesty Internasional kembali berfatwa tentang HAM. Pihak Amnesty Internasional menuduh pelaksanaan hukum cambuk di Aceh melanggar HAM. Pihak Amnesty Internasional meminta pemerintah pusat untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal agar sesuai dengan hukum dan standar hak asasi manusia internasional. Menurut saya seruan ini tidak perlu direspon oleh pemerintah. Pihak Amnesti Internasional memvonis bahwa pelaksanaan hukum Islam di Aceh adalah perilaku kejam, tidak manusiawi, merendahkan dan termasuk dalam penyiksaan merupakan penilaian yang sangat tidak adil. Pihak Amnesti Internasional hanya menilai dari sudut bentuk hukuman seperti cambuk yang menurut mereka akan mengakibatkan rasa sakit, takut, malu, dan bisa membuat cedera jangka panjang atau permanen. Seharusnya pihak – pihak yang menggugat hukum cambuk harus mampu menilai dari dua sisi yang saling berkaitan sehingga hasilnya akan seimbang. Hukuman adalah sebuah konsekwensi yang lahir dari perilaku mereka sendiri karena telah menyimpang dari aturan dan hukum yang berlaku. 

Qanun yang berlaku di aceh sudah menjadi hukum positif yang tidak bisa diganggu gugat kecuali dilakukan uji materi untuk membatalkan posisi qanun tersebut dan ini mustahil terjadi di Aceh karena masyarakat Aceh sudah sangat sepakat dengan syariat Islam. Saya sangat setuju dengan pendapat Imam Syuja` yang menyatakan bahwa hukum cambuk tidak melanggar HAM karena pelopor HAM pertama dimuka bumi adalah Islam. Kita tentu sudah sering membaca di buku – buku sejarah tentang bejatnya perilaku bangsa Arab masa jahiliyah. Dengan tegaknya Islam ditanah Arab kala itu tegaklah HAM diseluruh wilayah Islam. Bahkan konsep HAM yang hari ini diagung – agungkan oleh tokoh – tokoh barat merupakan hasil plagiat dari konsep HAM di Negeri Islam.

HAM yang dicanangkan oleh Nabi Muhammad Saw adalah HAM yang langsung dibimbing oleh wahyu. Hal ini berdasarkan pada khutbah Nabi Saw di Arafah pada tanggal 09 Dzulhijjah tahun ke 9 Hijrah yang berbunyi : “ Hai manusia ! masing-masing Tuhanmu itu Satu, agamamu satu, nenek moyangmu satu, masing-masing orang diantara kamu dari keturunan Adam Alaihissalam dan Adam As terbuat dari sari tanah. Tidak ada keutamaan bagi orang Arab melebihi orang-orang `Azam kecuali karena taqwa. Manusia itu memiliki hak seperti gigi - gigi sisir “ 

Dari keterangan tersebut terlihat pengakuan terhadap HAM, manusia dinyatakan memiliki derajat yang sama. Ayat Al-Quran yang turun pada tahun 630 M telah mendahului lebih 11 abad sebelum David Hume (1711-1776 M) mempopulerkan humanisme untuk membela kemanusiaan dan menghindarkan manusia dari perbudakan yang diperjual belikan (M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Pustaka Book Publisher, 2009)

Kemudian pada saat Khalifah Umar Bin Khattab R.a mengutus pasukan untuk menaklukkan bangsa majusi di Nahawand beliau berwasiat kepada An-Nu`man Bin Muqrin R.a yang saat itu menjadi pemimpin pasukan ; “ Jangan engkau membawa mereka ke tempat yang berlumpur sehingga akan menyakiti mereka, jangan pula engkau membawa mereka ke hutan. Sesungguhnya satu orang dari kaum muslimin lebih aku cintai daripada 100.000 dinar “ (Tarikh Khulafa Ar – Rasyidin, Hikmah Ahlussunnah, 2010)

Dua fakta sejarah yang saya sebutkan diatas menjadi bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai HAM. Adapun hukuman cambuk, rajam dan juga hukuman pancung bukanlah pelanggaran HAM. Dalam Islam orang yang membunuh orang lain akan dikenakan hukuman bunuh kecuali jika keluarga terbunuh memaafkan. Apakah membunuh seorang pembunuh bisa dikatakan melanggar HAM? Sungguh lucu jika ada orang yang beranggapan demikian. Hukuman bunuh yang dijatuhkan kepada pembunuh adalah salah satu bukti bahwa Islam sangat menghargai HAM. Jadi sangat tidak etis jika ada pihak-pihak yang menganggap bahwa hukuman tersebut melanggar HAM. 

Demikian juga dengan hukuman cambuk yang diberlakukan di Aceh bukanlah pelanggaran HAM sebagaimana yang dituduh oleh pihak Amnesty Internasional. Hukuman cambuk khususnya bagi pelaku khalwat secara prinsip bertujuan untuk menjaga kehormatan manusia dari perilaku yang melanggar etika dan aturan syariat. Dengan hukum cambuk pelaku akan merasa jera dan malu sehingga harus berfikir seribu kali untuk mengulangi pekerjaannya. Selain itu hukuman cambuk juga dapat menjadi peringatan bagi masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran serupa sehingga secara perlahan akan tumbuh kesadaran dari masyarakat untuk menjaga harga dirinya dari perilaku yang melanggar syariat dan etika. Apabila para pelaku khalwat dibiarkan begitu saja tanpa dikenakan hukuman maka yakinlah suatu saat etika dan rasa malu masyarakat akan hilang secara perlahan. Pergaulan bebas yang selama ini kita takutkan akan tumbuh semerbak di seantero Aceh. Tidak ada lagi yang mereka takutkan, kita akan mendapati muda – mudi bebas berpelukan ditengah keramaian, berciuman bahkan berzina ditempat terbuka sehingga lahirlah bayi – bayi tanpa proses nikah. Ketika fenomena tersebut terjadi sanggupkah kita membedakan manusia dan binatang? 

Demikian juga dengan perilaku judi, minuman keras dan ganja apa pantas kita biarkan begitu saja tanpa ada sanksi apapun. Para penjudi dan pemabuk adalah biang kerusakan. Pembunuhan dan perampokan sering kali dilakukan oleh para pemabuk dan penjudi. Pihak Amnesty Internasional mungkin kasihan melihat mereka ( pemabuk dan penjudi ) dicambuk. Namun pernahkah pihak Amnesti Internasional melihat aksi-aksi merusak yang dilakukan oleh pemabuk tersebut? 

Dengan diterapkannya hukuman cambuk bagi pelanggar syariat setidaknya dapat mengurangi pertumbuhan maksiat di Aceh. Namun kita juga berharap kepada pemerintah untuk menerapkan sanksi secara menyeluruh. Jangan sampai Cuma orang-orang kecil yang dihukum cambuk, sedangkan orang-orang elit bebas melakukan maksiat dan tidak tersentuh hukum. Jika ada pejabat yang melakukan pelanggaran syariat seperti mesum juga harus dicambuk didepan umum, jangan malah dilindungi dengan alasan -alasan yang tidak logis. Wallahul Musta`an wa huwa ya`lamu.

Artikel ini sudah dimuat di Harian Aceh


loading...

No comments