Cintailah Ulama


Oleh : Khairil Miswar 

Bireuen, 12 November 2011

Ditinjau dari segi bahasa kata `ulama merupakan bentuk jamak (taksir) dari kata `aalimun yang berarti orang yang mengetahui. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi Rh bersumber dari Abu Darda Ra, Nabi Saw bersabda “ Ulama adalah pewaris para Nabi “. Dalam matan hadits tersebut juga disebutkan bahwa para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka ( para Nabi ) mewariskan Ilmu. Dengan demikian jelaslah bahwa ulama adalah orang – orang yang telah mewarisi ilmu dan petunjuk dari para Nabi. 

Keberadaan ulama di dunia ini sangat diperlukan sebagai lampu penerang dan penunjuk jalan bagi umat diakhir zaman. Dulu ketika Rasul Saw masih hidup, para sahabat dan orang – orang yang hidup semasa dengan mereka dapat bertanya langsung kepada Rasul Saw apabila mereka menghadapi berbagai persoalan. Namun hari ini sebagaimana kita yakini bersama bahwa tidak ada Rasul setelah Muhammad Saw. Jikapun ada sebagian orang silap akal meyakini ada Rasul setelah Muhammad Saw dapat dipastikan bahwa orang tersebut telah tersesat. Jika kita menemukan orang tersebut disekitar kita maka tugas kita adalah mengajak mereka untuk kembali kepada aqidah yang benar. 

Seperti penulis sebutkan tadi bahwa ulama adalah pewaris para Nabi. Jika ada persoalan dalam hal agama yang tidak mampu kita tuntaskan maka menjadi tugas kita untuk bertanya kepada para ulama. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt dalam AL-Quran surat An Nahl ayat 43 : "Maka bertanyalah kepada ahludz dzikir (ahli ilmu/ulama) jika kamu tidak mengetahui.". 

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim Rh, Rasul Saw bersabda :“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673).

Dengan dalil tersebut sangat pantas bagi kita kaum muslimin untuk mencintai para ulama baik ulama salaf maupun ulama yang masih hidup dimasa kini. Percayalah, tanpa ulama umat ini akan tersesat. 

Jangan menghina Ulama

Penulis merasa tertarik untuk mengangkat tema ini dalam sebuah tulisan ringan agar sahabat – sahabat kita yang selama ini mungkin larut dalam kegelapan untuk kembali membuka mata dan melihat kebenaran. Sebelum menulis tulisan ini, penulis sempat membaca sebuah komentar dari sahabat kita di kolom sms pembaca Harian Aceh, Sabtu 12 November 2011. Sahabat kita tersebut menuduh ulama besar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rh sesat dan menyesatkan. Perlu penulis tegaskan bahwa tuduhan tersebut sangat keji dan tidak pantas diucapkan oleh seorang anak manusia yang masih mengakui dirinya sebagai umat Muhammad Saw. Nabi kita yang mulia Muhammad Saw tidak pernah mengajarkan kita untuk menghina para ulama yang notabene adalah pewaris para Nabi. Perlu juga diketahui bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama rabbani yang dengan gigih mempertahankan sunnah Nabi Saw sehingga tidak pantas untuk dihina dan dilecehkan. Bagaimana kita berani menyesatkan Ibnu Taimiyah sedangkan beliau telah melahirkan para ulama besar setelahnya. Salah satu murid Ibnu Taimiyah yang sempat menjadi ulama mu`tabar adalah Ibnu Katsir Rh. 

Sumber: alsiraat.co.uk
Sejarah telah mencatat bahwa dalam usia sepuluh tahun beliau telah hafal Al-Quran dan dalam usia muda beliau telah menguasai berbagai macam cabang ilmu seperti ilmu hadits, ushul fiqh, ilmu fiqh, tafsir dan segudang ilmu lainnya yang mungkin saja belum pernah dipelajari oleh orang-orang seperti kita. Bagimana kita bisa menuduh ulama yang sejak kecil telah mendalami ilmu agama dengan tuduhan palsu, padahal orang-orang seperti kita hari ini membaca Al-Quran saja tidak mampu.

Dalam mempertahankan sunnah Nabi Saw, Ibnu Taimiyah sempat dipenjara dan beliau wafat dalam penjara. Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah menyatakan bahwa ada sekitar lima belas ribu orang ikut mengantar jenazah beliau. Semua masyarakat saat itu mendoakan rahmat dan menangisi beliau. Diceritakan pula bahwa para tentara juga ikut sibuk mengamankan prosesi pemakaman jenazah beliau. Seluruh rakyat di sekitar penjara benteng tumpah ke jalanan mengantarkan jenazah beliau. 

Sosok ulama besar sekaliber Ibnu Taimiyah tidak akan kita temui pada zaman ini. Penulis bukannya taqlid kepada Ibnu Taimiyah, tetapi jika yang dibawa oleh Ibnu Taimiyah adalah kebenaran maka tidak ada alasan untuk dimusuhi. 

Namun demikian Ibnu Taimiyah adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesilapan, beliau tidak ma`shum sehingga wajar saja apabila dalam kondisi tertentu beliau terlupa dan silap. Tidak pantas bagi kita untuk menghina dan menyesatkan beliau sedangkan para ulama besar yang hidup sezaman dengan beliau memberikan pujian kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Begitulah sosok Ibnu Taimiyah yang sebenarnya, mungkin selama ini sahabat-sahabat kita yang menuduh Ibnu Taimiyah sesat telah salah menilai dan terjebak dalam syubhat. 

Diakhir tulisan ini penulis mengajak kawan-kawan untuk tidak terjebak kedalam cerita-cerita dusta sehingga berani menyesatkan ulama. Sesekali beridirilah dihadapan cermin, lihat dan perhatikan dengan teliti, apa pantas orang dungu seperti kita yang buta ilmu menghina para ulama. Wallahu Waliyut Taufiq.

Artikel ini sudah dimuat di Harian Aceh



loading...

No comments